A. TUJUAN
B. DASAR
TEORI
Setiap organisme memiliki DNA yang terletak dalam inti
sel atau nukleus yang disebut sebagai DNA kromosomal, begitu pula
bakteri. Selain DNA kromosomal, bakteri juga memiliki DNA
ekstrakromosomal. Plasmid merupakan DNA ekstrakromosomal yang berbeda
karakternya dengan DNA kromosomal. Bentuk plasmid adalah sirkuler double helix
dengan ukuran 1 kb sampai lebih dari 200 kb. Pada bakteri jumlah plasmid yang
dimiliki bervariasi bahkan sampai ribuan ataupun tidak memiliki plasmid.
Plasmid bisa saja tidak terdapat pada bakteri yang biasa saja karena plasmid
tidak mempengaruhi ketahanan hidup bakteri tersebut. Plasmid hanya memberikan
sifat istimewa yang dimiliki oleh bakteri tersebut misalnya resistensi terhadap
antibiotik. Beberapa karakteristik dari plasmid yang patut diketahui antara
lain: dapat ditransfer ke bakteri lain dan memiliki ORI (Origin of replication)
sehingga mampu mereplikasi diri tanpa pengaturan dari DNA kromosom. Replikasi
dimulai dari titik ORI hingga semua plasmid tereplikasi. Plasmid merupakan
potongan melingkar DNA yang ukuranya kecil (kurang lebih 2000 sampai 10000 pasangan
basa) yang berisi informasi genetik yang penting untuk pertumbuhan bakteri. Di
alam, gen informasi ini sering mengkode protein yang akan membuat bakteri
resisten terhadap antibiotik. Plasmid mungkin merupakan hasil dari perkembangan
heterotrop yang tertutup. Bakteri sering tumbuh pada lingkungan yang sama
dengan mold dan fungi dan berkompetisi dengan mereka untuk
mendapatkan makanan (bahan organik kompleks). Sebagai hasilnya, mold dan fungi
menghasilkan toksin untuk membunuh bakteri (dalam dunia kedokteran sering
deisebut dengan antibiotik) agar supaya menang dalam memperebutkan makanannya. Untuk menanggapi ini bakteri menghasilkan plasmid
untuk mempertahankan hidupnya (Jakubowski. 2008). Plasmid adalah DNA untai ganda yang berbentuk
sirkuler yang berada diluar DNA kromosomal bakteria. DNA ekstrakromosomal yang
terjadi secara alamiah pada bakteria, yeast, dan
beberapa sel eukaryotik yang berada secara simbiotik maupun parasitik pada sel
inang.
Berdasarkan
fungsinya plasmid dapat dikelompokkan menjadi:
1. Fertility- F plasmids.
Merupakan plasmid yang dapat ditransfer dari satu sel ke
sel bakteri lain untuk proses konjugasi. Plasmid ini juaga mempunyai
kemampuan untuk mentransfer DNA atau gen baik yang terdapat dalam plasmid
ataupun dalam kromosom. Plasmid ditemukan antara lain pada Eschericia
coli, Pseudomonas, dan Streptomyces.
2. Resistance- R plasmids.
Mengandung gen yang resisten terhadap antibiotik atau
racun dan inhibitor pertumbuhan lainnya. Plasmid R dapat ditemukan pada
Staphylococcus.
3. Plasmid penyandi bacteriocins.
Bacteriocins adalah senyawa yang diproduksi oleh bakteri
untuk menghambat pertumbuhan atau bakteri lain yang spesises atau galurnya
berbeda. Plasmid ini mengandung gen struktural bacteriocins ataupun gen yang
mengkode protein yang berperan dalam pemrosesan dan transport bacteriocins.
Penamaan plasmid ini tergantung pada organisme yang memproduksinya. Misalnya
plasmid Col pada bakteri Escherichia coli yang
mengkode colicins.
4. Degradative plasmids.
Merupakan plasmid yang mampu mencerna substansi yang
tidak biasa, contoh toluen dan asam salisilat.
Merupakan plasmid yang menjadikan bakteri tersebut
patogen
Sedangkan berdasarkan jumlah plasmid di dalam sel dapat
dibedakan menjadi:
1. Low copy number plasmid dimana
dalam satu sel hanya mengandung satu atau beberapa plasmid saja.
2. High copy number dimana dalam satu
sel mengandung banayak plasmid hingga ribuan. Contohnya bakteri E.coli.
Selain fungsi, plasmid juga memiliki bentuk yang beragam,
antara lain:
1. Supercoiled
(covalently closed-circular).
DNA plasmid berbentuk sirkular dengan bentuk rantai yang
terpilin.
2. Relaxed circular.
Kedua ujung DNA menyatu dan berbentuk sirkuler.
3. Supercoiled
denature.
Kedua ujung DNA menyatu tapi pasangan basanya tidak
sempurna.
4. Nicked open
circular.
Rantai DNA yang terpotong pada salah satu sisi saja.
Berbagai macam bentuk plasmid itu akan mempengaruhi
kecepatan migrasi plasmid dalam elektroforesis. Urutan migrasi bentuk-bentuk
plasmid tersebut dari yang paling cepat adalah supercoiled, supercoiled
denaturated, relaxed circular, dan nicked open circular. Bentuk plasmid yang
semakin kecil atau ramping akan lebih mudah bergerak melalui pori gel agarose
sehingga akan mencapai bagian bawah terlebih dahulu. Ada berbagai macam
kegunaan dari plasmid, dalam rekayasa genetika, plasmid digunakan sebagai
vektor untuk kloning DNA. Selain itu plasmid juga banyak digunakan untuk
perbanyakan jumlah DNA tertentu sehingga bisa mengekspresikan gen tertentu.
Alasan utama pengunaan plasmid ini adalah karena plasmid memiliki peta
restriksi, adanya marker sehingga dapat diketahui apakah gen insert masuk atau
tidak, memiliki copy number yang besar, dan mudah dimodifikasi sesuai
dengan tujuan tertentu. Karena plasmid memiliki fungsi yang bisa dimanfaatkan
keuntungannya, maka ada banyak cara yang digunakan untuk mengisolasi plasmid
tersebut. Plasmid yang diisolasi berasal dari bakteri. Proses ini dikenal
sebagai proses mini preparation karena jumlahnya hanya sekitar 1-20µg.
Sedangkan untuk jumlah yang lebih besar (100-200µg) digunakan midi preparation
dan maxi preparation untuk jumlah yang lebih besar dari 200 µg.
Inti dari isolasi plasmid bakteri adalah menghancurkan
membran sel sehingga semua organel sel dapat keluar. Sehingga didapatkan DNA
kromosomal serta DNA ekstrakromosmal (plasmid). Untuk memperoleh plasmid saja
harus dilakukan pemurnian dari debris membran sel, organel sel, dan pengotor
lainnya. Metode yang dapat digunakan untuk isolasi plasmid antara lain yaitu
boiling lysis, lysis with detergent, mechanical lysis, alkaline lysis, dan
enzimatic digestion.
C. ALAT
DAN BAHAN.
1. Alat :
· Micropipet
dan tip.
· Tabung
eppendorf 15 ml dan 1,5 µl.
· Microsentrifuge.
· Vortex.
· Oven.
2. Bahan :
· Bakteri Escherchia
coli.
· Media
pertumbuhan bakteri cair (LB/NA).
· Larutan
suspensi sel (50 mM Tris-HCl, 10 mM EDTA).
· Larutan
lisis (0,2 M NaOH, 1% SDS).
· Larutan
netralisasi (1,32 M Kalium asetat pH 4,8).
· FKI(Phenol : Chloroform : Isoamilalkohol = 25 : 24 :1).
· Sodium
asetat 3M.
· Ethanol
absolut.
· Ethanol
70%.
· Aquades steril.
D. LANGKAH
KERJA.
Tahap isolasi.
1. Menyiapkan
kultur bakteri Escherichia coli yang diinkubasi dalam suhu 370 C
dan dalam waktu 1 malam.
2. Mengambil
8 ml bakteri dalam kultur cair dengan menggunakan mikropipet.
3. Memasukkan
kultur bakteri ke dalam tabung eppendorf 15 ml.
4. Mengendapkan
bakteri dengan microsentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selam 10 menit
sehingga terbentuk pelet dan supernatan.
6. Memvortex
campuran dengan kecepatan 3500 rpm.
7. Menambahkan 2
ml larutan B (NaOH dan SDS) ke dalam campuran pelet dan larutan A. Kemudian
dibolak-balik 4-6 kali.
8. Menambahkan larutan C
(Ka-Asetat) pada campuran pelet, larutan A, dan larutan B. Setelah itu
memvortexnya dengan menggunakan microsentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm
selama 10 menit hingga terbentuk supernatan dan pelet.
9. Mengambil supernatan sebanyak 4 ml
dan memasukkan ke dalam tabung yang baru kemudian didiamkan selama 1 malam.
Tahap presipitasi.
1. Menambahkan
± 0,1
vol NaOAc dan ±
2,5 vol larutan
ethanol absolut dingin ke dalam 4 ml supernatan yang telah didiamkan selama 1
malam.
2. Menyimpannya
ke dalam freezer dengan suhu -20C sampai
-40C selama 1 jam.
3. Mengendapkan
DNA plasmid dengan disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit.
4. Membuang supernatan dan membalik
botol konikel di atas tissue dan mendiamkannya selama ± 5 menit
Tahap pembilasan.
1. Membilas DNA plasmid yang
diperoleh dengan menambahkan 2 ml ethanol 70 % pada pellet dan
mendiamkankannya selama ± 5 menit.
2. Membuang
etanol 70 % dan membalik botol konikel di atas tissue sampai kering
selama ± 5 menit.
3. Menambahkan 50 mikrolit dH2O pada DNA plasmid dengan
menyedot dan menyemprotkan kembali sebanyak ± 6 kali dengan mikropipet tip
warna kuning sampai bercampur.
4. Memipet
larutan dengan mikropipet tip warna kuning dan memasukannya ke dalam botol
eppendorf kemudian dimasukkan ke dalam freezer.
E. HASIL PERCOBAAN
- Sentrifuge setelah inkubasi : Terbentuk
dua lapisan yaitu supernatan yang berwarna keruh dan pellet yang berwarna
kuning
- Setelah Penambahab larutan C
: Terbentuk endapan putih
- Sentrifuge setelah penambahan
larutan C : Terbentuk 3 lapisan. Lapisan
bawah adalah pellet yang mengandung plasmid lapisan tengah adalah
supernatant, dan lapisan atas adalah debris molekul
F. PEMBAHASAN
Praktikum yang berjudul “Isolasi DNA Plasmid” ini
bertujuan untuk mengisolasi DNA plasmid dari bakteri Escherchia
coli. Bakteri yang digunakan untuk diambil plasmidnya adalah
bakteri Escherchia coli dikarenakan:
1. Mudah
didapatkan.
2. Menghasilkan
keturunan yang banyak dalam waktu yang singkat.
3. Memiliki
jumlah plasmid yang banyak.
Beberapa teknik dapat digunakan untuk merusak sel Escherchia
coli, untuk melepaskan molekul DNA plasmid. Metode yang digunakan pada
isolasi DNA plasmid ini adalah metode alkali lisis atau lisis basa. Lisis basa
adalah perusakan sel pada pH tinggi dengan NaOH dan SDS (sodium
Duodenyl Sulfat), diikuti dengan
pelepasan dan denaturasi DNA genomik (gDNA), material dinding sel, dan
kebanyakan protein seluler. Meskipun DNA plasmid super coil juga
terpengaruh karena rusaknya ikatan hidrogen akibat promosi basa, jika pH dijaga
di bawah 12,5 pasangan basa terjaga dari pemisahan sempurna untai komplementer.
Basa-basa berperan sebagai nuclei untuk renaturasi sempurna
molekul DNA plasmid selama tahap netralisasi.
Jika lisis sel dilakukan pada pH di atas 12,5, atau jika
pH ekstrim dalam larutan, pasangan basa plasmid dapat lepas dan terjadi
denaturasi, membentuk pDNA single stranded. Setelah tahap lisis,
larutan dinetralisasi dengan kalium asetat, yang mengendapkan SDS bersama-sama
dengan gDNA terdenaturasi dan debris seluler. Pengerjaan berbeda dapat
menghilangkan material tidak larut ini, sedangkan mayoritas pDNA tinggal dalam
supernatan. Selama manipulasi, harus dijaga supaya tidak terjadi pemutusan gDNA
membentuk fragmen-fragmen kecil yang tidak akan membentuk agregat.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil 8
ml bakteri dalam kultur cair yang telah dipersiapkan dengan menggunakan
mikropipet dan memasukkannya ke dalam tabung eppendorf 15 ml. Kemudian
mengendapkan bakteri dengan microsentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selam 10
menit sehingga terbentuk pelet dan supernatan. Prinsip-prinsip dari sentrifugasi adalah dengan
memisahkan molekul berdasarkan ukuran dan berat molekul. Sampel yang
disentrifugasi dengan kecepatan tinggi dan gaya sentrifugal menyebabkan
komponen yang lebih besar dan lebih berat akan terendap di dasar tabung yang
biasa disebut dengan pellet, sedangkan molekul yang ukuran dan beratnya lebih
kecil akan berada pada lapisan yang atas yang biasa disebut dengan supernatan.Dalam hal ini, sel bakteri Escherchia coli akan
berada pada pellet sehingga kita mengambil pelletnya dan membuang bagian supernatan. Setelah itu
menambahkan larutan A yang berisi Tris-HCl dan EDTA untuk mensuspensi pelet sampai larut dengan
cara divortex. Di sini penmabahan larutan A akan membuat
berat molekul sel menjadi lebih besar sehingga nantinya akan terendapsebagai
pellet setelah disentrifuge. EDTA
dapat berfungsi sebagai penghambat DNAse yang dapat mendenaturasi DNA dan
sebagai pengkhelat magnesium yang berperan dalam merusak stabilitas membran
plasma sehingga membran plasma menjadi tidak stabil. Selain itu Tris-HCl menjaga pH larutan sehingga DNA tetap terjaga pada pH
nya.
Langkah selanjutnya adalah menambahkan 2 ml larutan B
(NaOH dan SDS) ke dalam campuran pelet dan larutan A lalu dibolak-balik 4-6
kali. Penambahan larutan B ini bertujuan untuk melisiskan dinding sel
bakteri di mana
SDS berfungsi untuk menghancurkan membran sel dan mendenaturasi protein serta
NaOH untuk mendenaturasi DNA genomik (kromosomal) dan mulai menghidrolisis RNA.
Sehingga DNA kromosomal akan kehilangan bentuknya setelah terdenaturasi dan
yang dapat diperoleh setelah proses ini kemungkinan besar adalah DNA plasmid.
Berikutnya kami menambahkan larutan C yang berisi kalium
asetat sebanyak 2 ml. Penambahan kalium asetat akan menyebabkan
renaturasi plasmid, mengendapnya single stranded DNA karena molekulnya yang
besar dan tidak dapat larut dalam larutan dengan kadar garam tinggi serta
pembentukan KDS yang tidak larut sehingga SDS dapat dengan mudah terbuang.
Penambahan juga berfungsi untuk menetralkan pH sehingga DNA plasmid tidak
rusak. Setelah itu disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm. Setelah
penambahan larutan netralisasi ini dihindari penggunaaan vortex atau
sentrifugasi yang berlebihan karena akan ikut menyebabkan DNA kromosomal yang
mungkin masih ada akan menjadi lebih kecil sehingga akan terlarut pada
supernatan yang berisi DNA plasmid. Jadi, pada akhir tahap isolasi ini bagian
yang diambil adalah supernatan yang mengandung DNA plasmid dan membuang pellet yang mengandung debris molekuler. Supernatan diambil
sebanyak 4 ml kemudian didiamkan selam 1 malam.
Dari
hasil percobaan, setelah ditambahkan larutan A, larutan B, dan larutan c
ternyata hanya diperoleh sedikit pellet dan supernatant tampak keruh. Hal ini
mungkin terjadi karena debris molekul tidak semuanya mengendap sebagai pellet
namun masih tercampur dalam supernatan bersama plasmid sehingga supernatan
tampak keruh. Tidak mengendapnya semua debris molekul mungkin disebabkan pada
saat penambahan larutan A sebagai larutan suspensi,EDTA yang berfungsi sebagai penghambat DNAse yang dapat
mendenaturasi DNA dan sebagai pengkhelat magnesium yang berperan dalam merusak
stabilitas membran plasma sehingga membran plasma menjadi tidak stabil belum
bereaksi secara optimal. Selain itu
Tris-HCl yang berfungsi menjaga pH larutan sehingga DNA tetap terjaga pada pH nya juga
belum bereaksi optimal. Akibatnya, Tidak semua debris molekul dapat terendapkan
sesuai ukuran dan berat molekulnya dan mencemari supernatan sehingga tampak
keruh. Hal ini dapat juga disebabkan oleh kurang berfungsinya larutan B dalam
melisiskan dinding sel bakteri sehingga tidak semua dinding dan sitoplasma
dapat dirusak. Atau mungkin pula ketika mengambil kultur bakteri atau
ketika menambahkan larutan, baik larutan A maupun larutan B, tip
menyentuh dinding tabung sehingga plasmid terkontaminasi zat-zat pengotor.
Dapat pula saat pengambilan kutur bakteri, ketika pengambilan pellet ternyata
supernatan juga ikut terambil sehingga menyebabkan setelah penambahan larutan
A, larutan B, dan larutan C, pellet sedikit dan supernatant menjadi keruh.
Pada tahap presipitasi kami menambahkan ± 0,1
vol NaOAc dan ±
2,5 vol larutan
ethanol 0,4 ml SodAc (Sodium Asetat) dan 10 ml larutan ethanol absolut
dingin ke dalam 4 ml supernatan yang telah didiamkan selama 1 malam. Penambahan
ethanol absolut berguna untuk mengendapkan plasmid karena perbedaan polaritas.
Ethanol yang ditambahkan harus dingin agar lebih banyak lagi DNA plasmid yang
mengendap. Prinsip pengendapan dengan menggunakan ethanol absolut dingin
yaitu : Saat penambahan garam yaitu Sod Asetat yang berfungsi sebagai neutralize
charge pada gula fosfat DNA, maka ion-ion seperti kation Na+ akan
menyelimuti rantai DNA yang bermuatan negatif. Jika di dalam air, gaya
elektrostatik antara ion + (Na+) dan - (DNA)
masih lemah karena sebagian rantai DNA masih berikatan dengan air atau dapat
dikatakan air punya konstanta dielektrik yang tinggi. Sehingga penambahan
pelarut organik seperti ethanol dapat menurunkan konstanta dielektrik tersebut
atau memperbanyak ikatan DNA dengan Na+ sehingga membuat DNA
lebih mudah terpresipitasi.
Setelah penambahan ini, maka supernatan di dalam kedua
larutan tersebut dimasukkan ke dalam freezer selama kurang lebih 1 jam. Tahap
akhir dari presipitasi adalah sentrifuge supernatan beserta campurannya dengan
kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Hasil yang diperoleh adalah pelet yang
mengandung DNA plasmid dan supernatan yang mengandung larutan NaOAc dan ethanol
absolut. Sehingga, yang diambil pada tahap ini adalah bagian pellet dan yang dibuang adalah bagian supernatan.
Saat tahap presipitasi dilakukan ternyata
didapatkan endapan/gumpalan putih yang merupakan protein menurutb keterangan
dosen pembimbing. Hal ini juga mungkin berkaitan dengan langkah sebelumnya,
atau mungkin saat pengambilan supernatan setelah penambahan larutan A, larutan
B, dzan larutan C, pellet ikut terambil sehingga didapatkan plasmid yang sangat
tidak murni.
Tahap terakhir adalah tahap pembilasan
DNA plasmid yang diperoleh dengan cara menambahkan 2 ml ethanol 70 % .
Tujuannya yaitu untuk membersihkan sisa-sisa larutan yang digunakan untuk
mengendapkan plasmid sebelumnya sehingga dapat diperoleh plasmid yang murni.
Kemudian membuang etanol 70 % dan membalik botol konikel di atas tissue sampai
kering selama ± 5 menit. Setelah itu, menambahkan 50 mikrolit dH2O
pada DNA plasmid dengan menyedot dan menyemprotkan kembali sebanyak ± 6 kali
dengan mikropipet tip warna kuning sampai bercampur. Langkah terakhir, memipet
larutan dengan mikropipet tip warna kuning dan memasukannya ke dalam botol
eppendorf kemudian dimasukkan ke dalam freezer.
Plasmid
hasil isolasi kali ini sangat buruk karena terdapat gumpalan putih yang
merupakan protein sehingga kesulitan saat pemindahan dari tabung konikel ke
tabung eppendorf menggunakan tip warna kuning yang sangat kecil. Sehingga, pada
praktiknya, pemindahan plasmid oleh praktikan kemudian digunakan tip warna biru
yang diameternya lebih besar. Namun, murni atau tidaknya plasmid hasil isolasi
belum dapat diketahui sebelum dilakukan proses lebih lanjut, melalui proses
running.
G. KESIMPULAN
Dalam praktikum kali ini menggunakan metode alkali lisis
untuk dapat mengisolasi DNA plasmid dari bakteri Escherichia coli.
DAFTAR
PUSTAKA
Calladine, C. R.,
Horace R D., Ben F L., Andrew A T. 2004. Understanding DNA. Amsterdam :
Academic Press.
Campbell, N.A.,
J.B. Reece, & L.G. Mitchell. 2002. Biologi 5th ed. Jakarta :Erlangga.
Lodish, H., Arnold
B., S. Lawrence Z., Paul M., David B. James D. 2000. Molecular Cell Biology. Wh
Freeman Company
Suryani, Yoni dkk.
2007. Petunjuk Praktikum Biologi Sel Dan Molekuler. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.