Pages

Pages

Tuesday, June 4, 2013

Laporan Praktikum Analisis Sampel Tablet Difenhidramin HCl | Analisis Farmasi





Mohon Maaf, Artikel Ini Tidak Bisa di-COPAS, Silakan Download Link Dibawah Ini :






Analisis Sampel Tablet  Difenhidramin HCl Menggunakan Metode Spektrofotometeri UV



I.                   Tujuan
1.      Menentukan kadar senyawa Difenhidramin HCl dalam tablet Otede 50 mg dengan metode instrumen spektrofotometri UV-Vis

II.                Prinsip
1.      Spektrofotometri UV
 Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi ultraviolet pada panjang gelombang yang sesuai, maka molekul tersebut akan mengabsorpsi cahaya UV yang mengakibatkan transisi elektronik yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar berenergi lemah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang saat absorpsi yang terjadi bergantung pada kekuatan elektron yang terikat dalam molekul (Gandjar, 2007).

2.      Hukum Lambert Beer
Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Hukum Lambert-Beer dinyatakan dengan :
A =     log    =  a b c
Keterangan  : Io = Intensitas sinar datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban (Rohman dan Gandjar, 2007).
                                  
                                                           
III.             Teori Dasar

Spektrofotometer UV-Vis
            Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis (Khopkar, 2003).
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.  Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optik dan elektronika serta sifat-sifat kimia fisiknya dimana detektor yang digunakan secara langsung dapat mengukur intensitas dari cahaya yang dipancarkan (It) dan secara tidak lansung cahaya yang diabsorbsi (Ia), jadi tergantung pada spektrum elektromagnetik yang untuk diabsorb oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk (Khopkar, 2003).
 Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu :
1.      Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang adalah 350 – 2200 nanometer (nm) (Day, 2002).
Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu, i = K Vn, i = arus cahaya, V = tegangan, n = eksponen (3-4 pada lampu wolfram), variasi tegangan masih dapat diterima 0,2% pada suatu sumber DC, misalkan : baterai. (Gandjar, 2007).
Di bawah kira-kira 350 nm, keluaran lampu wolfram itu tidak memadai untuk spektrofotometer dan harus digunakan sumber yang berbeda. Paling lazim adalah lampu tabung tidak bermuatan (discas) hidrogen (atau deuterium) 175 ke 375 atau 400 nm. Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah ultraviolet (UV) .
Kelebihan lampu wolfarm adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Sumber cahaya untuk spektrofotometer inframerah, sekitar 2 ke 15 m menggunakan pemijar Nernst (Nernst glower) (Day, 2002).
2.      Monokromator
Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan λ yang diinginkan (Gandjar, 2007).
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu (monokromatis) yang bebeda (terdispersi). Ada 2 macam monokromator yaitu :
1)            Prisma
2)            Grating (kisi difraksi) (Khopkar, 2003)
         Keuntungan menggunakan kisi difraksi :
-         Dispersi sinar merata
-         Dispersi lebih baik dengan ukuran pendispersi yang sama
-         Dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spectrum
         Cahaya monokromatis ini dapat dipilih panjang gelombang tertentu yang sesuai untuk kemudian dilewatkan melalui celah sempit yang disebut slit. Ketelitian dari monokromator dipengaruhi juga oleh lebar celah (slit width) yang dipakai (Khopkar, 2003).
3.      Sel Absorpsi
         Kuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut (Day, 2002) :
1)            Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
2)            Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar.
3)            Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.
4)            Tidak boleh rapuh.
5)            Mempunyai bentuk (design) yang sederhana.
         Kuvet biasanya terbuat dari kwars, plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak (visible) (Day, 2002).

