Pages

Pages

Wednesday, July 10, 2013

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN AKTIVITAS ANALGETIK NON-NARKOTIKA | Farmakologi



I.         Tujuan Percobaan
a). Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik  suatu obat.
b). Memahami dasar – dasar perbedaan efektivitas berbagai analgetika.

II.   Teori Dasar
Nyeri merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan penderita sehingga untuk mengurangi secara simtomatis diperlukan analgetika. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi memberi tanda tentang adanya gangguan – gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsangan mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri atau pengantar.
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walau pun sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk bebas darinya. Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga banyak organ dalam bagian luar tubuh peka terhadap rasa nyeri, tetapi ternyata terdapat juga organ yang tak mempunyai reseptor nyeri, seperti misalnya otak. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri.
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotrien dan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum-belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri penting adalah amin histamine yang bertanggungjawab untuk kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri. Bradikinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat. Menurut perkiraan zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung-saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan radang dan udema. Berhubung kerjanya serta inaktivasinya pesat dan bersifat local, maka juga dinamakan hormon lokal. Mungkin sekali zat-zat ini juga bekerja sebagai mediator demam.
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan.Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan yakni pada 44-45ºC. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal  hanya meruapakan suatu gejala, yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai suatu isyarat bahaya tentang adanya ganggguan di jaringan,seperti peradangan(rema,encok), infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis,kimiawi, atau fisis (kalor, listrik), dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator  nyeri. Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri yang lain, disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin, histamine, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin 2. Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian asam amino) yang diberikan dari protein plasma. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri dirasakan untuk yang pertama kali.Jadi, intesitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan.
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:
·        Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid, keseleo.Pada nyeri dapat digunakan analgetik perifer seperti parasetamol, asetosal dan glafenin.
·        Rasa nyeri menahun
Contohnya: rheumatic dan arthritis.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik anti-inflamasi, seperti: asetosal, ibuprofen dan indometasin.
·        Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa atropine, butilskopolamin (bustopan), camylofen ( ascavan).
·        Nyeri hebat menahun
Contoh: kanker, rheumatic, neuralgia berat.
Pada nyeri ini digunakan analgetik narkotik, seperti fentanil, dekstromoramida, bezitramida.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara,yakni:
a. Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri pada perifer dengan analgetika perifer.
b. Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris, misalnya dengan anestetika local.
c. Blockade pusat nyeri di SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan anestetika umum.
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak).
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok yaitu:
1.      Analgetik Sentral (narkotik) 
Analgetik narkotik dapat menghilangkan nyeri dari derajat sedangsampai hebat (berat), seperti karena infark jantung, operasi (terpotong),viseral ( organ) dan nyeri karena kanker.Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik inidigunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai nyeri hebat dan nyeriyang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuaiaturan dapat menimbulkantoleransi dan ketergantungan. Toleransi ialahadanya penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis. Karena dapat menimbulkan ketergantungan, obatgolongan ini penggunaannya diawasi secara ketat dan hanya untuk nyeriyang tidak dapat diredakan oleh AINS. Nyeri minimal disebabkan oleh dua hal, yaitu iritasi lokal( menstimuli saraf perifer) dan adanya persepsi (pengenalan) nyeri oleh SSP. Pengenalan nyeri bersifat psikologis terhadap adanya nyeri lokal yangdisampaikan ke SSP. Analgetik narkotik mengurangi nyeri denganmenurunkan persepsi nyeri atau menaikan nilai ambang rasa sakit.
Analgetik narkotik tidak memperngaruhi saraf perifer, nyeri tetap ada tetapidapat diabaikan atau pasien dapat mentorerirnya. Untuk mendapatkan efek yang maksimal analgetik narkotik harus diberikan sebelum tindakan bedah.Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat, tetapi potensionzet dan efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang paling sering adalah mual, muntah,konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan hipotensi serta depresi pernapasan. Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk nyeri hebat walaupun menimbulkan mual danmuntah. Obat ini di indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masihmerupakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotik lainnya. Selain menghilangkan nyeri morfin dapat menimbulkaneuforia dan gangguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih digunakan di Indonesia :
