Pages

Pages

Thursday, October 31, 2013

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MODELING DAN ANALISIS DATA BIOFARMASETIKA DENGAN WINSAAM - BIOFARMASI



I.                   Tujuan Percobaan
Mempelajari modeling dan analisis data penelitian biofarmasetika dengan pengkhususan data in vivo menggunakan software WinSAAM.

II.                Prinsip Percobaan

1.      Komputasi
Komputasi adalah cabang ilmu komputer dan matematika yang membahas apakah dan bagaimanakah suatu masalah dapat dipecahkan pada model komputasi, menggunakan algoritma. 

2.      WinSAAM
WinSAAM merupakan suatu program yang berfungsi sebagai modeling dan menganalisis data yang terdiri dari kompartemen satu dengan lainnya yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pemindahan materi berdasarkan angka serta notasi yang digunakan. Keungulan program ini adalah tidak diperlukan penulisan persamaan diferensial secara utuh karena software akan mengenali model yang ditulis berdasarkan konvensi tersebut

III.             Teori
Pada umumnya obat diberikan dalam bentuk sediaan seperti tablet, kapsul , suspensi dan lain-lain. Suatu bentuk sediaan obat terdiri dari bahan obat dan bahan-bahan pembantu yang tersusun dalam formula dan diikuti dengan petunjuk cara proses pembuatan. Kita mengetahui bahwa sangat banyak sediaan farmasi dengan obat, dosis dan bentuk sediaan yang sama, diproduksi oleh industri-industri farmasi dengan nama-nama yang berbeda. Dengan berbagai alasan dari industri-industri, maka umumnya formula sediaan tersebut berbeda. Pada akhir tahun lima puluhan dan awal tahun enam puluhan bermunculan laporan, publikasi dan diskusi yang mengemukakan bahwa banyak obat-obat dengan kandungan, dosis dan bentuk sediaan yang sama dan dikeluarkan oleh industri farmasi yang berbeda memberikan kemanjuran yang berbeda. Laporan-laporan dan publikasi-publikasi tersebut menyebabkan munculnya ilmu baru dalam bidang farmasi yaitu biofarmasi (Bourne, 2009).
Selanjutnya perkembangan ilmu biofarmasi , melihat bentuk sediaan sebagai suatu “drug delivery system” yang menyangkut pelepasan obat berkhasiat dari sediaannya, absorpsi dari obat berkhasiat yang sudah dilepaskan, distribusi obat yang sudah diabsorpsi oleh cairan tubuh, metabolisme obat dalam tubuh serta eliminasi obat dari tubuh.
Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh bentuk sediaan, formula dan cara pembuatan sehingga bisa terjadi sebagian obat dilepas di saluran cerna dan sebagian lagi masih belum dilepas sehingga belum sempat diabsorpsi sudah keluar dari saluran cerna. Umumnya obat yang sudah terlarut dalam cairan saluran cerna bisa diabsorpsi oleh dinding saluran cerna, tetapi dilain pihak obat yang sudah terlarut itu bisa terurai tergantung dari sifatnya , sehingga sudah berkurang obat yang diabsorpsi.
Compendia seperti Farmakope hanya mensyaratkan uji in vitro terhadap produk obat seperti waktu hancur dan atau uji kecepatan disolusi obat dari sediaan untuk tablet/kapsul. Test in vitro ini tidak memberikan jaminan terhadap kemanjuran produk tersebut. Uji farmakokinetika yang betul-betul memberikan jaminan. Tetapi untuk melakukan uji farmakokinetika suatu produk baru dari obat lama adalah terlalu lama, terlalu mahal dan hasilnya masih diperdebatkan . Cara yang terbaik adalah melakukan uji bioavailabilitas yang merupakan ukuran kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi oleh tubuh. Uji bioavailabilitas ini haruslah uji bioavailabilitas komparatif terhadap produk innovator, yaitu suatu produk yang sudah lama digunakan dan mendapat pengakuan pengalaman klinis dari para dokter. FDA dari Amerika Serikat pada tahun 1975 telah menetapkan