4.      Detektor
         Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda elektron yang digunakan prinsip kerjanya telah diuraikan (Khopkhar, 2003).
         Syarat-syarat ideal sebuah detektor (Yoki, 2009):
1)            Kepekan yang tinggi
2)            Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
3)            Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
4)            Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
5)            Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi       
Sebagai detektor untuk Spektrofotometer UV - Vis biasanya digunakan:
1)            Photo tube
2)            Barrier Layer Cell
Photo Multiplier Tube; Arus listrik yang dihasilkan oleh detektor kemudian diperkuat dengan amplifier dan akhirnya diukur oleh indikator biasanya berupa recorder analog atau komputer (Yoki, 2009).
Cara Kerja Spektrofotometer
Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut. Tempatkan larutan pembanding, misalnya blanko dalam sel pertama sedangkan larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih fotosel yang cocok 200 nm - 650 nm (650 nm – 1100 nm) agar daerah λ yang diperlukan dapat terliputi. Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blanko dan “nol” galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2003).
Monografi Dyphenhidramin Hidrochloridum
Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, jika kena cahaya, 
perlahan-lahan warnaya  jadi gelap. Larutannya praktis  
netral terhadap kertas lakmus
Kelarutan            : mudah larut dalam air, dalam etanol dan dalam kloroform,
  agak sukar larut dalam aseton, sangat sukar arut dalam
  benzene dan dalam eter.
Baku pembanding : Difenhidramin Hidroklorida BPFI, lakukan pengeringan
  dalam suhu 105o selama 3 jam sebelum diguankan
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus 
  cahaya (Dekpkes RI, 1995).
               OTEDE merupakan obat yang mengandung Difenhidramin HCl 50 mg dengan indikasi antiemetik, rinitis alergika, urtikaria (biduran/kaligata), hay fever. Difenhidramin banyak digunakan dengan obat penurun panas (antipiretik) sehingga pasien dapat tidur dengan nyaman. Diphenhydramine adalah obat anti histamin yang bekerja memblok reseptor H1 dengan efek samping sedasi, gangguan saluran pencernaan, efek anti muskarinik, efek kardiovaskular & susunan saraf pusat. Otede termasuk obat keras, dengan dosis yaitu dewasa : 3-4 kali sehari ½ tablet dan anak berusia 6-10 tahun : 3-4 kali sehari ¼ tablet (Sanbe, 2012).


IV.              ALAT DAN BAHAN
a.       Alat
1.       Beaker Glass
2.       Bulb pipet
3.       Gelas Ukur
4.       Kertas Perkamen
5.       Kuvet
6.       Labu Ukur 10 ml, 20 ml, dan 25 ml
7.       Neraca
8.       Pipet
9.       Spatel
10.   Spektrofotometer UV-Vis
11.   Volume pipet

b.      Bahan
1.      Aquadest
2.      BPFI difenhidramin HCl
3.      Tablet difenhidramin HCl “otede”


V.                 PROSEDUR

Pembuatan Sampel :
Tablet sebanyak 20 butir digerus hingga homogen, kemudian ditimbangkan serbuk sebanyak 500 mg secara seksama. Serbuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Kemudian dilarutkan dalam aquadest dan di add hingga 50 ml.

Pembuatan Baku :
Baku Difenhidramin HCl ditimbang sebanyak 5 mg secara seksama. Serbuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Kemudian dilarutkan dalam aquadest dan di add hingga 25 ml, sehingga diperoleh larutan baku dengan konsentrasi 200 ppm.

Pembuatan larutan standar adisi :
Sebanyak 6 ml larutan sample 10.000 ppm dimasukkan ke dalam 5 labu ukur. Kemudian ke dalam masing-masing labu ukur dimasukkan larutan baku sebanyak 0 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, dan 8 ml. Setelah baku dimasukkan kemudian di add aquadest hingga batas labu ukur masing-masing yaitu 20 ml. Kemudian dilakukan perhitungan absorbansi pada panjang gelombang maximum 245 nm. Langkah terakhir adalah diplotkan data dan dihitung kadar dari Difenhidramin HCl.
                   

VI.              DATA PENGAMATAN

Absorbansi Larutan Standar Adisi dengan variasi voulmr standar
Sample
Baku
Aquadest
Absorbansi
6 ml
0 ml
14 ml
0.540033
6 ml
2 ml
12 ml
0.586433
6 ml
4 ml
10 ml
0.5695
6 ml
6 ml
8 ml
0.6054
6 ml
8 ml
6 ml
0.6485

Kurva Standar Adisi

            r = 0.9579
            a = 0.01179505
            b = 0.5479113
            y = ax + b
y = 0.01179505 x + 0.5479113



VII.           PERHITUNGAN

-         Jumlah tablet = 20 tablet (Otede – Difenhidramin HCl 50 mg)
            Berat total tablet = 5208.2 mg
            Berat tiap tablet = = 260.5 mg

-         Jumlah zat yang ditimbang = 500 mg
Berat zat aktif Difenhidramin HCl
           
-         Konsentrasi obat awal
           
-         Pengenceran Larutan Standar Adisi
           
           
           
Jadi sampel (10,000 ppm) yang dimasukkan adalah 6 ml untuk memperoleh konsentrasi larutan standar adisi 3000 ppm (konsentrasi yang diharapkan setelah optimasi dengan rentang absorbansi 0,2-0,8).

