Pages

Pages

Tuesday, June 4, 2013

Laporan Praktikum Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Zink Oksida | Analisis Farmasi


Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Zink Oksida
Menggunakan Metode Titrasi Nitrimetri




I.         Tujuan
Melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa zink okisda menggunakan metode titrasi kompleksometri.

II.      Prinsip
Melakukan reaksi pengkomplekan logam zink oksida dengan menggunakan EDTA dan indicator xylenol jingga. Zink oksida yang sebelumnya terikat dengan indicator akan terleas dan mengikat EDTA Karena konstanta pembentukan kompleks antara Zn dan EDTA lebih besar daripada Zn-Xylenol jingga.

III.   Reaksi

Zn2+ HIn2-(biru)  ZnIn-(merah)  +  H+
(seng) (EDTA) (sengEDTA) (hidrogen)

Zn In-(merah aggur)+ Hy-3 ZnY-2+ HIn2(biru)
(seng EDTA) (hidrogen) (seng EDTA) (hidrogen EDTA

(Ira, 2007)

  
IV.    Tinjauan Pustaka

Dalam analisis suatu zat kimia digunakan berbagai macam metode.Salah satu metode yang di pakai untuk penetapan kadar logam adalah Kompleksometri. Metode ini didasarkan atas pembentukan senyawa komplek antara logam dengan zat pembentuk komplek. Sebagai zat pembentukkompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garamdinatrium etilen diamina tetra asetat (dinatrium EDTA). ( gholib, 2007)
Kestabilan dari senyawa komplek yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, sehingga titrasi harus dilakukan pada pH tertentu.Untuk menetapkan titik akhir titrasi (TAT) digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus lebih lemah daripada ikatan kompleks atau larutan titer dan ion logam. Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator. Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah kalkon, asam kalkon karboksilat, hitam eriokrom-T dan jingga xilenol. Untuk logam yang dengan cepat dapat membentuk senyawa kompleks pada umumnya titrasi dilakukan secara langsung, sedang yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali (Khopkar, 1990)
Seng merupakan salah satu logam yang membentuk senyawa komplek dimana penetapan kadar seng menurut Farmakope Indonesia edisi III ditetapkan secara kompleksometri menggunakan dapar amonia ammonium klorida (pH dapar ± 9-10), ditambah indikator EBT dan di titrasi dengan Na2 EDTA (Farmakope Indonesia Edisi III, 1979).
Senyawa EDTA dapat membentuk suatu komplek yang mantap dengan hampir semua logam sehingga EDTA merupakan ligand yang tidak selektif. Dalam suasana yang agak asam dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan kompleks logam sehingga terbentuk kompleks baru.
Faktor-faktor yang membuat EDTA dipilih sebagai titrimitri antara lain :
1.      Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan logam.
2.      Kestabilan dalam pembentukan kelat sangat baik dan konstan sehingga reaksi sempurna (kecuali dengan logam alkali).
3.      Bereaksi cepat dengan banyak jenis ion.
4.      Mudah diperoleh dan telah dikembangkan indikatornya.
(Khopkar, 1990)
Untuk mendapatkan atau mendeteksi titik akhir titrasi diperlukan indicator zat warna yang dapat ditambahkan sebelum memulai prosedur titrasi antara lain misalnya :
1.      Mureksida
Garam ammonium asam purpurat dan anionnya mempunyai warna ungu kemerahan di PH 9 – 11 dan biru di PH diatas 11.
2.      Biru tua salokrom
Tiotrasi dilakukan pada ph kira-kira 12.3 dan menunjukkan perubahan warna dari merah jambu menjadi biru murni.
3.      Hitam solokrom
Nama lainnya dalah eriocrhome black T, perubhana warna terjadi pada PH 8-10. Warna yang ditunjukkan adalah dari biru menjadi merah anggur. Titrasi umumnya dilakukan pada PH 10 karena pada PH 5 atau PH 12 perubahan warna sulit diamati.
4.      Jingga xylenol
Warnanya kuning sitrun pada suasana asam dan berwarna merah pada suasana alkalis. Digunakan sebagai indicator pada kondisi asam (Ira,2007)
            Macam-macam titrasi kompleksometri :
1.      Titrasi Langsung
Titrasi paling sederhana antara EDTA dengan analit menggunakan suasana PH yang diatur dengan buffer dan indicator yang sesuai.
2.      Titrasi kembali
Titrasi kelebihan EDTA dengan baku logam.
3.      Titrasi substitusi
Titrasi dengan menambahkan logam lain untuk kesulitan titrasi dimana kompleks logam-indikator sukar dilepas.
4.      Titrasi tidak langsung
5.      Titrasi alkalimetri
(gholib,2007)
Berikut adalah monografi dari Zinc Oxide    :
Pemerian    : Serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih kekuningan, tidak berbau, lambat laun akan menyerap karbondioksida dari udara .
Kelarutan    : tidak larut dalam air, dan etanol. Larut dalam asam mineral encer dan alkali hidroksida.
Fungsi         :  Antiseptikum lokal
(Farmakope indonseia III, 637-1979)


V.       Alat dan Bahan

A.     Alat
Beaker glass
Buret
Erlenmeyer
Gelas ukur
Spatel
Timbangan analitik

B.     Bahan
Aquadest
Ammonia
Asam asetat glasial
Asam klorida
Dinatrium edetas
EBT
Magnesium sulfat
Sampel Zink oksida
Xylenol jingga



VI. Prosedur

1. Kualitatif
1. Organoleptis
Padatan ZnO diidentifikasi secara organoleptis, yaitu bentuk, warna, bau, dan rasa.
2. Uji Kelarutan
Sejumlah ZnO padat dilarutkan dengan aquadest, diamati kelarutannya
3. Pemanasan
Sejumlah ZnO padat di spatel dipanaskan dengan api langsung, diamati perubahan warnanya. Kemudian api dimatikan, diamati perubahan warnanya.
4. Penambahan NaOH
Sejumlah ZnO padat dilarutkan dengan sedikit larutan NaOH, diamati perubahan yang terjadi. Kemudian ditambahkan larutan NaOH berlebih, diamati perubahannya.
5. Penambahan Amonia
Sejumlah ZnO padat dilarutkan dengan sedikit larutan amonia, diamati perubahan yang terjadi. Kemudian ditambahkan larutan amonia berlebih, diamati perubahannya.

2. Kuantitatif
1. Pembuatan Larutan Dapar Salmiak
6.75 gram ammonium klorida dilarutkan dalam 65 ml ammonium hidroksida 25 %, kemudian atur PH dengan asam asetat glasial menjadi PH 5 lalu add hingga 100 ml dengan aquadest.
2. Pembuatan Larutan EDTA 0,05 M
Sebanyak 1 gram EDTA dilarutkan dalam aquadest dan encerkan menjadi 1 Liter. Larutan disimpan dan ditutup rapat
3.  Standarisasi larutan EDTA 0,05 M
Sebanyak 0,6 gram MgSO4 ditimbang dan dilarutkan dalam 50 ml aquadest, dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 ml. Selanjutnya sebanyak 10 ml EDTA dipipet ke dalam labu erlenmeyer, dan ditambahkan 1,5 ml buffer salmiak. Kemudian ke dalam labu erlenmeyer ditambahkan indikator EBT hingga berwarna biru. Larutan dititrasi dengan MgSO4 hingga berwarna pink muda
4. Penetapan kadar ZnO
Sebanyak 500 mg ZnO ditimbang, dan dilarutkan dalam 10 ml HCl 4 N. Larutan dinetralkan dengan amonia. Kemudia dipipet sebanyak 10 ml sampel dan dimasukkan kedalam labu erlenmeyer. Larutan ditambahkan buffer salmiak sebanyak 4 ml. Ke dalam labu erlenmeyer ditambahkan indikator jingga xylenol hingga berwarna ungu. Larutan dititrasi dengan EDTA hingga berwarna kuning muda.


VII. Data Pengamatan dan Perhitungan

Kualitatif

Zat
Perlakuan
Hasil
Gambar
ZnO
Organoleptis

Serbuk Putih
Rasa Hambar

ZnO
Uji Kelarutan
+ Aquadest
Tidak Larut

ZnO
Pemanasan

Didiamkan
Putih berubah menjadi kuning
Warna kuning hilang
ZnO
+ NaOH cair










+ NaOH berlebih
Terbentuk endapan putih














Endapan larut kembali




ZnO
+ Ammonia cair






+ Ammonia berlebih
Terbentuk endapan putih






Endapan larut kembali







Kuantitatif
1. Standarisasi EDTA




  
  Sebelum Titrasi                                         Setelah Titrasi

Volume Analit
Volume Titran
10 ml
10,3 ml
10 ml
10,5 ml
Rata-Rata
10,4 ml

Perhitungan Molaritas :
V1 x M1 = V2 x M2
        10,4 x 0,05 = 10 x M2
         M2 = 0,052 M


2. Penetapan Kadar ZnO
           

            Sebelum Titrasi                                  Setelah Titrasi


Volume Analit
Volume Titran
10 ml
0,4 ml
10 ml
0,5 ml

I. Perhitungan Molaritas
V1xM1 = V2xM2
10xM1 = 0,4x0,052
M1 = 0,0028 M

Kadar ZnO = 0,0028 x 40,37
                   = 0,11 gram x 100% = 22%
                        0,5

II. Perhitungan Molaritas
V1xM1 = V2xM2
10xM1 = 0,5x0,052
M1 = 0,0026 M

Kadar ZnO = 0,0026 x 40,37 x 100% = 20,9%
                        0,5 gram

Rata-Rata = 22 + 20,9 = 21,45%
                          2


VIII.  Pembahasan

            Praktikum ini bertujuan untuk melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa zink oksida dalam suatu sampel. Identifikasi senyawa berarti pemeriksaan senyawa secara kualitatif yang dilakukan dengan prinsip-prinsip uji organoleptis, pengujian kelarutan serta uji spesifik anion-kation.
            Pengujian kualitatif yang dilakukan untik identifikasi zionk oksida antara lain adalah :
1.      Pengujian organoleptis
Pengujian ini dilakukan dengan memeriksa karakter fisik dari sampel berupa tekstur, warna, bau dan rasa. Zink oksida tidak mempunyai bau dan rasa, warnanya putih dan teksturnya halus. Serbuk ini menyerap karbondioksida diudara sehingga dapat terjadi proses oksidasi, ditandai dengan perubahan warna menjadi kekuningan yang dapat terjadi dalam waktu yang lama jika dibiarkan kontak dengan udara terbuka.
2.      Pemanasan
Pengujian ini dilakukan dengan memanaskan sejumlah sampel zink oksida dengan menggunakan api. Seperti yang kita ketahui, pembakaran akan menimbulkan zat karbondioksida sedangkan sifat zenyawa zink oksida dapat menyerap karbondioksida dan mengakibatkan suatu proses oksidasi yang menyebabkan warnaya menjadi kekuningan. Namun reaksi ini anya sementra karena jika dibiarkan, maka terjadi reaksis revesibel yang mengembalikan warna zink oksida menjasi putih seperti semula.
3.      Pengujian NaOH dan Ammonia
Pengujian ini prinsip pengamatannya adalah dengan melihat prubahan zink oksida yang sebelumnya tidak larut menjadi larut. Prinsip yang diketahui melandasi pengujian ini adalah kelarutan dan keasam-basaan. Kelarutan merupakan suatu bentuk ketetapan yang menggambarkan jumlah pelarut yang diperlukan untuk dapat malarutkan sejumlah 1 gram zat yang akan dilarutkan. Prosedur pengujian adalah memberikan sejumlah volume NaOH dan Ammonia yang akan menyebabkan zink oksida mengendap, sedangkan pemberian kedua pelarut secara berlebihan kemudian menyababkan sampel menjadi larut. Hal ini disebabkan oleh syarat kelarutan zink oksida pada kedua pelarut telah terpenuhi. Seperti yang tertera pada farmakope bahwa parameter dan standar kelarutan dijelaskan sebagai :
Sangat mudah larut       : kurang dari satu baguan pelarut
Mudah larut                  : 1- 10 bagian pelarut
Larut                            : 10 – 30 bagian pelarut
Agak sukar larut           : 30 – 100 bagian pelarut
Sukar larut                    : 100 – 1000 bagian pelarut
Sangat sukar larut         : 1000 - 10.000 bagian pelarut
Tidak larut                    : > 10.000 bagian pelarut
Sedangkan faktor lainya adalah PH, suasan asam atau basa dapat mempengaruhi kelebihan, pemberian kedua jenis pelarut Natrim idroksida dan ammonia secara berlebi tentunya menambah kebasaan dan melarutkan zink oksida dalam suasana basa yang cukup.
            Pengujian kualitatif yang telah dilakukan mengisyaratkan bahwa sampel yang tersedia adala benar-benar senyawa zink oksida.
            Pengujian kuantitatif untuk penetapan kadar dilakukan dengan metode titrasi kompleksometri dengan menggunakan titran pengkompleks atau ligand berupa dinatrium edetas atau EDTA dan indicator xylenol jingga dengan dapar PH 5 salmiak.
            Pembuatan dapar salmiak PH 5 dilakukan dengan melarutkan (6.75) gram senyawa ammonium klorida dalam 65 ml ammonium hidroksida. kemudian PH diatur dengan menambahkan perlahan asam asetat glasial hingga PH mencapai 5 ( di cek dengan PHmeter)  kemudian di add hingga 100 ml ml dengan aquadest. Dapar salmiak diguanakan untuk mendapatkan suasana asam PH 5 untuk titrasi kompleksometri analit zink oksida.
            EDTAyang akan digunakan terlebih dahulu dititrasi dengan magnesium sulfat sebagai standarisasi sehigga normalitas sebenarnya dapat diketahui. Titrasi yang digunakan merupakan titrasi kompleksometri dengan menggunakan indicator EBT seingga buffer yang digunakan adalah buffer salmiak PH 10.
            Setelah didapatkan bahwa normalitas EDTA adalah 0.05 N maka dilakukan titrasi penetapan kadar terhadap zink oksida. Zink oksida dilarutkan dalam HCL dan dinetralkan dengan ammonia, kemudian didapar dengan dapar PH 5. PH 5 dipilih karena indicator xylenol jingga yang dipakai hanya bekerja pada PH asam.
            Setelah titrasi dilakukan maka didapatkan bahwa kadar zink oksida adalah sekitar 20 % namun ternyata kadar yang didapat ini tidak benar sehingga kemungkinan terdapat kesalahan-kesalahan dalam prosedur antara lain :
1.      Pembuatan buffer tidak sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga PH tidak mendukung perubahan warna indicator secara benar dan terjadi kesalahan pengamatan, pada percobaan perubahan warna terjadi dari merah anggur ke orange hal ini berarti PH didalam analit sebelum titrasi adalah basa sedangkan harusnya adalah asam.
2.      Kekeliruan pada volume pelarutan sampel pada saat rosedur preparasi sehingga pada perhitungan, data yang didapatkan dan menjadi variable dalam perhitungan berbeda dengan yang seharusnya didapat dan menjadikan perhitungan keliru.
3.      Terjadi reaksi pada sampel seperti troksidasi sehigga sampel rusak dan kurang sensitive pada penambahan titran sehingga volume yang didpat tidak sesuai dengan yang seharusnya didapatkan.
4.      Adanya kontaminasi logam lain dalam analit atau penetralan analit yang tidak benar sehingga mempengaruhi kebutuhan terhadap volume titran yang digunakan.


IX.  Kesimpulan
           Uji kualitatif membuktikan bahwa sampel yang diuji adalah zink oksida dengan kriteria yang sesuai. Sedangkan penetapan kadar menggunakan titrasi kompleksometri belum berhasil dilakukan karena    hasil kadar 20 % yang didapatkan ternyata belum tepat.
           





DAFTAR PUSTAKA

Basset, J, 1994. Vogel Kimia Analisis Kuatitatif Anorganik, Buku    KedokteranEGC, yogyakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemaen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

 Gholib, 2007. Ibnu,Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Ira, Sarah.2007. titrasi kompleksometri.available online at http : www. Scribd.com. [ day accessed: march 29th 2013]

Khopkar, 1990. konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia, Jakarta.