- Kodein
- Fentanil HCl
- Petidin dan
- Tramadol
2. Analgetik Perifer (non narkotik) 
Analgetik non narkotik berasal dari golongan antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Disebut AINS karena selain sebagai analgetik, sebagai anggotanya mempunyai efek antiinflamasi dan penurun panas (antipiretik) dansecara kimiawi bukan steroid. Oleh karena itu, AINS sering disebut(Analgetik, antipiretik dan antiinflamasi ) atau 3A.
Beberapa AINS hanya berefek analgetik dan antipiretik sedangkan yang lain ada yang mempunyai efek analgetik, anti inflamasidan anti piretik. Hipotalamus merupakan bagian dari otak yang berperan dalam mengatur nyeri dan temperatur. AINS secara selektif dapat mempengaruhi hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuhketika demam.Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. PG dapat meningkatkanaliran darah ke perifer (vasodilatasi) dan berkeringat sehingga panas banyak keluar dari tubuh. Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus atau ditempat cedera. Respon terhadap cederaumumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG dan histamin. PG dan Brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa implus nyeri ke SSP. AINS dapatmenghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilatdan asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat sintesis PG paling efektif dari golongan salisilat. Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (asetosal).
Obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAIDs) merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, dan beberapa obat memiliki perbedaan secara kimia.Namun, obat-obat NSAID mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi dan efek sampingnya. Prototipe obat golongan ini adalah aspirin, sehingga sering disebut juga sebagai aspirin like drugs. Efek terapi dan efek samping dari obat golongan NSAIDs sebagian besar tergantung dari penghambatan biosintesis prostaglandin.Namun, obat golongan NSAIDs secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien yang berperan dalam peradangan.Golongan obat NSAIDs bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Setiap obat menghambat enzim siklo-oksigenase dengan cara yang berbeda.
Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus, sehingga parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit.
Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim siklo-oksigenase. Thrombosit sangat rentan terhadap penghambatan enzim siklo-oksigenase karena thrombosit tidak mampu mengadakan regenerasi enzim siklo-oksigenase.
Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.Efek samping obat golongan NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis prostaglandin.Selain itu, sebagian besar obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam seperti di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Efek samping lain diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat terjadinya perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi terhadap thrombo-emboli. Selain itu, efek samping lain diantaranya adalah ulkus lambung dan perdarahan saluran cerna, hal ini disebabkan oleh adanya iritasi akibat hambatan biosintesis prostaglandin PGE2 dan prostacyclin. PGE2 dan PGI2 banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi untuk menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektan.
Contoh obat analgesic dan antipiretik:
1.Aspirin/asam asetil salisilat
Indikasi : meringankan sakit kepala, pusing, sakit gigi, nyeri otot, menurunkan demam.
Dosis : dewasa 500-600 mg/4 jam.sehari maksimum 4 gram. Anak-anak 2-3 tahun 80-90 mg, 4-5 tahun 160-240 mg,6-8 tahun 240-320 mg, 9-10 tahun 320-400 mg, >11 tahun 400-480 mg. semua diberikan tiap 4 jam setelah makan.
Kontraindikasi : ulkus peptikum, kelainan perdarahan, asma.
Efek samping : gangguan gastrointestinal, pusing, reaksi hipersensitif.
2.Asam mefenamat
Sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang mempunyaikerja yang baik pada pusat sakit dan saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserapdan konsentrasi puncak dalam darah dicapai dalam 2 jam setelah pemberian, dan diekskresikan melalui urin.
Indikasi : untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri yang ditimbulkan dari rematik akut dan kronis,luka pada jaringan lunak, pegal pada otot dan sendi,dismonore, sakit kepala, sakit gigi, setelah operasi dll.
Dosis : sebaiknya diberikan sewaktu makan, dan pemakaian tidak boleh lebih dari 7 hari. Anak-anak >6 bulan:3-6,5 mg/kgBB tiap 6 jam atau 4 kali perhari. Dewasa dan anak >14 tahun:dosisi awal 500 mg,kemudian 250 mg setiap 6 jam.
Kontraindikasi : kepekaan terhadap asam mefenamat, radang atau tukak pada saluran pencernaan.
Efek samping : dapat mengiritasi system pencernaan,dan mengakibatkan konstipasi atau diare.
3. Parasetamol
Parasetamol diserap dengan cepat dan tanpa menimbulkan iritasi disaluran pencernaan,methemoglobin,atau konstipasi.
Indikasi : menghilangkan demam dan rasa nyeri pada otot/sendi yang menyertai influenza,vaksinasi dan akibat infelsi lain,sakit kepala,sakit gigi,dismonere,artritis,dan rematik.
Dosis : tablet =anak-anak:0,5-1tab 3-4 kali perhari,dewasa:1-2tab 3-4 kali perhari
Sirup=bayi 0,25-0,5 sdt 3-4 kali perhari,anak-anak :2-5 tahun,1 sdt 3-4 kali perhari.6-12 tahun, 2sdt 3-4 kali perhari.
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat.Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.



