More Text

Unordered List

Unordered List

BTricks

BThemes

Powered by Blogger.

Tuesday, June 4, 2013

Laporan Praktikum Analisis Kadar Paracetamol Dengan Metode Nitrimetri | Analisis Farmasi


Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Paracetamol

Menggunakan Metode "Titrasi Nitrimetri"


I.       Tujuan
Melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa paracetamol menggunakan metode titrasi nitrimetri.

II.       Prinsip
Nitrimetri merupakan metode penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina aromatic primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium (Zulfikar, 2010).

III.    Reaksi
-         Reaksi warna dengan FeCl3
Ar-OH (Fenol) + Fe3+ (logam besi3) àFe3+ [Ar-OH]
(kompleks Fenol-Fe3+) biru violet
-         Pembakuan NaNO2 dengan asam sulfanilat
-         Penetapan Kadar Parasetamol
NaNO2 + HCl                  → NaCl + HNO2
Ar- NH2 + HNO2 + HCl → Ar-N2Cl + H2O 
KI +HCl             → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji           → yod (biru) (Gandjar, 2007).

IV.     Teori Dasar
 Parasetamol merupakan zat aktif  pada obat yang banyak digunakan dan dimanfaatkan sebagai analgesik dan antipiretik. Parasetamol dimetabolisir oleh hati dan dikeluarkan melalui ginjal. Parasetamol tidak merangsang selaput lendir lambung atau menimbulkan pendarahan pada saluran cerna. Diduga mekanisme kerjanya adalah menghambat pembentukan prostaglandin. Obat ini digunakan untuk melenyapkan atau meredakan rasa nyeri dan menurunkan panas tubuh. Analisis parasetamol dilakukan untuk memastikan bahwa tablet parasetamol sesuai dengan kriteria yang tertera pada Farmakope Indonesia dan memastikan bahwa parasetamol dapat memberikan efek farmakologi yang diharapkan pada pasien (Ansel, 1989).

Monografi Parasetamol / Acetamiofen
Nama lain               :  N-acetyl-p-aminophenol / 4’-hidroksiasetanilida
Rumus Molekul      C8H9NO2
Berat Molekul           :  151,16
Struktur                 :
                  
Kandungan : 98%<n<101%
Pemerian               : Serbuk hablur putih tidak berbau dengan rasa pahit
Kelarutan               : Larut dalam air mendidih, Larut dalam natrium hidroksida
  1N, mudah larut dalam etanol.
Derajat Keasaman  : pH = 6 dan pKa = 9,51
Jarak Lebur            : Antara 168-172
Sisa Pemijaran        : Tidak lebih dari 0,1%
                                                              (Departemen Kesehatan RI, 1995).


Penetapan Kadar
Timbang saksama sejumlah serbuk tablet setara dengan 150 mg, tambahkan 50 ml natrium hidroksida 0,1 N, encerkan dengan 100 ml air, kocok selama 15 menit, tambahkan air secukupnya hingga 20,0 ml, campur, saring. Encerkan 10,0 ml filtrat dengan air secukupnya hingga 100,0 ml. Pada 10,0 ml, tambahkan 10 ml natrium hidroksida 0,1 N, encerkan dengan air secukupnya hingga 100,0 ml. Ukur serapan-1 cm larutan pada maksimum lebih kurang 257 nm. A(1%, 1 cm) pada maksimum lebih kurang 257 nm adalah 715 (Departemen Kesehatan RI, 1979).

