Pages

Pages

Thursday, June 13, 2013

Laporan Praktikum Penentuan Kadar Glukosa Metode GOD-PAP Trinder - Biokimia Klinik





I.              Tujuan
1.        Menyiapakan pasien untuk pemeriksaan glukosa darah
2.        Menginterprestasikan hasil laboratorium yang diperoleh.


II.           Prinsip
Metode GOD-PAP/ Trinde
Glukosa diukur kadarnya setelah dioksidasi secara enzimatis mengguunakan enzim GOD atau glukosa oksidase. Peroksida (H2O2) yang terbentuk kemudian bereaksi dengan fenol dan 4-aminokuinon dengan katalis enzim peroksidase (POD) yang membentuk kuinonimin. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar glukosa dalam sampel.

III.        Teori Dasar
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (Khomsah, 2008). Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut (Khomsah, 2008).

Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:
1.        Diabetes Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus [IDDM])
2.    Diabetes tipe II (Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]),
3.        Diabetes Melitus tipe lain
4.        Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus [GDM]) (Cyber Nurse, 2009).

Patofisiologi Diabetes Melitus
1.        Diabetes Tipe I
          Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel b pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan) (Brunner & Suddarth, 2002).
          Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner & Suddarth, 2002).
2.        Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner & Suddarth, 2002).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel b tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Brunner & Suddarth, 2002).
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Brunner & Suddarth, 2002).
3.        Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal (Brunner & Suddarth, 2002).

Persiapan pasien secara umum
Berbagai persiapan penderita yang perlu diberitahukan secara baik dan mendetail pada penderita antara lain :
1.        Persiapan pasien untuk pengambilan spesimen pada keadaan basal/dasar :

  •          Untuk pemeriksaan tertentu pasien harus puasa selama 8-12 jam sebelum diambil darah.
  •          Glukosa Puasa, TTG (Tes Toleransi Glukosa), Glukosa kurva harian, Asam Urat,
  •          VMA, Renin (PRA) 
  •          Trigliserida, Gastrin, Aldosteron, Homocystine, Lp (a), PTH Intact Puasa 12 jam
  •          Apo AB dan Apo B Dianjurkan Puasa 12 jam
2.        Pengambilan spesimen sebaiknya pagi hari antara pukul 07.00 – 09.00.
3.        Menghindari obat-obatan sebelum spesimen di ambil

  •          Untuk pemeriksaan dengan spesimen darah, tidak minum obat 4-24 jam sebelum pengambilan specimen
  •          Untuk pemeriksaan dengan spesimen darah, tidak minum obat 48-42 jam sebelum pengambilan darah
  •          Apabila pemberian pengobatan tidak memungkinkan untuk di hentikan, harus di informasikan kepada petugas laboratorium
4.        Menghindari aktifitasfisik/olahraga sebelum spesimen di ambil.
Aktifitas fisik berlebihan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada komponen darah dan spesimen lain, sehingga dapat mempengaruhi ke paramater yang akan diperiksa.
5.        Memperhatikan efek postur.
Untuk menormalkan keseimbangan cairan tubuh dari pisisi berdiri ke pisisi duduk, dianjurkan pasien duduk tenang sekurang-kurangnya 15 menit sebelum di ambil darah.
6.        Memperhatikan variasi diurnal ( perubahan kadar analit sepanjang hari)
Pemeriksaan yang di pengaruhi variasi diurnal perlu di perhatikan waktu pengambilan darahnya, antara lain pemeriksaan ACTH, renin dan aldosteron (Pfizer, 2010).



IV.         Alat dan Bahan

A.     Alat
1.         Kuvet
2.         Pipet piston
3.         Spektrofotometer

B.     Bahan
1.         Larutan Reagensia (GOD-PAP + Buffer)
a.         GOD-PAP : 4-aminofenazon + peroksidase + glukosa oksidase
b.        Buffer : buffer fosfat + fenol
2.         Larutan sampel (serum)
3.         Larutan standar (larutan glukosa 5,55 mmol/Liter)






V.            Prosedur
Sampel serum dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian sampel dipipet menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam kuvet yang telah disiapkan, dengan ketentuan sebagai berikut:
Kuvet
Blangko (µl)
Standar (µl)
Sampel (µl)
Larutan serum
-
-
10
Larutan standar
-
10
-
Aquadest
10
-
-
Reagensia
1000
1000
1000

Masing-masing larutan dalam kuvet dicampurkan dan diinkubasikan selama 20’ dalam suhu ruangan (37°C). Setelah diinkubasi, kuvet yang berisi larutan-larutan di atas dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer dan dibaca absorbansinya kemudian hasilnya dianalisis. Prosedur tersebut dilakukan secara dulpo.
Keterangan:
·   Larutan standar dan reagen merupakan larutan yang dijual secara umum dan telah siap digunakan.
·  Larutan sampel merupakan larutan yang berasal dari hasil sentrifugasi darah untuk memisahkan plasma darah dari zat-zat lain di dalam darah.



