More Text

Unordered List

Unordered List

BTricks

BThemes

Powered by Blogger.

Blog Archive

Archives

Monday, July 8, 2013

LAPORAN HASIL PERCOBAAN BIOADHESIF | Farmakologi


1. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah:
1.      Untuk menguji kemampuan mukoadhesif suatu granul yang mengandung polimer tertentu.
2.      Untuk mengetahui perbedaan bioadhesif dari suatu granul yang berpolimer dengan granul tanpa polimer.


II. Dasar Teori

Bioadhesif adalah keadaan dimana dua bahan, salah satunya bersifat biologis yang saling melekat untuk waktu yang lebih lama karena forsa interfasial. Bioadhesif juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu bahan (hasil sintesis atau produk biologi) teradhesi pada suatu jaringan biologi untuk periode waktu yang lebih lama. Di dalam sistem biologi, bioadhesif dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: adhesi dari suatu sel normal terhadap sel patologi dan adhesi dari suatu bahan adhesi terhadap suatu substrat biologis.
Untuk tujuan penghantaran obat, terminologi bioadhesif bermakna terikatnya sistem pembawa obat pada lokasi spesifik biologi. Permukaan biologi tersebut dapat berupa jaringan epitel atau dapat berupa lapisan penutup mukus yang terdapat pada permukaan jaringan. Jika keterikatan tersebut pada permukaan mukus, fenomena ini dikenal dengan mukoadhesif. Mukoadhesif dapat pula berupa interaksi antara suatu permukaan musin dengan suatu polimer sintetik atau polimer alam. Sediaan mukoadhesif ini memanfaatkan sifat bioadhesif dari berbagai polimer larut air, yang akan menunjukkan sifat adhesif pada waktu terjadi hidrasi, kemudian akan menghantarkan obat mencapai sasaran tertentu untuk waktu yang lebih lama dibandingkan sediaan konvensional.
Sistem penghantaran obat mukoadhesif ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sediaan bukal, sublingual, vaginal, rektal, nasal, okular, serta gastrointestinal. Prinsip penghantaran obat dengan sistem mukoadesif adalah memperpanjang waktu tinggal obat pada organ tubuh yang mempunyai lapisan mukosa. Sistem mukoadhesif akan dapat meningkatkan kontak yang lebih baik anatara sediaan dengan jaringan tempat terjadinya absorpsi sehingga konsentrasi obat terabsopsi lebih banyak dan diharapkan akan terjadi aliran obat yang tinggi melalui jaringan tersebut.
Penggunaan formulasi mukoadhesif oral dapat dicapai dengan meningkatkan lamanya waktu tinggal obat dalam saluran cerna. Akan tetapi, beberapa faktor fisiologi dapat membatasi penggunaan sistem pemberian ini, diantaranya adalah:
a.    Absorpsi obat di saluran cerna dipengaruhi oleh motilitas lambung dan usus. Motilitas lambung yang kuat akan menjadi satu gaya yang dapat melepaskan adhesif.
b.     Kecepatan penggantian musin baik pada keadaan lambung kosong maupun penuh dapat membatasi waktu tinggal sediaan mukoadhesif karena jika mukus lepas dari membran, polimer bioadhesif tidak dapat menempel lebih lama.
c.          Adanya penyakit yang dapat merubah sifat-sifat fisikokimia dari mukus.
Meskipun demikian semua permasalahan dapat dihindari dengan menggunakan polimer yang sesuai atau dengan menggabungkan bahan-bahan tertentu pada bentuk sediaan.
Mukus mengandung musin yang berupa rantai oligosakarida dengan pKa 2,6. Bio (muko) adhesif polimer adalah natural atau sintetik polimer yang menghasilkan interaksi dengan membran biologi.