Nitrimetri
Metode titrasi diazotasi disebut juga dengan nitrimetri yakni metode penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium (Zulfikar, 2010).
           Prinsipnya adalah reaksi diazotasi :
1.      Pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatik primer (amin aromatik sekuder dan gugus nitro aromatik),
2.      Pembentukan senyawa nitrosamine dari amin alifatik sekunder,
3.      Pembentukan senyawa azo dari gugus hidrazida, dan
4.      Pemasukan gugus nitro yang jarang terjadi karena sulitnya nitrasi dengan menggunakan asam nitrit dalam suasana asam.
Contoh zat yang memiliki gugu amin aromatic primer misalnya benzokain, sulfa; yang mempunyai gugus amin alifatis  misalnya Na siklamat; yang memiliki gugus hidrazida misalnya INH; yang memiliki gugu amin aromatis sekunder adalah parasetamol, fenasetin, dan yang memiliki  gugus nitroaromatik adalah kloramfenikol (Syamsuni, 2007).
 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam nitrimetri adalah :
a.   Suhu
Pada saat melakukan titrasi, suhu harus antara 5-150C. walaupun sebenarnya pembentukan garam diazonium berlangsung pada suhu yang lebih rendah yaitu 0-50C. pada temperature 5-150C digunakan KBr sebagai stabilisator. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam suhu tinggi karena :
Ø      HNO2 yang terbentuk akan menguap pada suhu tinggi.
Ø      Garam diazonium yang terbentuk akan terurai menjadi fenol.
b.   Keasaman
Titrasi ini berlangsung pada PH + 2, hal ini dibutuhkan untuk :
1.      Mengubah NaNO2 menjadi HNO2-
2.      Pembentukan garam diazonium.
c.   Kecepatan reaksi
Reaksi diazotasi berlangsung lambat sekali, sehingga agar reaksi sempurna maka titrasi harus dilakukan perlahan-lahan dan dengan pengocokan yang kuat. Frekuensi tetesan pada awal titrasi kira-kira 1 ml/menit, lalu menjelang titik-titik akhir menjadi 2 tetes/menit (Zulfikar, 2010).
Pada titrasi diazotasi, penentuan titik akhir titrasi dapat menggunakan indicator luar, indicator dalam, dan secara potensiometri.
·        Indikator Luar
Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji-iodida atau dapat pula menggunakan kertas kanji-iodida. Ketika larutan digoreskan pada pasta atau kertas, adanya kelebihan asam nitrit akan mengoksidasi iodide menjadi iodium dan dengan adanya kanji-iodida ini peka terhadap kelebihan 0,05 – 0,10 ml natrium nitrit dalam 200 ml larutan. Titik akhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang dititrasi pada pasta kanji-iodida atau kertas kanji-iodida akan terbentuk warna biru segera sebab warna biru juga terbentuk beberapa saat setelah dibiarkan di udara. Hal ini disebabkan karena oksidasi iodide oleh udara (O2) menurut reaksi :
4 KI + 4 HCI + O2 à 2H2O + 212 + 4 KCI
               I2 Kanji à kanji iod (biru)
Untuk meyakinkan apakah benar-benar sudah terjadi titik akhir titrasi, maka pengujian seperti di atas dilakukan lagi setelah dua menit (Zulfikar, 2010).
·        Indikator Dalam
Indikator dalam terdiri atas campuran tropeolin OO dan metilen biru. Tropeolin OO merupakan indicator asam-basa yang berwarna merah dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidari oleh adanya kelebihan asam nitrit, sedangkan metilen biru sebagai pengkontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau tergantung senyawa yang dititrasi (Zulfikar, 2010).
Pemakaian kedua indicator ini ternyata memiliki kekuarangan. Pada indicator luar harus dikerahui dulu perkiraan jumlah titran yang diperlukan, sebab kalau tidak tahu perkiraan jumlah titran yang dibutuhkan, maka sering melakukan pengujian apakah sudah tercapai titik akhir titrasi atau belum. Di samping itu, kalau sering melakukan pengujian, dikhawatirkan akan banyak larutan yang dititrasi (sampel) yang hilang pada saat pengujian titik akhir sementara itu pada pemakaian indicator dalam walaupun pelaksanaannya mudah tetapi seringkali untuk mengatasi hal ini, maka digunakan metode pengamatan titik akhir secara potensiomerti (Zulfikar, 2010).
Tirtasi diazotasi dapat digunakan untuk :
a)   Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus amin aromatis primer bebas seperti sulfamilamid.
b)   Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mana gugus amin aromatic terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol, ftalil sulfatiazol dan parasetamol. Pada penetapan kadar senyawa yang mempunyai gugus aromatic yang terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol harus dihidrolisis lebih dahulu sehingga diperoleh gugus amin aromatis bebas untuk selanjutnya bereaksi dengan natrium nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium
c)   Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus nitro aromatis seperti kloramfenikol. Senyawa-senyawa nitro aromatis dapat ditetapkan kadarnya secara nitrimetri setelah direduksi terlebih dahulu untuk menghasilkan senyawa amin aromatis primer (Zulfikar, 2010).
Dalam farmakope Indonesia, titrasi diazotasi digunakan untuk menetapkan kadar: benzokain; primakuin fosfat dan sediaan tabletnya; prokain HCI; sulfasetamid; natrium sulfasetamid; sulfametazin; selfadoksin; sulfametoksazl; tetrakain; dan tetrakain SCI (Zulfikar, 2010).