bahwa jika ada pabrik yang membuat sediaan yang telah dikeluarkan pertama oleh pabrik lain, maka pabrik yang ikut itu harus menunjukkan minimum sediaannya bioekivalen dengan produk inovatornya.
Modeling merupakan sistem simultan yang tersusun atas persamaan differensial dan atau persamaan aljabar yang mendefinisikan peranan variabel-variabel serta koefisien transport pada suatu sistem fisika, kimia, dan biologis. Modeling yang didesign dengan baik dan benar akan menjadi suatu perangkat metode yang handal dan dapat dipercaya dalam analisis data dan mendukung pengambilan kesimpulan. Metode ini sangat membantu dalam melakukan summary data, mengeksplorasi mekanisme proses, serta memprediksikan suatu parameter variabel tertentu berdasarkan suatu model (Stefanovski et.al., 2003).
Analisis terhadap data penetrasi in vitro pada umumnya menggunakan metode lag time dengan parameter yang digunakan misalnya fluks tunak dan lag time. Metode ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, beberapa data tidak termasuk daerah linear kurva jumlah kumulatif tertranspor versus waktu. Kedua, daerah linear kurva jumlah kumulatif tertranspor versus waktu tidak selalu merefleksikan kondisi tunak proses transpor. Metode lain yang dapat digunakan adalah evaluasi berdasarkan fluks maksimum yang dicapai. Selain itu juga pernah dilaporkan analisis berdasarkan jumlah obat tertranspor. Kesemua metode tersebut memiliki keterbatasan yaitu ketidakmampuan mendeskripsikan perubahan gradual dalam kecepatan transpor. Hal ini penting khususnya bila akan mengekstrapolasikan dengan data in vitro (Nugroho dkk, 2004).
Untuk memperbaiki keterbatasan metode lag time dalam menganalisis permeasi transdermal, dikembangkan model yang berdasarkan teori kompartemen yang memiliki beberapa keuntungan. Pertama, data dapat dianalisa berdasarkan data fluks untuk mengetahui parameter lain. Kedua, keseluruhan titik data dianalisis tanpa harus mengeluarkan beberapa titik data seperti pada metode lag time. Ketiga, model kompartemen menggambarkan fluks sebagai fungsi dari waktu. Hal ini dapat digunakan untuk memprediksikan fluks tunak, meskipun bila fluks tunak tidak dicapai selama eksperimen (Nugroho dkk, 2004).
Model dua kompartemen disajikan pada gambar 1 dimana kecepatan obat terabsorbsi dari kompartemen donor ke kulit mengikuti orde nol. Obat tertranspor dengan kecepatan yang relatif kecil sehingga kadar obat dalam kompartemen donor dapat dianggap konstan. Kecepatan absorbsi dari kompartemen donor menuju kulit ini tidak mempengaruhi proses kecepatan transfer massa secara signifikan. Parameter yang juga berpengaruh dalam model dua kompartemen ini adalah potensi obat tertranspor (Available Doseatau AD) dan kecepatan pelepasan obat dari kulit ke kompartemen aseptor (KR) (Shargel dan Yu, 1988).
 Model tiga kompartemen secara skematis dapat dilihat pada gambar 2, kecepatan obat terabsorbsi dari kompartemen donor ke kulit mengikuti orde pertama. Obat tertranspor dengan kecepatan tertentu sehingga menurunkan kadar obat dalam kompartemen donor secara signifikan. Kecepatan absorbsi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap proses transpor. Dengan demikian proses transpor dipengaruhi oleh tiga kompartemen, yaitu kompartemen donor, kulit dan kompartemen aseptor (Shargel dan Yu, 1988).
Parameter yang menggambarkan kecepatan transfer massa dari kompartemen donor menuju kulit adalah Ka, parameter untuk menggambarkan potensi obat tertranspor adalah AD, sedangkan parameter yang menggambarkan kecepatan transfer massa dari kulit ke kompartemen aseptor adalah  KR. Parameter Ka pada model tiga kompartemen menjadi faktor penentu dalam proses transfer massa, selain parameter AD dan KR (Bourne, 2009).