VI.         Data Pengamatan dan Perhitungan

Tabel 1. Absorbansi sampel
No
A Standar
A Sample 1
A Sample 2
Rata Rata
1
0.0290
0.1700
0.1620
0.1660
2
0.0290
0.2050
0.1810
0.1930
3
0.0290
0.0670
0.0760
0.0715
  


VII.      Pembahasan
Pada praktikum sebelumnya,  dilakukan prosedur untuk pengujian kadar glukosa darah dengan metode GOD-PAP. Metode GOD-PAP itu sendiri merupakan suatu metode yang prinsipnya berdasarkan reaksi antara sisa hidrogen peroksida dengan aseptor oksigen seperti amonofenazon. Seperti yang kita ketahui, hidrogen peroksida adalah produk lain terbentuk dari hasil perombakan glukosa menjadi asam glukonat dengan katalisasi enzim glukosidase. Hidrogen peroksida yang terbentuk adalah sebanding dengan glukosa yang menjadi prekursor awalnya. Kemudian dengan menambahkan aseptor oksigen kedalam reaksinya, dalam hal ini aminofenazon, kadar glukosa dapat diukur dengan melihat reaksi yang terjadi pada hidrogen peroksida yang dikatalisasi enzim peroksidase, pengamatan dibantu oleh indikator merah-violet.
Terdapat empat macam perlakuan untuk  menetapkan kadar glukosa, yaitu pemeriksaan sewaktu, pemeriksaan setelah makan (postpradial), pemeriksaan saat puasa, dan pemeriksaan setiap 3 bulan. Pemeriksaan yang dilakukan pada praktikum sebelumnya adalah jenis pemeriksaan sewaktu, karena pemeriksaan yang dilakukan tidak memperhatikan kondisi pasien setelah makan atau sedang tidak mengonsumsi makanan (fasting). Pemeriksaan sewaktu digunakan untuk memeriksa kadar glukosa darah saat diperiksa dan diambil sampelnya. Pemeriksaan sewaktu berbeda dengan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya, karena pemeriksaan sewaktu hanya dapat melihat bagaimana kerja daripada kerja insulin pada saat itu juga. Sedangkan pemeriksaan untuk pemeriksaan post pradial, dan puasa digunakan untuk melihat kerja insulin pada metabolisme glukosa untuk dibandingkan dengan satu sama lainnya. Pemeriksaan tiga bulan dapat dilakukan untuk memeriksa dan mengontrol kerja insulin terhadap kadar glukosa. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil darah pasien melalui pembuluh darah vena, tepat nya pembuluh darah vena yang terdapat pada tekukan siku tangan kiri. Darah yang diambil adalah sebanyak 3 ml, kemudian dipisahkan plasma dengan serumnya dengan metode sentrifugasi.
Plasma darah yang telah terpisah kemudian diambil, dipreparasi untuk kemudian ditambahkan reagen yang mengandung enzim GOD, aminofenazon dan indikator. Standar dan blanko juga disiapkan untuk perbandingan, standar terdiri dari larutan glukosa, sedangkan blankonya adalah reagen didalam nya. Preparat sampel disiapkan secara kuantitatif dengan menggunakan mikropipet dengan volume yang telah ditentukan, yaitu :
a.         Sampel terdiri dari    : 100 μL sampel + reagen ad 1000 μL
b.        Blanko terdiri dari    : reagen 1000 μL
c.         Standar terdiri dari   : 100 μL larutan standar + reagen ad 1000 μL
Pengukuran sampel, blanko, dan standar dilakukan dengan instrumen spektrofotometer UV-Vis sebanyaka dua kali (duplo) pada panjang gelombang 546 nm sehingga nantinya akan didapatkan data berupa absorbansi sampel. Hal yang harus diperhatikan disini adalah bahwa cara memegang kuvet, harus pada bagian kuvet yang buram, karena jika dipegang pada bagian bening kuvetnya, maka dikhawatirkan akan mengganggu absorbansi disebabkan adanya protein yang mungkin tertinggal pada kuvet.
SpektrofotometerUV-Vis terletak pada daerah ultra violet dan sinar tampak dengan rentang panjang gelombang dari 380 nm sampai dengan 780 nm, atau 400 nm sampai dengan 800 nm. Konsentrasi suatu senyawa dapat diukur pada panjang gelombang maksimum yang ditentukan dan memberikan hasil absorbansi tertentu juga.Berdasarkan teori dasar, rentang 250~600 nm merupakan transisi electron  ŋ→π*,  panjang gelombang digunakan 505 nm berarti pada larutan standard dan sampel percobaan molekul mengalami transisi electron  ŋ→π* pada saat penyinaran. Berdasarkan teori dasar yang tercantum gugus yang mengalami transisi electron  ŋ→π* ialah gugus karboksilat, yang terdapat pada sampel (serum) yaitu gugus karboksilat berasal dari hasil reaksi dasar oksidasi glukosa yang menghasilkan senyawa gugus fungsi asam karboksilat.
Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimum 546 nm karena pada panjang gelombang ini, hasilnya akan terdeteksi, sesuai dengan teori, bahwa hasil yang terjadi adalah warna merah-violet. Tujuan penetapan panjang gelombang maksimum yaitu untuk mengetahui panjang gelombang yang merupakan serapan terbesar, yaitu pada saat senyawa berwarna yang terbentuk telah optimum, sehingga diperoleh kepekaan yang maksimum. Serapan dibaca pada panjang gelombang 500nm sesuai dengan panjang gelombang reagen GOD-PAP.