V.        Alat dan Bahan
a. Alat
  1. Batang pengaduk
  2. Buret
  3. Corong gelas
  4. Gelas kimia 100 ml
  5. Gelas kimia 500 ml
  6. Gelas ukur 100 ml
  7. Kertas Perkamen
  8. Klem
  9. Labu Erlenmeyer
  10. Penangas Air
  11. Pipet tetes
  12. Pipet volumetrik
  13. Plat porselen
  14. Spatula
  15. Statif
  16. Tabung reaksi
  17. Termometer

b. Bahan
  1. Amilum
  2. Aquadest
  3. Asam klorida 37%
  4. Asam sulfanilat
  5. Es
  6. Ferri Klorida
  7. Kalium Iodida
  8. Natrium Nitrit
  9. Parasetamol

VI.     Prosedur

1.      Analisis Kualitatif :
a.      Uji Organoleptis
Sampel obat parasetamol diamati bentuk, warna, bau, dan rasanya.
b.      Uji Kelarutan
-         Di dalam air
Sampel parasetamol digerus halus, kemudian ditimbang 100 mg dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu ditambah dengan air dan amati kelarutannya.
-         Di dalam etanol
Sampel parasetamol digerus halus, kemudian ditimbang 100 mg dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu ditambah dengan etanol dan amati kelarutannya.
c.       Reaksi Warna
Reaksi parasetamol dengan feri klorida
Pertama, alat dan bahan disiapkan dengan baik. Sampel parasetamol digerus, ditimbang seksama sebanyak 100 mg. Lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dilarutkan dalam 10 ml aquadest. Lalu diteteskan larutan feri klorida. Perubahan warna yang diamati dan dicatat.

2.      Analisis Kuantitatif :
Persiapan reagen
·        Pembuatan larutan HCl 4 M
                  Pertama-tama, larutan HCl 37 % diambil sebanyak 197,4 ml, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass lalu diencerkan 200 ml aquadest ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest hingga 500 ml.
·        Pembuatan Indikator Pasta Kanji-Iodida
Kalium iodida sebanyak 750 mg dimasukkan dalam beaker glass dan dilarutkan dalam 5 ml air. Lalu campuran tersebut ditambahkan 100 ml air. Campuran larutan dipanaskan hingga mendidih, kemudian ditambahkan suspensi pati yang dibuat dengan melarutkan pati sebanyak 5 gram dalam 35 ml air. Lalu campuran larutan dididihkan selama 2 menit dan didinginkan sebelum digunakan.
·        Pembakuan Larutan NaNO2 dengan Indikator Luar
Asam sulfanilat ditimbang seksama lebih kurang 100 mg, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur. Natrium            bikarbonat sebanyak 50 mg dan sedikit air ditambahkan dan diaduk hingga larut. Kemudian diencerkan dengan aquadest sebanyak 100 ml air, ditambahkan 2,5 ml HCl 1 N. Campuran larutan dipipet sebanyak 10 ml ke dalam Erlenmeyer dan ditambah dengan 250 mg KBr lalu dititrasi pelan-pelan dengan natrium nitrit 0,1 M hingga setetes larutan memberi warna biru pada pasta kanji-iodida. Titrasi dianggap selesai jika titik akhir ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama 2 menit.
·        Penetapan Kadar Parsetamol
Serbuk sampel parasetamol ditimbang seksama sebanyak 250 mg, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 30 ml HCl 4 M, lalu direfluks selama 35 menit. Kemudian didinginkan dan ditambahkan 10 ml aqua dan 10 ml HCl pekat, dikocok dan didinginkan sampai suhu kurang dari 15°C, dititrasi dengan natrium nitrit 0,1 M. Titik akhir titrasi ditetapkan dengan  menggunakan pasta kanji iodida yeng telah dioleskan pada porselen. Titik akhir tercapai apabila terbentuk warna biru seketika ketika pertama kali digoreskan dan didiamkan selama 2 menit, dan digoreskan lagi akan memberikan warna biru.