Gambar 1. Skema transfer massa model dua kompartemen
Gambar 2. Skema transfer massa model tiga kompartemen

Selama 50 tahun terakhir, model kompartemen telah digunakan untuk menggambarkan dan membuat prediksi pada sejumlah sistem farmakokinetik, metabolisme, dan biologis. Dibutuhkan modeling software canggih untuk mencocokkan data ke model tersebut dan untuk membuat prediksi menggunakan model kompartemen. WinSAAM adalah salah satu program pemodelan tersebut (Stefanovski et.al., 2003).
WinSAAM adalah pemodelan berorientasi program Windows yang memungkinkan pengguna untuk mengeksplorasi sistem biologis dengan menggunakan model matematika. Program ini telah berkembang dari program SAAM asli yang dikembangkan oleh Dr Berman Mones di National Institutes of Health. SAAM kini telah menyediakan ribuan aplikasi dalam biologi, kedokteran, teknik, dan pertanian baik dalam bentuk aslinya (SAAM19 - SAAM27), atau dalam bentuk interaktif pertamanya, Consam (Wu, 2011).
Inti dari WinSAAM adalah dua konsep, kompartemen dan transfer antar-kompartemen. Kompartemen merupakan dasar dari zona dimana zat-zat homogen didistribusikan, dan antar-kompartemen transfer menggambarkan proses yang bertanggung jawab untuk memindahkan zat dari satu zona tersebut ke yang lain. Sementara kegunaan dari program ini untuk biologi (analisis compartmental) hampir tak terbatas, maka sangat cocok untuk:
1)      pemeriksaan fisiologis berbasis masalah transportasi nutrisi menggunakan radiotracer / data isotop stabil.
2)      penyelidikan kimia berbasis studi metabolik menggunakan jalur in vitro dan reaksi data kinetik.
(Wu, 2011).
IV.              Alat dan Bahan
1.      Komputer (SistemOperasi Windows)
2.      CD Instalasi Software WiinSAAM atau koneksi internet untuk dapat mendownload secara langsung WinSAAM dari situs http://www.winsaam.com

V.                 Prosedur
Pertama-tama program WinSAAM dibuka dan dibuka WinSAAm working file kemudian dimasukkan parameter farmakokinetik (perhatikan penggunaan “titik” dan “koma”) dan WinSAAM working file disimpan terlebih dahulu kemudian ditutup (hanya working file saja). Lalu Ketik “deck”, enter; Ketik “solve”, enter; Ketik “Iter”, enter; ketik  plot q(1), enter. Dilihat bentuk kurva,  jika belum saling berhimpitan itu berarti data kita belum sesuai dengan prediksi winsaam. Jika kurva sudah berhimpitan, gambar kurva disimpan, klik “file”, “safe plot as”, simpan dalam JPG. Untuk melihat grafik tidak dalam bentuk grafik semi log dapat dilakukan dengan cara klik kanan di gambar grafik kemudian pilih tab “axe” dan klik axis Y kemudian uncheck pilihan is logaritmic. Setelah selesai data disimpan pada halaman utama klik “file”, “save”, beri nama.


VI.              Data Pengamatan danPerhitungan

6.1  Data Pengamatan
Obat T dosis 100 mg (peroral)
Time (hr)
Cp (mg/L)
0
0.0
0.25
0.901
0.5
1.309
0.75
1.526
1
1.577
1.5
1.429
3
0.964
6
0.384
12
0.062
18
0.01
24
0.002

6.2  Kurva Plot Q
Keterangan : bentuk kurva ▲ adalah prediksi WinSAAM, sedangkan yang berupa garis adalah data yang dimasukkan.

6.3  Data Working file WinSAAM
Obat T dosisi 100 mg (peroral)
   1: A SAAM31
   2: C Insert Control lines 2,3,4 here as needed
   3: H PAR
   4: C Insert model parameters here
   5:    IC(1)    100
   6:    L(2,1)    2.512904E+00  0.000000E+00   1.000000E+01
   7:    L(0,2)    2.979282E-01  0.000000E+00   1.000000E+01
   8:    P(2)       4.918799E+00  0.000000E+00   1.000000E+04
   9: H DAT
  10: C Insert data values here
  11: XG(2)=F(2)/P(2)
  12: 101G(2)                                                          FSD=0.1

1.      Konstanta Eliminasi (Kel) = 2,513x10-1/Jam
2.      Konstanta Absorpsi (Ka) = 2,979/Jam
3.      Volume Distribusi (Vd) = 4,919 L


6.4  KurvaWinSAAM (non logaritmik)
Obat T dosisi 100 mg (peroral)
Keterangan : bentuk kurva ▲ adalah prediksi WinSAAM, sedangkan yang berupa garis adalah data yang dimasukkan.


VII.           Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari modeling dan analisis data dan penelitian biofarmasetika dengan pengkhususan data in vivo menggunakan software WinSAAM. WinSAAM adalah pemodelan berbasis program Windows yang memungkinkan pengguna untuk mengeksplorasi sistem biologis dengan menggunakan model matematika. Program ini telah berkembang dari program SAAM asli yang dikembangkan oleh Dr Berman Mones di National Institutes of Health. SAAM kini telah menyediakan ribuan aplikasi dalam biologi, kedokteran, teknik, dan pertanian baik dalam bentuk aslinya (SAAM19 - SAAM27), atau dalam bentuk interaktif pertamanya, Consam.
Prinsip dari percobaan kali ini adalah komputasi dan winSAAM. Komputasi adalah cabang ilmu komputer dan matematika yang membahas apakah dan bagaimanakah suatu masalah dapat dipecahkan pada model komputasi, menggunakan algoritma. Sedangkan WinSAAM merupakan suatu program yang berfungsi sebagai modeling dan menganalisis data yang terdiri dari kompartemen satu dengan lainnya yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pemindahan materi berdasarkan angka serta notasi yang digunakan. Keungulan program ini adalah tidak diperlukan penulisan persamaan diferensial secara utuh karena software akan mengenali model yang ditulis berdasarkan konvensi tersebut.
Pada praktikum kali ini yang pertama dilakukan adalah menginstall program WinSAAM kemudian buka programnya lalu buka “edit” dan masuk ke dalam winsaam working file. Pada windows working file ini kita akan mengisi beberapa angka dan data kemudian akan diolah menjadi sebuah grafik. Parameter L(2,1) menggambarkan parameter kecepatan perpindahan obat dari kompartemen 1 menuju kompartemen 2. Parameter L (0,2) menunjukan kecepatan eliminasi sedangkan IC (1) adalah initial condition untuk kompartemen I. Initial condition pada umumnya mengacu pada jumlah obat yang tersedia pada awal proses transport. Setiap parameter diasumsikan dengan 3 angka yang dipisahkan dengan TAB (tabulasi) dengan rincian angka pertama adalah prediksi awal, angka kedua adalah nilai minimum dan angka ketiga adalah angka batasan maksimal.
Selanjutnya, data obat T dengan dosis 100 mg secara oral  dimasukan kemudian ketik “deck” kemudian di “enter”. Deck berfungsi untuk menerjemahkan listing dalam bahasa binary (decking) selanjutnya ketik “solve” lalu di”enter”. Solve, adalah proses untuk menerjemahkan persamaan termasuk bahwa persamaan yang dianalisis adalah persamaan diferensial menjadi persamaan planar termasuk profil kurva prediksi sesuai dengan angka yang kita masukkan, kemudian ketik “iterasi” lalu ketik “enter”. Iterasi digunakan untuk mendapatkan parameter model fitting yang paling baik merefleksikan data observasi. Kemudian ketik “plot q(1)” lalu di “enter”. “Plot q(1)” berfungsi untuk menampilkan kurva perbandingan antara prediksi winsaam dengan data yang kita masukan. Jika data yang dimasukan belum berhimpit antara prediksi dengan data kita, misalnya jika prediksi terlalu tinggi, maka kita memberikan nilai P(2) atau volume distribusi yang terlalu rendah maka dapat diperbaiki dengan cara kembali ke winsaam working file kemudian data ketiga parameter tadi diubah sehingga akan mempengaruhi bentuk kurva. Apabila grafik masih belum baik dilakukan iterasi dengan cara ketik iter kemudian enter berkali-kali hingga program tidak bisa melakukan iterasi yang dalam arti lain bahwa grafik yang didapatkan adalah grafik yang terbaik, sehingga didapatkanlah grafik seperti dibawah ini :
Kurva plot q
 Kurva yang diperoleh dari pratikum kali ini dapat dikatakan baik karena kurva yang diperoleh berhimpit antara prediksi WinSAAM yang disimbolkan dalam bentuk segitiga didalam grafik dengan data yang dimasukan dalam bentuk garis. Selanjutnya simpan kurva dalam bentuk gambar (jpg) setelah itu untuk melihat grafik dalam bentuk non logaritmik grafik diklik kanan kemudian pilih tab “axe” dan klik axis Y kemudian uncheck pilihan is logaritmic. Dan didapatkan grafik antara waktu dan Cp.
Grafik Cp adalah nilai konsentrasi obat dalam plasma berdasarkan data yang diperoleh sedangkan grafik prediksi adalah grafik prediksi dari WinSAAM. Tujuan akhir dari WinSAAM ini adalah untuk menentukan Ka, Kel, dan Vd.