III.      Alat, Bahan dan Hewan
·        Alat
-         Alat suntik 1 ml
-         Sonde oral
-         Stopwatch
-         Timbangan mencit
-         Bejana pengamatan

·        Bahan
-         Asam asetat 0,7 % v/v
-         Aspirin
-         Parasetamol
-         Asam mefenamat
-         CMC
·        Hewan
- Mencit putih sekelamin


IV.    Prosedur Percobaan
Prosedur
Hewan dibagi menjadi 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit
Kelompok 1 : kontrol (diberi CMC)
Kelompok 2 : diberi aspirin
Kelompok 3 : diberi parasetamol
Kelompok 4 : diberi asam mefenamat
-          Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya dengan rute oral
-          Setelah 30 menit mencit diinduksi nyeri dengan menggunakan asam asetat (i.p)
          Setelah pemberian induktor nyeri, mencit ditempatkan didalam bejana pengamatan
Amati gerakan geliatnya
Jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 60 menit
          Data disajikan dalam bentuk table dan grafik
          Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi
-          Hitunglah daya proteksi setiap sediaan uji terhadap rasa nyeri dengan persamaan sebagai berikut :
%P = [(JGU / JGK) x 100%]
Keterangan :
%P = daya proteksi dinyatakan dalam persenproteksi
JGu = jumlah geliat kelompok uji
JGk = jumlah geliat kelompok control
          Hitunglah aktivitas analgetik, masing – masing untuk parasetamol dan asam mefenamat, dibandingkan terhadap aspirin dengan persamaan berikut :
%E = [(%PU / %PA)] x 100%
Keterangan :
%E = efektivitas analgetik dinyatakan dalam persen efektivitas analgetik
PU = proteksi zat uji
PA = proteksi aspirin

V.    Data Pengamatan
5.1  Penimbangan
-         Mencit 1 → 35 gr
-         Mencit 2 43 gr
5.2  Perhitungan Dosis Sediaan
Konversi dosis manusia ke dosis mencit :
Dosis manusia = 500 mg / 70 kg bb
Dosis mencit = 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg / 20 gram bobot mencit
Suspensi asam asetat yang tersedia = 2 mg/ml
-         Mencit 1 (kontrol) =    x 0,5 ml = 0,875 ml
  x    = 0,4375 ml (dosis asam asetat)
-         Mencit 2 (aspirin)  =     x 1,3 ml = 2,795 ml
 =    x    = 1,3975 ml (dosis asam asetat)




5.3 Tabel Hasil Pengamatan 
Tabel 1. Hasil Pengamatan Geliat Mencit
Kelompok
Jumlah geliat mencit
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Kontrol
22
21
14
8
7
10
9
14
6
10
11
6
Aspirin
1
3
4
1
2
2
2
1
1
0
1
1
Parasetamol
0
5
14
15
19
16
15
11
10
4
3
1
As. Mefenamat
14
22
16
11
12
8
9
6
4
1
2
1
5.4     Grafik Geliat Mencit
5.5     Perhitungan Daya Proteksi & Efektifitas
·        Daya Proteksi Parasetamol
-       Geliat Parasetamol: 113
-       Geliat Kontrol: 138
% P = 100 - [(JGU / JGK) x 100 %]
        = 100  – [(113 / 138) x 100 %]
   = 100 – 81,8
   = 18,2 %

·        Daya Proteksi Aspirin
-       Geliat Aspirin: 19
-       Geliat Kontrol: 138
% P = 100 - [(JGU / JGK) x 100 %]
        = 100  – [(19 / 138) x 100 %]
   = 100 – 13,7
   = 86,3 %
·        Daya Proteksi Asam mefenamat
-       Geliat Asam mefenamat: 106
-       Geliat Kontrol: 138
% P = 100 - [(JGU / JGK) x 100 %]
        = 100  – [(106 / 138) x 100 %]
   = 100 – 76,8
   = 23,2 %
·        Efektivitas Analgetik Aspirin & Parasetamol
% E = [(% PU / % PA)] x 100 %
        = [(18,2 / 86,3)] x 100 %
        = 21 %
·        Efektivitas Analgetik Aspirin & Asam Mefenamat
% E = [(% PU / % PA)] x 100 %
   =  [(23,2/ 86,3)] x 100 %
   = 26, 8 %

VI.      Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu analgetik bertujuan untuk mengenal, mempraktekkan dan membandingan daya analgetik Asetosal, Parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.
Bahan yang digunakan sebagai perangsang kimia adalah larutan steril Asam Asetat glasial yang diberikan secara intra peritonial. Pada praktikum pemberian larutan steril Asam Asetat glasial diberikan 30 menit setelah pemberian obat hal ini diharapkan agar obat yang diberikan belum bekerja sehingga Asam Asetat langsung berefek dan juga untuk mempermudah pengamatan onset dari obat itu.
Pada praktikum kali ini obat-obat analgetik yang diperbandingkan adalah obat-obat analgetik golongan non narkotik/ perifer yaitu, Aspirin, Parasetamol dan Asam Mefenamat.
Kelompok kontrol yang digunakan pada percobaan ini adalah CMC-Na, sehingga hewan percobaan hanya diberikan CMC-Na pada awal percobaan dan penginduksi asam asetat pada 30 menit setelah pemberian CMC-Na tanpa pemberian sedian analgesik. Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki belakangnya saat efek dari penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam asetat pada peritonial atau selaput gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh dan cepat memberikan efek.
Kelompok
Jumlah geliat mencit
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Kontrol
22
21
14
8
7
10
9
14
6
10
11
6
Aspirin
1
3
4
1
2
2
2
1
1
0
1
1
Parasetamol
0
5
14
15
19
16
15
11
10
4
3
1
As. Mefenamat
14
22
16
11
12
8
9
6
4
1
2
1

Dari hasil pengamatan yang diperoleh, bahwa jumlah geliat mencit kontrol lebih banyak daripada mencit yang diberikan obat. Hal ini disebabkan karena mencit kontrol tidak memiliki perlindungan terhadap nyeri yang disebabkan karena pemberian asam asetat sebagai penyebab terjadinya nyeri.
             Dari hasil pengamatan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada mencit yang diberi aspirin memiliki daya analgetik paling kuat dari golongan analgetik non-narkotika ini. Karena pada tabel hasil pengamatan menunjukan jumlah geliat yang ditunjukan mencit sedikit dari pada mencit lain yang diberikan parasetamol dan asam mefenamat. Karena  disini aspirin menghambat biosintesis prostaglandin yang menstimulasi SSP, sehingga dapat menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Prostaglandin akan dilepaskan oleh sel yang mengalami kerusakan. Pembentukan prostaglandin dihambat dengan menghambat enzim siklooksigenase yang bertugas mengubah asam arachidonat menjadi endoperoksida (PGG2/PGH). PGH akan memproduksi prostaglandin, sehingga secara tidak langsung obat analgesik menghambat pembentukan prostaglandin. Prostaglandin berperan pada nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi dan menyebabkan sensitivitas reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.
Aspirin merupakan sediaan yang efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya pada sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain yang berasal dari inegumen, sediaan ini juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek  analgetikanya jauh lebih lemah daripada efek analgetika opiat tetapi sediaan ini tidak menimbulkan ketagihan efek samping sentral yang merugikan. Aspirin bekerja dengan mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tanpa mempengaruhi sensorik lain. Pemberian aspirin dalam kelompok ini juga akan menunjukkan efek analgesik setelah diberi penginduksi asam asetat.
          Sedangkan pada kelompok mencit yang diberi parasetamol, terlihat jumlah geliat yang ditunjukan mencit cukup sedikit dibandingkan dengan  kontrol. Karena Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus atau ditempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG dan histamin. PG dan Brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa implus nyeri ke SSP. Parasetamol  dapat menghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Karena mempunyai mekanisme kerja menghambat berbagai reaksi in-vitro.
Pada kelompok yang diberikan sediaan asam mefenamat, terlihat dari hasil pengamatan bahwa jumlah geliat mencit cukup banyak dibandingkan dengan aspirin. Karena asam mefenamat yang merupakan salah satu obat analgesik ini, tidak terlalu bekerja dengan baik untuk menekan rasa sakit yang timbul, sehingga induksi dari asam asetat setelah pemberian asam mefenamat masih terasa nyeri oleh mencit yang ditunjukan dengan banyaknya geliat yang ditunjukan oleh mencit.
Setelah dilakukan perhitungan persentase daya proteksi pada obat analgetik yang diberikan pada mencit, ternyata dapat dilihat bahwa besarnya daya proteksi aspirin, lebih besar daripada parasetamol dan asam mefenamat yaitu 86, 3 %. Hal ini kemungkinan dikarenakan efek analgesik yang ditimbulkan oleh aspirin lebih besar daripada yang ditimbulkan oleh parasetamol dan asam mefenamat. Sedangkan besarnya daya proteksi parasetamol lebih kecil dari besarnya daya proteksi aspirin. Sehingga dalam perhitungan persentase efektifitasnya dapat dilihat bahwa efektifitas analgetik parasetamol terhadap aspirin sebesar 21 % dan efektifitas analgetik asam  mefenamat terhadap aspirin sebesar 26,8 %.


VII.   Kesimpulan
·        Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis.
·        Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok yaitu analgetik sentral (narkotik) dan analgetik perifer (non-narkotik).
·        Besarnya daya proteksi aspirin terhadap kontrol adalah sebesar 86,3 %.
·        Besarnya daya proteksi parasetamol terhadap kontrol adalah sebesar 18,2 %.
·        Besarnya daya proteksi asam mefenamat terhadap kontrol adalah sebesar 23,2 %.
·        Besarnya persen efektifitas parasetamol terhadap aspirin adalah sebesar 21 %.
·        Besarnya persen efektifitas asam mefenamat terhadap aspirin adalah sebesar 26,8 %.




DAFTAR PUSTAKA

Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ernerst, Mutschler. 1991. Dinamika Obat edisi kelima. Bandung. ITB.
Goodman& Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi vol 1.Jakarta. EGC.
 Green. 2009. Analgetika. Available online at : http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-analgetik-dan farmakodinamikanya.html (diakses pada tanggal 25 Oktober 2011).
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Medicafarma.2008.AnalgesikAntipiretikdanNSAID.http://medicafarma.blogspot.com/2008/04/analgesik-antipiretik-dan-antiinflamasi.html (diakses pada tanggal 25 Oktober 2011).
Mutschler, Ernst. ed. V. Dinamika Obat , ITB 1999 Press : Jakarta
Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Tjay dan K.Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.