VII.  Data Pengamatan
1.      Uji Kualitatif
a.      Uji Organoleptis
-         Bentuk       : serbuk halus
-         Warna        : putih
-         Bau            : tidak berbau
-         Rasa           : pahit

b.      Uji Kelarutan
Parasetamol larut dalam air dan etanol, dengan perbandingan :
Sampel PCT
Pelarut
Jumlah pelarut
Keterangan
100 mg
Air
7 ml
1 bagian PCT larut dalam 70 bagian air
100 mg
Etanol
1 ml
1 bagian PCT larut dalam 10 bagian air
Kelarutan parasetamol dalam air

Kelarutan parasetamol dalam etanol

c.       Reaksi Warna (dengan Feri Clorida)
No.
Perlakuan
Hasil pengamatan
1.

100 mg sampel + aquadest
(+) FeCl3
Larutan bening à larutan biru violet
Parasetamol + FeCl3 àKompleks berwarna biru violet


Reaksi sampel dengan feri klorida




2.      Uji Kuantitatif
Tabel Pembakuan NaNO2
V. Asam Sulfonilat
V. NaNO2
10 ml
0,7 ml
10 ml
0,8 ml
Rata - Rata
0,75 ml

 
Pembakuan larutan asam sulfanilat


Tabel Penentuan Kadar Parasetamol
V. Parasetamol
V. NaNO2
30 ml
9,65 ml
30 ml
11,5 ml
Rata – Rata
10,575 ml

Larutan sampel yang direfluks

 
Pendinginan sampel uji yang akan dititrasi

 
Hasil pengoresan pada pasta kanji

VIII.     Perhitungan

·  Pembuatan HCL 4 M
  

·    Pembakuan NaNO2

·  Perhitungan Kadar Parasetamol
                                  

IX.           Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa parasetamol menggunakan metode titrasi nitrimetri. Untuk analisis kualitatif atau identifikasi digunakan uji organoleptis, uji kelarutan, dan reaksi warna dengan FeCl3. Sedangkan untuk analisis kuantitatif atau penetapan kadar digunakan metode volumetri dengan titrasi nitrimetri,  
Uji organoleptis merupakan suatu uji pendahuluan yang sering sekali dilakukan karena prosedurnya sederhana. Uji organoleptis ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu zat terutama senyawa yang memiliki ciri khas dalam bentuk, warna, bau, dan rasa. Uji organoleptis ini dilakukan dengan cara mengamatai bentuk dan warna sampel parasetamol secara visual, mencium baunya dan megecap rasanya. Berdasarkan uji organoleptis, parasetamol memiliki bentuk serbuk halus, berwarna putih, tidak berbau, dan memiiki rasa pahit. Hal itu sesuai dengan ketentuan parasetamol dalam Farmakope Indonesia.
Uji kelarutan dilakuakan untuk mengetahui suatu senyawa bisa larut di dalam pelarut apa dan untuk mengetahui sifat kelarutan senyawa tersebut. Uji kelarutan untuk parasetamol dilakukan dalam dua pelarut yang berbeda yaitu air dalam alcohol. Tahapnya yaitu sampel parasetamol digerus halus terlebih dahulu hingga halus dan ukurannya homogen. Kemudian ditimbang seksama sebanyak 100 mg  dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu sampel parasetamol tersebut ditambah dengan 7 ml air. Hasilnya, parasetamol larut dalam sejumlah air tertentu. Dalam hal ini, larut berarti terdispersi sempurna dalam zat yang melarutkan. Berdasarkan data tersebut dapat diartikan bahwa satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air (1:70) sehingga dapat diketahui bahwa sifat kelarutannya yaitu parasetamol larut di dalam air. Tahap yang sama dilakukan untuk uji kelarutan parasetamol dalam etanol. Hasilnya yaitu 100 mg parasetamol larut dalam 1 ml etanol, artinya satu bagian parasetamol larut dalam 10 bagian (1:10) etanol sehingga dapat diketahu bahwa sifat paraseatamol adalah sangat mudah larut dalam etanol. Hal ini sesuai dengan literarut yaitu dalam Farmakope Indonesia. Sifat kelarutan suatu senyawa dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu :
Sangat mudah laru  t           : perbandingan 1:1
Mudah larut                        : perbandingan 1 : 10
Larut                                  : perbandingan 1 ; 100
Uji kualitatif selanjutnya yaitu reaksi warna menggunakan reagen FeCl3. Tahapannya yaitu parasetamol digerus supaya homogen, kemudian ditimbang secara seksama sebanyak 100 mg menggunakan neraca digital. Penimbangan tersebut tidak harus terlalu akurat karena hanya mengidentifikasi, tidak menentukan kadar. Selanjutnya, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah aquadest sebanyak 10 ml hingga larut. Hasilnya yaitu terbentuk larutan bening. Kemudian, larutan parasetamol tersbut ditambah 3 tetes FeCl3.  Hasilnya yaitu terjadi perubahan warna larutan menjadi biru violet. Warna biru violet tersebut  diperoleh dari senyawa kompleks antara gugus fenol dengan ion logam Fe3+ sesuai reaksi :