Parameter stabil yaitu jika pada waktu tertentu lerutan menunjukkan serapan yang bernilai sama berturut-turut. GOD-PAP merupakan enzim yang memerlukan waktu tertentu untuk bereaksi optimum, sehingga dibutuhkan waktu inkubasi. Jika waktu inkubasi kurang dari waktu inkubasi optimum / operating time-nya, maka enzim tidak akan bereaksi sempurna.  Sedangkan apabila waktu inkubasi lebih dari waktu inkubasi optimum / operating time, maka senyawa yang terbentuk akan terdegradasi.Hasil absorbansi yang telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar dengan sumbu x merupakan panjang gelombang, dan sumbu y merupakan absorbansi (A) sehingga dapat diperoleh kadar glukosanya.
Sebelum melakukan pengukuran absorbansi serum sampel pada spektrofotometer, dilakukan pengukuran terlebih dahulu untuk baku. Tujuan pengukuran baku ini untuk melihat apakah reagen yang dipakai murni atau tidak terkontaminasi oleh zat lain.
Kemudian, dilakukan pengukuran terhadap larutan standar. Konsentrasi larutan standar yang digunakan adalah sebesar 5.55 mmol/L atau 100 mg/dl. Adapun batasan nilai normal konsentrasi glukosa standar yakni dari skala 60-110 mg/dl atau 3,3-6,10 mmol/l. Larutan standar berisi 0.01 ml standar dan 1 ml reagen (buffer dan GOD-PAP).
Absorbansi dapat diukur karena pada pengukuran glukosa metode GOD – PAP dihasilkan suatu derivat senyawa 4 – (-p-benzoquinone-mono-imino) fenazon yang berwarna merah violet. Hasil absorbansi untuk larutan standar adalah sebesar 0.029.
Adapun hasil absorbansi pada sampel yang diuji oleh kelompok 1 nilainya bervariasi karena dilakukan secara duplo yakni 0.170 dan 0.162. Rata-rata nilai absorbansi sampel adalah 0.166. Hasil absorbansi sampel yang diuji oleh kelompok 2 adalah 0.205 dan 0.181 dengan nilai rata – rata sebesar 0.193. Dan hasil absorbansi sampel yang diuji oleh kelompok 3 adalah 0.067 dan 0.076 dengan rata – rata sebesar 0.0715.
Setelah dilakukan pemeriksaan nilai absorbansi terhadap sampel, maka selanjutnya dilakukan perhitungan pada sampel. Hal ini dilakukan agar nilai glukosa dalam sampel dapat diketahui. Panjang gelombang sampel mempunyai nilai sebesar 546,0 nm. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus, yakni:
Csampel =   x Cstandar
Maka nilai glukosa yang didapat pada sampel kelompok 1 adalah sebesar 572.44 mg/dl. Sampel yang diuji oleh kelompok 2 memiliki konsentrasi glukosa sebesar 665.52 mg/dl. Sampel yang diuji oleh kelompok 3 memiliki nilai konsentrasi glukosa sebesar 246.55 mg/dl.
Semua sampel yang diuji memiliki nilai konsentrasi glukosa yang sangat tinggi dengan rentang 246.55 mg/dl – 665.52 mg/dl. Konsentrasi glukosa serum sampel jauh dari rentang batas normal nilai glukosa darah yakni 70 – 110 mg/dl. Hal tersebut menandakan bahwa sampel menunjukkan kondisi hiperglikemia karena nilai glukosa darah di atas 110 mg/dl.
Kesalahan yang mungkin terjadi pada pengukuran kadar glukosa darah dengan metode GOD-PAP ini adalah pemipetan serum dan reagen yang kurang benar, ketidakbersihan alat sehingga menyebabkan terjadinya kontaminasi, serta waktu dan suhu inkubasi yang kurang tepat.


VIII.   Kesimpulan
1.        Untuk pemeriksaan kadar glukosa dalam darah dilakukan persiapan terhadap pasien untuk menghindari kesalahan dalam pemeriksaan kadar glukosa darah
2.        Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sampel yang diuji adalah 13,68 mmol/liter atau 246,55 mg/dL . Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar glukosa darah uji berada di atas batas normal atau disebut hiperglikemia. Kadar glukosa normal sewaktu adalah < 180 mg/dL




DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 1997. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2. EGC. Jakarta
Cyber Nurse. 2009. Konsep Diabetes Melitus. Tersedia di http://forum.ciremai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7:konsep-diabetes-melitus&catid=7:keperawatan-medikal-bedah&Item id=20. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].
Khomsah. 2008. Penyakit Diabetes Melitus (DM). Tersedia di http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-diabetes-mellitus-dm.html [Diakses tanggal 22 Maret 2013].
Pfizer. 2010. Diabetes Melitus. Tersedia di http://www. pfizerpeduli.com/article_detail.aspx?id=26. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].