-         Kadar Difenhidramin HCl yang seharusnya
           

-         Perhitungan Kadar Sample
           
                 =
                = 1548, 42 ppm

            % = (1548.42/1919.4) X 100% = 80.67%


VIII.        PEMBAHASAN

Praktikum berjudul “Analisis Difenhidramin HCl Sediaan Obat Di Pasaran Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis” ini bertujuan untuk menentukan kadar difenhidramin HCl dalam sediaan obat yang di pasaran dengan metode spektrofotometri. Sediaan obat yang dipakai dalam analisis adalah tablet difenhidramin HCl dengan merek “Otede” . Prinsip dari analisis sampel adalah pengukuran difenhidramin HCl pada panjang gelombang maksimum yang ditentukan yaitu 245 nm, setelah larutan sampel yang mengandung difenhidramin HCl dilakukan pengenceran. Penentuan difenhidramin HCl dibagi menjadi beberapa tahapan. Tahapan tersebut antara lain pembuatan larutan baku, pengenceran larutan sampel, pembuatan larutan standar adisi dan pengukuran dengan spektrofotometer UV. Prinsip kerja spektrofotometer adalah menggunakan instrumen obat atau molekul dengan radiasi elektromagnetik, yang energinya sesuai. Interaksi tersebut akan meningkatkan energi potensi elektron pada tingkat aksitan. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada suatu macam gugus maka akan terjadi suatu absorbsi yang merupakan garis spektrum.
Metoda spektrofotometri uv-vis adalah salah satu metoda analisis kimia untuk menentukan unsur, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Analisis secara kualitatif berdasarkan pada panjang gelombang yang ditunjukkan oleh puncak spektrum (190 nm s/d 900 nm), sedangkan analisis secara kuantitatif berdasarkan pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media. Intensitas ini sangat tergantung pada tebal tipisnya media dan konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut. Metode yang dipakai dalam analisis kali ini adalah metode standar adisi. Metode ini digunakan untuk analit dalam matriks yang kompleks, yg mengakibatkan terjadinya interferensi dalam respon instrumen (RI). Contohnya antara lain darah, sedimen,serum, dll. Metode ini sering disebut juga sebagai metode SPIKING. Respon dari instrument harus merupakan fungsi linear dari konsentrasi analit terhadap interval konsentrasi dan jugaharus tidak mempunyai intersep.
Pada umumnya metode adisi standar digunakan ketika hanya beberapa sampel yang akandianalisis dalam matriks kompleks. Metode ini telah digunakan secara luas dalam kimiaelektroanalitik untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat daripada menggunakan kurva kalibrasi. Karena larutan yang tidak diketahui dan larutan standar diukur dalam kondisi yangsama, teknik voltametrik sensitif maktriks seperti anodic stripping voltammetry bergantung secara khusus pada adisi standar untuk hasil yang kuantitatif. Absorpsi atomik dan spektrofotometri emisi api menggunakan metode ini dengan sampel matriks kompleks, dimana viskositas, tegangan permukaan, pengaruh api, dan sifat lain dari larutan sampel tidak dapat secara akurat di dihasilkan dalam larutan kalibrasi. Hasil dari adisi standar dapat jugamenyediakan cara (alat) sistematis untuk mengidentifikasi sumber eror dalam analisis, sepertikekurangan uji reagen, kerusakan instrument, atau larutan standar yang tidak akurat.
Larutan standar A difenhidramin HCl dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5 mg difenhidramin HCl murni kemudian melarutkannya dengan aquadest kemudian menambahkan aquadest sampai tanda tera pada labu ukur 25 mL. larutan ini mengandung 200 ppm difenhidramin HCl.
Selanjutnya adalah pembuatan larutan sampel. Larutan sampel dibuat dengan menggerus 20 tablet sampel obat. Kemudian ditimbang sebanyak 500 mg serbuk, dilarutkan dalam 50 ml aquadest, dan diencerkan konsentrasinya menjadi 30.000 ppm. Prosedur berikutnya adalah pembuatan larutan standar adisi. Diawali dengan memipet larutan standar sampel 100.000 ppm sebanyak 6 ml, kemudian dimasukkan masing-masing kedalam 5 labu ukur 20 ml yang berbeda. Kedalam masing-masing labu ukur yang berisi larutan sampel tersebut ditambahkan larutan baku sebanyak 0 ml, 2 ml, 4, ml, 6 ml, dan 8 ml. masing-masing labu ukur ditambahkan aquadest ad 20 ml, Setelah itu langkah selanjutnya yang dilakukan dalam percobaan ini adalah memilih panjang gelombang maksimum. Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri biasanya dilakukan pada suatu panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum karena konsentrasi besar terletak pada titik ini, artinya serapan larutan encer masih terdeteksi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 245 nm, karena pada panjang gelombang 245 nm, gugus kromofor pada senyawa difenhidramin HCl memberikan serapan, sehingga dapat dilihat hasil nya berupa output absorbansi pada alat spektrofotometer.   
Panjang gelombang maksimum ini bertujuan agar zat-zat yang mengganggu tidak ikut terserap ataupun memberikan serapan, dalam hal ini yang akan memberikan serapan hanya senyawa yang dianalisis (difenhidramin HCl) sedangkan senyawa lain tidak boleh memberikan serapan. Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri biasanya dilakukan pada suatu panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum karena konsentrasi besar pada titik ini, artinya serapan larutan encer masih terdeteksi.Sebelumnya, dilakukan dulu analisis terhadap blanko sampel. Blanko dibuat untuk mengetahui besarnya serapan yang disebabkan oleh zat yang bukan analat, baik hanya pelarut untuk melarutkan atau mengencerkan ataupun pelarut dan pereaksi tertentu yang ditambahkan. Selisih nilai serapan analat (Aa) dengan nilai serapan blanko (Ab) menunjukan serapan yang disebabkan oleh komponen alat. Data yang didapat kemudian diplot dan dihitung kadar sampel nya.
Selanjutnya dibuat kurva standar adisi berdasarkan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis sampel difenhidramin HCl tersebut. Dibuat kurva standar adisi dengan sumbu x mewakili volume, sedangkan sumbu y nya adalah absorbansi. Kurva standar adisi yang terbentuk adalah seperti yang disajikan dalam grafik berikut:
Regresi(r)             : 0,9579
Slope (a)             : 0,01179505
Intercept(b)          : 0,5479113, bila y: ax+b maka
persamaan linearnya adalah y = 0,01179505x + 0,5479113
Setelah persamaan garis diperoleh maka kadar difenhidramin HCl dapat dihitung. Pengukuran konsentrasi obat dalam sampel berdasarkan hukum lambert-beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan, yaitu : Sinar yang digunakan dianggap monokromatis; penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama; senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut; tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi ; serta indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
Regresi linear (r) yaitu 0,9579,  menunjukkan bahwa hasil analisis ini mempunyai ketelitian yang kurang baik dan tidak presisi. Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh :
1.      Kesalahan dalam penempatan sampel.
2.      Kurang teliti dalam melakukan pengenceran sampel.
3.      Alat dan bahan kurang steril dan telah terkontaminasi.
Hasil regresi linear yang tidak akurat tersebut akan berpengaruh pada hasil perhitungan kadar sampel obat difenhidramin HCl tersebut.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar sampel obat difenhidramin HCl berdasarkan kurva hasil standar adisi. Perhitungan kadar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus
Dengan : Cx = Konsentrasi sampel
                 b = Intercept(b) : 0,5479113
                 m = Slope (a) : 0,01179505
                 Vx = volume sampel
Setelah didapat hasil konsentrasi sampel, kemudian dihitung % kadar sampel difenhidramin HCl yang dianalisis. Hasilnya ternyata adalah sebesar 80,67%. Hasil tersebut dibawah hasil yang seharusnya ditetapkan dalam farmakope Indonesia, yaitu 90-110%. Hal ini membuktikan bahwa analisis yang dilakukan terhadap sampel difenhidramin HCl pada sediaan obat yang ada di pasaran kurang akurat. Karena kadar difenhidramin HCl dalam sediaan obat yang beredar dipasaran haruslah ada pada rentang 90-110%, karena jika tidak memenuhi kriteria tersebut, obat tidak boleh dilempar ke pasaran.
Persentase kadar sampel difenhidramin hasil perhitungan tersebut dipengaruhi oleh kurva standar adisi yang tidak linear. Persamaan garis yang tidak linear menyebabkan perhitungan kadar sampel tidak akurat. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah kekurangcermatan dalam pembuatan larutan sampel maupun baku difenhidramin HCl yang memungkinkan tidak terdistribusinya serbuk secara merata pada larutan sehingga menyebabkan konsentrasi difenhidramin HCl yang dianalisis tidak sesuai dengan kadar sebenarnya. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh adanya kontaminan seperti matriks dalam tablet yaitu pengikat, pelincir, dan sebagainya, ikut memberikan serapan pada panjang gelombang pengukuran sehingga mempengaruhi absorbansi difenhidramin HCl.


IX.              KESIMPULAN
1.      Kadar difenhidramin HCl pada sediaan obat “Otede” dapat ditentukan secara kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV pada panjang gelombang 245 nm. Konsentrasi sampel tablet difenhidramin HCl adalah adalah 80,67%.





DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana P., Ph.D. Erlangga. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.  Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Khopkar S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.
Sanbe, 2012. Otede. Tersedia di http://m.medicastore.com/index.php?mod= obat&id=4427 (diakses pada tanggal 1 Mei 2013).

Yoky, E, S. 2009. Spektrofotometri. Available online at: http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_analisis/spektrofotometri/ (diakses pada tanggal 1 Mei 2013).





Mohon Maaf, Artikel Ini Tidak Bisa di-COPAS, Silakan Download Link Dibawah Ini :