Ar-OH (Fenol) + Fe3+ (logam besi3) àFe3+ [Ar-OH]
(kompleks Fenol-Fe3+) biru violet.
Analisis kuantiatif atau penentuan kadar parasetamol dilakukan dengan metode nitrimetri karena paracetamol memiliki gugus amin aromatis primer yang dapat dianalisis dengan baik dengan menggunakan metode ini. Metode nitrimetri merupakan metode pentapan kadar secara kuntitatif dengan menggunkan larutan baku natrium nitrit, yang didasarkan pada rekasi diazotasi yakni reaksi antara amin aromatic primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium. Namun karena asam nitrit tidak stabil dan mudah terurai, maka diganti dengan natrium nitrit.
Sebelum memulai titrasi, dilakukan terlebih dahulu pembakuan terhadap NaNOyang akan dipakai untuk titrasi dengan menggunakan asam sulfanilat. Pembakuan ini dilakukakn karena natrium nitrit termasuk larutan baku sekunder yang konsentrasinya mudah berubah-ubah sehingga tidak diketahui secara pasti. Tahapnya yaitu, asam sulfanilat yang ditimbang seksama lebih kurang 100 mg, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur. Natrium bikarbonat sebanyak 50 mg dan sedikit air ditambahkan dan diaduk hingga larut. Kemudian diencerkan dengan aquadest sebanyak 100 ml air, ditambahkan 2,5 ml HCl 1 N.
Campuran larutan dipipet sebanyak  10 ml ke dalam Erlenmeyer dan didinginkan hingga suhu tidak lebih dari 15°C dengan menggunakan es atau ditambah dengan 250 mg KBr lalu dititrasi pelan-pelan dengan larutan baku natrium nitrit 0,1 M hingga setetes larutan memberi warna biru pada pasta kanji-iodida. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pembakuan, dapat diketahui konsentrasi NaNO2 adalah sebesar 0,7 ml dan 0,8 ml dengan rata-rata 0,75 ml sehingga diperoler normalitasnya yaitu 0,079 M.
Selanjutnya, dilakukan proses penetapan kadar parasetamol dengan larutan natrium nitrit. Tahapnya, serbuk sampel ditimbang seksama setara dengan 250 mg parasetamol. Setelah ditimbang, kemudian dimasukan ke dalam erlemeyer 250 ml, kemudian ditambahkan HCl 4M sebanyak 30 ml. Fungsi penambahan HCL 4 M yaitu membuat suasana menjadi asam karena titrasi nitrimetri harus dilakuakan dalam suasan asam untuk mengubah NaNO2 menjadi HNO2- dan pembentukan garam diazonium.
Setelah penambahan HCl, larutan sampel di reflux selama 35 menit. Hal ini bertujuan untuk menghidrolisis parasetamol sehingga dihasilkan amin aromatis primer yang kemudian dapat bereaksi dengan asam nitrit sehingga terbentuk garam diazonium. Seharusnya proses refluks dilakukan selama 90 menit, namun dalam percobaan hanya dilakukan selama 35 menit. Hasil proses refluks, larutan berubah menjadi kuning kecoklatan. Kemudian larutan sampel didinginkan dan ditambahkan 10 ml aqua dan 10 ml HCl pekat untuk membuat larutan dalam keadaan asam berlebih dan membantu pembentukan asam nitrit yaitu agar tejadinya reaksi HCl dengan NaNO2  pada saat penambahan NaNO2.. Setelah itu, larutan analit dikocok dan didinginkan sampai suhu kurang dari 15°C sehingga digunakan penangas es.
Selanjutnya, dititrasi dengan natrium nitrit 0,1 M tetap pada suhu dibawah 15o C. Reaksi yang terjadi antara HCl dan NaNO2 adalah sebagai berikut :
NaNO2 + HCl → NaCl + HNO2
Ar- NH2 + HNO2 + HCl → Ar-N2Cl + H2O
Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang terbentuk mudah tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawah 15oC.  Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen.
Titik akhir titrasi ditetapkan dengan menggunakan pasta kanji iodida yang telah dioleskan pada porselen. Titrasi dihentikan apabila warnanya telah berubah dari ungu menjadi biru kehijauan atau apabila setetes larutan akan segera memberikan warna biru pada kertas kanji iodida. Titik akhir tercapai apabila terbentuk warna biru seketika ketika pertama kali digoreskan dan didiamkan selama 2 menit, dan digoreskan lagi akan memberikan warna biru.
Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warrna dari pasta kanji iodide sebagai indicator luar. Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya, kelebihan ini dapat berekasi dengan iodida yang ada dalam pasta kanji. Reaksi ini akan mengubah iodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna menjadi biru. Kejadian ini dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit. Reaksi perubahan warna yang dijadikan indikator dalam titrasi ini adalah :
KI +HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji →  yod (biru)
Setelah titrasi, didapatkan volume akhirnya sebesar 9,65 dan 11,5 ml, dengan rata-rata 10,575 ml sehingga dapat dihitung kadar parasetamol dengan rumus sebagai berikut :
Dengan rumus tersebut, didapat kadarnya 126,28 mg atau 50,51%. Hasil ini tidak sesuai dengan rentang kadar parasetamol dalam FI IV karena menurut farmakope IV, sediaan tablet parasetamol mengandung 90-110% parasetamol dari yang tertera di label sediaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidaktepatan pengambilan analit untuk dioleskan ke indikator luar. Sensitifitas analit terhadap indicator bisa berubah-ubah sehingga kesalahan beberapa tetes saja bisa mempengaruhi penentuan kadar. Bisa juga disebabkan tidak sempurnanya pengadukan yang dilakukan sehingga NaNOtidak bereaksi secara maksimal dengan HCl dan mengakibatkan warna pada indicator cepat menjadi biru atau karena proses refluks yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sehingga kemungkinan proses terbentuknya garam diazonium tidak sempurna. Selain itu bisa juga disebabkan oleh kesalahan dalam pengamatan karena tidak mengetahui secara pasti titik akhir yang tepat. Bebapa faktor tersebut dapat memengaruhi penentuan kadar sampel parasetamol.

X.        Kesimpulan
Identifikasi parasetamol dapat dilakuakan dengan reaksi warna menggunakan FeCl3 hingga membentuk warna biru violet. Sedangkan kadar parasetamol ditentukan dengan metode nitrimetri sehingga diperoleh kadarnya 126,28 mg atau 50,51%. Kadar tersebut tidak sesuai dengan yang tertera pada Farmakope Indonesia yaitu tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% karena diakibatkan oleh beberapa faktor.






DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Penerjemah: Farida Ibrahim. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Gandjar, G.I & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar. Yogyakarta.
Syamsuni, H A. 2007. FarmasetikaDasar dan Hitungan Farmasi. EGC. Jakarta.
Zulfikar. 2010. Metode Nitrimetri. Tersedia di http://www.chem-is-try.org/  [diakses tanggal 30 Maret 2013].