Biopolimer Pada Sediaan Lepas Lambat
Produk konvensional controlled-release untuk sediaan oral menargetkan pada tempat spesifik pada saluran pencernaan. Waktu pelepasan obat dari pembawa dapat mencapai 6-8 jam pada usus. Laju disolusi pada formulasi dapat dikontrol dan waktu paruh untuk mencapai konsentrasi terapi dapat diperpanjang sehingga sediaan dalam bentuk ini cukup diberikan sekali atau dua kali sehari. Formulasi yang dilengkapi dengan biopolimer dapat mengontrol pelepasan obat dalam saluran pencernaan. Produk obat dengan salut enterik juga dapat meminimalkan pelepasan obat pada lambung dan usus halus. Mekanisme pelepasan obat dari pembawa yang berupa sistem polimer meliputi:
1.      Difusi
2.      Erosi polimer
3.      Degradasi mikroba dan
4.      Degradasi enzim
Tujuan utama dari suatu produk obat pelepasan terkendali adalah untuk mencapai suatu efek terapeutik yang diperpanjang di samping memperkecil efek samping yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma. Secara ideal, produk obat pelepasan terkendali hendaknya melepaskan obat pada suatu laju yang konstan, atau laju orde nol. Setelah lepas dari produk obat, obat secara cepat diabsorpsi dan laju absorpsi akan mengikuti kinetika orde nol yang sama dengan suatu infusi obat secara intravena.
Walaupun rancangan suatu produk obet pelepasan terkendali yang berperilaku ideal adalah rumit, bentuk sediaan ini menawarkan beberapa keuntungan yang penting atas pelepasan bentuk sediaan yang segera dari obat yang sama, yaitu:
1.  Memungkinkan untuk mempertahankan kadar obat terapeutik dalam darah, yang akan memberikan respon klinik yang diperpanjang dan konsisten pada penderita.
2.   Untuk kemudahan penderita, dan mengarahkan pada kepatuhan penderita yang lebih baik. Sebagai contoh, jika penderita hanya perlu minum obat sekali sehari, maka ia tidak harus mengingat-ingat dosis tambahan pada waktu-waktu tertentu selama hari itu.
3.     Karena jarak pemberian dosis lebih panjang, maka kebutuhan tidur penderita tidak terganggu.
4.  Untuk penderita dalam perawatan, biaya dari waktu perawatan yang diperlukan untuk menggunakan obat menurun jika kepada penderita hanya diberikan satu dosis obat setiap hari.
Pada penggunaan obat pelepasan terkendali juga ada sejumlah kerugian, yaitu:
1.     Jika penderita mendapat suatu reaksi samping obat atau secara tiba-tiba mengalami keracunan, maka menghilangkan obat dari sistem menjadi lebih sulit daripada dengan suatu produk obat pelepasan cepat.
2.     Karena produk obat pelepasan terkendali dapat mengandung tiga kali atau lebih dari dosis yang diberikan dalam jarak waktu yang lebih sering, maka ukuran produk obat pelepasan terkendali akan menjadi besar, dan terlalu besar untuk ditelan secara mudah oleh penderita.

Lambung
Lambung merupakan suatu organ ”pencampur dan pensekresi” dimana makanan dicampur dengan cairan cerna dan secara periodik dikosongkan ke dalam usus halus. Akan tetapi gerakan makanan dan produk obat dalam lambung dan usus halus sangat berbeda tergantung pada keadaan fisiologik. Dengan adanya makanan lambung melakukan fase ”digestive”, dan tanpa adanya makanan lambung melakukan fase ”interdigestive”. Selama fase ”digestive” partikel-partikel makanan atau partikel-partikel padat yang lebih besar dari 2 mm ditahan dalam lambung, sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil dikosongkan melalui ”sphincter” pilorik pada suatu laju order kesatu yang tergantung pada isi dan ukuran dari makanan. Selama fase ”interdigestive” lambung istirahat selama 30-40 menit sesuai dengan waktu istirahat yang sama dalam usus halus. Kemudian terjadi kontraksi peristaltik, yang diakhiri dengan ”housekeeper contraction” yang kuat yang memindahkan segala sesuatu yang ada dalam lambung ke usus halus. Dengan cara yang sama, partikel-partikel besar dalam usus halus akan berpindah hanya selama waktu ”housekeeper contraction”.
Bahan-bahan berlemak, makanan dan osmolalitas dapat memperpanjang waktu tinggal dalam lambung. Pelarutan obat dalam lambung juga dapat dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya makanan. Waktu tinggal dalam lambung yang lebih panjang, obat dapat terkena pengadukan yang lebih kuat dalam lingkungan asam.

Gelatin
Gelatin adalah protein yang diperoleh dari bahan kolagen. Sedangkan menurut excipients, gelatin adalah campuran protein alami yang didapatkan dari bagian asam hidrolisis (gelatin tipe A) atau bagian basa hidrolisis (gelatin tipe B) dan kolagen. Gelatin tipe A memiliki pH 3,8-6 sedang gelatin tipe B memiliki pH 5,0-7,4. Gelatin memiliki berat molekul 15.000 – 250.000. Dengan pemerian berupa serbuk, lembaran, kepingan, atau butiran yang tidak berwarna atau berwarna kuning pucat serta bau dan rasa yang lemah. Jika gelatin direndam dalam air akan mengembang dan menjadi lunak, secara berangsur-angsur juga dapat menyerap air 5-10 kali bobotnya. Gelatin mudah larut dalam air panas dan jika didinginkan terbentuk gudir, praktis tidak larut dalam etanol, kloroform, dan eter namun dapat larut dalam campuran gliserol dan air terutama jika dipanaskan.
Dalam farmasetik dapat digunakan sebagai zat tambahan seperti, coating agent, gelling agent, suspending agent, pengikat tablet, dan zat peningkat viskositas. Secara luas gelatin digunakan dalam berbagai sediaan farmasi meskipun lebih sering digunakan dalam bentuk kapsul gelatin lunak maupun keras. Kapsul gelatin adalah bentuk unit dosis yang diisi dengan zat aktif dan umumnya didesain untuk sediaan oral. Gelatin sangat sukar larut dalam air dingin, kapsul dari gelatin dapat membuat suatu sediaan terlepas secara perlahan dari pembawanya. Atau dengan kata lain gelatin dapat menghambat laju disolusi dari sediaan tablet maupun kapsul. Selain itu gelatin juga digunakan pada sediaan pasta, supositoria, pembawa pada sediaan injeksi, dan pada produk makanan seperti es krim.
Gelatin dapat bereaksi dengan aldehid, anion, polimeranionik dan kationik, ion logam, pengawet,dan surfaktan, sedangkan dengan alkohol, kloroform, eter, garam merkuri, dan asam tanat dapat membentuk endapan.