Hasil grafik hubungan antara waktu (T) dengan Cp yang diperoleh pada praktikum kali ini dapat dikatakan baik karena hampir semua titik antara data Cp dan prediksi saling berhimpitan. Nilai konstanta Absorbsi (Ka) dari data WinSAAM adalah 2,979/Jam.
Nilai kecepatan eliminasi (Kel) dari data WinSAAM adalah 2,513x10-1/Jam atau 0,2513/jam. Kecepatan eliminasi adalah laju atau kecepatan dimana obat dalam system peredaran darah dieliminasi dalam bentuk pecahan per satuan waktu.
Volume distribusi yang diperoleh dari data WinSAAM adalah sebesar 4,919 L. Volume distribusi (Vd) merupakan volume hipotesis cairan tubuh yang akan diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan dalam darah. Atau volume distribusi merupakan perbandingan antara dosis jumlah obat yang diberikan dengan konsentrasi obat dalam plasma.

  

VIII.        Kesimpulan

Perhitungan profil farmakokinetik obat T menggunakan program WinSAAM merupakan metode yang baik dalam menentukan prediksi matematis kinetika transfer massa antar kompartemen yang diperoleh dari derivasi dengan fitting model terhadap data eksperimental. Penentuan kinetika transport dilakukan melalui pendekatan goodness of fit dengan metode visual dan numerik berdasarkan plot q  prediksi dan q pengamatan. Meskipun diperlukan keahlian dalam menggunakan program ini terutama penggunaan titik dan koma yang salah dapat mengakibatkan hasil yang tidak benar atau bahkan data tidak bisa diolah oleh program WinSAAM ini.


  


DAFTAR PUSTAKA

Bourne, D. W. A,. 2009. Pharmacocinetics and Biopharceutics. Available online at : http://www.boomer.0rg. [Diakses pada tanggal 29 September 2013].
Nugroho, AK., O Della-Pasqua, M Danhof, and JA Bouwstra. 2004. Compartemental Modeling of Transdermal Iontophoretic Transport : in vitro Model Derivation and Application. Pharm. Res.
Shargel L and ABC Yu.1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
Stefanovski D, PJ Moate  and RC Boston. 2003. WinSAAM: a windows-based compartmental modeling system. School of Veterinary Medicine, University of Pennsylvania, PA 19348. USA. 52(9):1153-66.

Wu, C. 2011. WinSAAM - The Simulation, Analysis and Modeling Software. Available at: http://www.imcportal.org/repository/software/winsaam-the-simulation-analysis-and-modeling-software [diakses tanggal 29 September 2013].