III. Alat dan Bahan
Alat:
·   Kaca objek
·   Desintegration tester
·   Pinset
·   Lem
·   Pipet
·   Beaker glass
·   Gunting

Bahan:
·   Mukosa lambung mencit
·   Granul polimer (gelatin)
·   Granul non polimer

IV. Prosedur Kerja
1.      Mukosa lambung mencit dibersihkan dan dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis.
2.    Mukosa lambung ditempelkan ke kaca objek dengan bagian muka menghadap ke atas dan direkatkan dengan lem.
3.    Granul polimer (gelatin) dan nonpolimer ditempelkan pada masing-masing kaca objek bagian mukosa masing-masing sebanyak 40 granul.
4.      Ditetesi NaCl fisiologis 0.9% diatas granul dan dibiarkan selama 1 menit.
5.     Kaca objek dimasukkan ke dalam disintegration tester pada bagian tabung pengaduk dan alat tersebut dinyalakan pada suhu 370 C, disetting selama 15 menit pertama dan dilanjutkan 15 menit kedua.


V. Hasil Pengamatan
Waktu
Jumlah Granul Polimer
Jumlah Granul Non Polimer
15 menit
26 granul
0
30 menit
26 granul
0
           

VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan mengenai uji wash off, yang bertujuan menguji kemampuan suatu granul untuk berikatan dengan permukaan mukus lambung yang diisolasi dari mencit. Dalam percobaan kami membandingkan kekuatan ikatan tersebut, yakni antara granul yang berpolimer dengan granul yang non polimer.
Uji wash off yang kami lakukan menggunakan suatu alat yang bernama disintegration tester yang diset pada suhu 370C. Alat ini bekerja dengan gerakan naik turun ke dalam suatu media cairan lambung buatan. Kami melakukan pengamatannya selama 2 kali, yaitu pada 15 menit pertama dan 15 menit kedua. Pada saat pengamatan, kami menghitung jumlah granul berpolimer dan granul non polimer yang tersisa pada mukus lambung, serta membandingkannya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan, jumlah granul polimer yang tersisa pada 15 menit pertama dan kedua adalah 26 granul, sedangkan pada granul yang non polimer tidak ada yang tersisa, bahkan ketika alat dioperasikan dan tabung yang berisi media cairan lambung buatan bergerak turun, granul non polimer langsung lepas dari mukus.
Hasil ini sebenarnya sesuai dengan teori, tetapi seharusnya granul yang non polimer tidak lepas secepat itu atau tetap membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menempel, hal ini kemungkinan dikarenakan mukus lambung mencit sulit dibedakan, sehingga pada saat penempelan granul, bagian mukusnya terbalik dan granulnya tidak menempel dengan sempurna pada mukus lambung mencit.
Pada granul yang berpolimer, dapat menempel lebih lama pada mukus lambung karena adanya ikatan antara musin dengan polimer yang digunakan. Musin lambung mengandung glikoprotein sedangkan polimer gelatin yang digunakan pada granul merupakan  protein, gelatin ini disintesis dari tulang ikan tuna yang kemudian dibuat granul. Karena keduanya sama-sama memiliki gugus –NH2 (amina), maka dapat  berikatan hidrogen, ikatan inilah yang menyebabkan musin lambung dan polimer dapat berikatan sangat kuat dan tidak mudah lepas. Uji wash off ini dapat digunakan sebagai parameter untuk pengujian sediaan lepas terkendali khusus untuk obat yang memang ditujukan pelepasan optimalnya di dalam lambung atau sediaan yang lebih dikenal dengan sediaan mukoadesif.


VII. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil pengamatan yang kami peroleh, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.    Uji wash off dapat digunakan untuk menguji kemampuan penghantaran bioadhesif dari suatu granul dengan polimer tertentu.
2.    Dengan adanya polimer (gelatin) waktu granul untuk menempel pada mukus lambung mencit lebih lama dibandingkan granul yang tidak berpolimer.
3.     Granul yang berpolimer dapat menempel lebih lama pada mukus karena adanya ikatan hidrogen yang kuatantara musin dengan polimer gelatin.



DAFTAR PUSTAKA


Chien, Yie W. 1992. Novel Drug Delivery Systems. New York: Marcel Dekker, Inc.
Rathbone, Michael J. 2003. Modified Release Drug Delivery Technology. New York: Marcel Dekker, Inc.
Wade, A dan P.J. Weller (ed.). 1986. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press London.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta.