PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR
I.
TUJUAN
Mengetahui efek obat terhadap aktivitas
lokomotor hewan percobaan yang dimasukkan ke dalam roda putar berdasarkan
pengamatan jumlah putaran roda.
II. PRINSIP
Pemberian stimulant dan
depresan yang mempengaruhi aktivitas lokomotor hewan percobaan.
III. TEORI
Sifat pokok makhluk hidup adalah dapat terangsang
(keterangsangan), yaitu kemampuan sel-sel tertentu untuk bereaksi terhadap
suatu rangsang fisika atau kimia dengan suatu reaksi spesifik yaitu eksitasi.
Disamping sel saraf, terdapat pengkhusussan sel reseptor dan sel otot. Rangsang
dihantarkan ke sel-sel lain melalui neurit (misalnya dari perifer ke sistem
saraf pusat dan sebaliknya). Pada dendrit tempat berakhirnya sebagian serabut
saraf neuron lain, terjadi pengalihan rangsang.
Dalam
keadaan istirahat, antara lain bagian dalam suatu serabut saraf dan ruang
ekstrasel terdapat perbedaan potensial, potensial (istirahat) membran, dari -60
sampai -100mV. Potensial membran dapat dibuktikan, jika suatu mikroelektrode
ditusukkan ke dalam suatu sel saraf melalui membran dan diukur tegangan
terhadap elektrode yang diletakkan di luar. Penyebab sifat kenegatifan dari
bagian dalam sel terhadap sekitarnya adalah perbedaan distribusi ion-ion dalam
kedua ruangan.
Dengan
rangsang kimia atau fisika dapat terjadi perubahan potensial membran. Jika
potensial membran menurun dalam jumlah tertentu akibat rangsang demikian
(terdepolarisasi) dan dengan demikian melewati nilai ambang tertentu (potensial
ambang), maka potensial membran mendadak menurun dalam waktu yang sangat singkat.
Bahkan untuk sementara bagian dalam saraf positif terhadap bagian luar dari
membran. Akhirnya potensial membran lama dibentuk kembali (repolarisasi).
Proses depolarisasi dan repolarisasi ini yang dapat diikuti sebagai perubahan
potensial dalam waktu yang sangat singkat disebut potensial aksi.
Dalam
neuron, energi dialihkan dengan penghantaran saraf yang melibatkan proses
elektrik murni. Proses hantaran sinaptik melibatkan pengalihan energi dari
ujung cabang akson pada neuron yang satu ke neuron yang lain yang tidak saling
berhubungan penghantaran impuls saraf melalui sambungan sinaptik adalah suatu
proses kimia. Perubahan aktivitas listrik disebabkan oleh perubahan
permeabilitas membran sel pascasinaptik, dan ini disebabkan pula oleh pelepasan
transmiter. Bila zat transmiter bereaksi dengan reseptor pascasinaptik, zat itu
dapat menimbulkan eksitasi atau hambatan. Kerja transmiter itu meningkatkan
atau menurunkan secara selektif penghantaran ion atau permeabilitas membran
terhadap ion.
Obat
yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek yang sangat
luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas SSP secara
spesifik atau secara umum. Beberapa kelompok obat memperlihatkan selektivitas
yang jelas misalnya analgesik antipiretik yang khusus mempengaruhi pusat
pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain.
Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP yang
bersifat umum sehingga takar lajak yang berat selalu disertai koma. Pembagian
obat dalam kelompok yang merangsang dan kelompok yang menghambat SSP tidak
tepat, karena psokofarmaka misalnya menghambat fungsi bagian SSP tertentu dan
merangsang bagian SSP yang lain. Obat yang mempengaruhi susunan saraf pusat
(SSP) dapat bersifat merangsang atau mendepresi. Berdasarkan kegunaan
terapeutiknya, obat SSP dapat dibagi dalam tiga golongan :
- Depresi SSP umum
Obat-obat ini menimbulkan efeknya dengan mendepresi
secara tak selektif struktur sinaptik, termasuk jaringan prasinaptik, termasuk jaringan
prasinaptik dan prasinaptik. Obat-obat ini menstabilkan membran neuron dengan
mendepresi struktur pascasinaptik, disertai dengan pengurangan jumlah
transmiter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaptik.
- Perangsang DDP umum
Obat-obat ini melakukan kerjanya secara tak selektif
dengan salah satu mekanisme berikut : merintangi hambatan pascasinaptik atau
mengeksitasi neuron secara langsung. Eksitasi neuron secara langsung dapat
dicapai dengan mendepolarisasi sel prasinaptik, meningkatkan pelepasan prasinaptik
akan transmiter, melemahkan kerja transmiter, melabilkan membran neuron atau
menurunkan waktu pulih sinaptik.
- Obat-obat SSP selektif
Obat golongan ini dapat berupa depresan atau perangsang.
Kerja melalui berbagai mekanisme, dan mencakup obat antikejang, pelemas otot
yang bekerja sentral, analgetika dan sedativa.
Psikostimulansia dapat meningkatkan aktivitas spikis. Senyawa ini dapat menghilangkan rasa
kelelahan dan penat, serta meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dan kapasitas
yang bersangkutan. Senyawa ini tidak memiliki khasiat antipsikotik.
Ketergntungan fisik tidak begitu kuat, sedangkan ketergantungan psikis
bervariasi dari lemah (kofein) sampai sangat kuat (amfetamin, kokain).
Toleransi dapat terjadi misalnya pada amfetamin.
Senyawa
amfetamin dikelompokan bersal dari katekolamin atau efedrin. Dengan
menghilangkan gugus hidroksil, sifat lipofil senyawa akan nyata meningkat,
dengan demikian senyawa dapat melewati sawar darah-otak dengan baik. Zat ini
dapat meningkatkan tekanan darah dan rate jantung, yang dapat menyebabkan
stroke maupun serangan jantung. Kerjanya terutama disebabkan oleh pembebasan
katekolamin, dengan demikian senyawa-senyawa ini merupakan simpatomimetika yang
bekerja tidak langsung.
Kerja
stimulasi pusat, yang menentukan tanda-tanda klinisnya, amat besar. Disamping
senyawa-senyawa ini juga mempunyai efek simpatomimetik perifer yang jelas. Pada
pasien yang tidak lelah akan menimbulkan euforia ringan, meningkatkan rasa
percaya diri, juga aktivitas. Pada pasien yang lelah, kelelahan dan kantuk akan
hilang, kemampuan akan meningkat dan ini akan tetap selama beberapa jam. Karena
sifat-sifat inilah amfetamin sering disalahgunakan sebagai obat ’doping’.
Pemakaian terapeutiknya sebetulnya tidak beralasan. Jika seandainya diperlukan,
hanyalah boleh pada kelelahan yang amat sangat.
Hipnotik sedatif
merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat(SSP) yang relatif, mulai
dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat
(kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan
mati , bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan
aktivitas, menurunkan respon terhadap merangsangan emosi dan menenangkan. Obat
hipotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidut serta mempertahankan tidur
yang menyerupai tidur fisiologis.
Obat-obat depresi SSP umum dapat menimbulkan
ketergantungan psikis maupun fisik. Taraf ketergantungan dan toleransinya
berbeda-beda, karena masing-masing memiliki mekanisme kerja sendiri. Pada
umumnya, ketergantungan sudah dapat timbul setelah 2 minggu penggunaan kontinu.
Gejala withdrawal serius terutama timbul pada barbiturat dibandingkan senyawa
benzodiazepam. Insidepresi penyalahgunaan senyawa barbiturat, benzodiazepin,
dan sejenisnya melampaui daripada opioida.
Ketergantungan fisik, Bila penggunaan lama obat
dihentian, biasanya timbul gejala abstinensi, misalya kambuhnya keluhan semula
tetapi secara lebih hebat, nightmares, dan lain-lain. Tubuh seolah-olah
memprotes dengan nyata terhadap penghentian. Gejala-gejala ini dapat dielakkan
dengan jalan mengurangi secara berangsur dosis obat, dan umumnya lenyap setelah
beberapa hari. Efek ini mungkin disebabkan oleh kekurangan zat-zat endogen
untuk menempati reseptor bagi zat ini di otak. Pada ketergantungan kronis,
diperkirakan obat berfungsi memenuhi kekurangan akan zat endogen tersebut.
Ketergantungan psikis, lazimnya gejala tersebut di atas
disetrai gejala psikis, seperti perasaan takut dan gelisah, depresi atau reaksi
psikotis. Guna melawan perasaan buruk itu, pasien terdorong oleh keinginan
untuk mempertahankan perasaan nyaman yang diberikan oleh obat.
Secara kualitatif benzodiazepin mempunyai efek yang
hampir sama, namun secara kuantitatif spektrum farmakodinamik serta data
farmakokinetik yang berbeda. Hal ini yang menyebabkan aplikasi terapi golongan
ini sangat luas. Benzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot,
ansiolitik dan antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda.
Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja
golongan ini pada SSP dengan efek utama: sedasi, hiposis, pengurangan terhadap
rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Walaupun
benzodiazepin mempengaruhi aktivitas saraf pada semua tingkatan, namun beberapa
derivat yang lain pengaruhnya lebih besar dari derivatnya yang lain, sedangkan
sebagian lagi memiliki efek yang tak langsung. Penggolongan benzodiazepin :
- Obat-obat long-acting antara lain klordiazepoksida,
diazepam, nitrazepam, dan flurazepam. Obat-obat ini dirombak antara lain
dengan jalan demetilasi dan hodrolsilasi menjadi metabolit aktif
desmetildiazepam dan hidroksidiazepam.
- Obat-obat short-acting : oksazepam, lorazepam,
lormetazepam, temazepam, loprazolam dan zopiclon. Obat-obat ini
dimetabolisasi tanpa menghasilkan metabolit aktif yang memiliki kerja
panjang. Obat ini layak digunakan sebagai obat tidur karena tidak
berkumulasi saat penggunaan berulang kali dan jarang menimbulkan efek
sisa, sebaliknya risiko yang lebih besar akan reboundinsomnia dan lebih
cepat menimbulkan gejala abstinensi.
- Obat-obat ultra-short acting : triazolam, midazolam,
dan estazolam. Risiko akan efek abstinensi
dan rebound-insomnia lebih besar lagi pada obat-obat ini sehingga
setidaknya jangan digunakan labih lama dari 2 minggu.
Barbiturat sejak lama digunakan sebagai hipnotika dan
sedativa, tetapi penggunaannya dalam tehun-tahun terakhit sangat menurun karena
adanya obat-obat dari kelompok benzodiazepin yang lebih aman. Yang merupakan
pengecualian adalah fenobarbital, yang memiliki sifat antikonvulsif dan tiopental
yang masih banyak digunakan sebagai anestetikum i.v.
Barbital digunakan sebagai obat pereda untuk siang hari dalam dosis yang lebih rendah
dari dosisnya sebagai obat tidur. Faktor-faktor yang membatasi penggunaan
barbiturat dan menyebabkan penggunaannya terdesak oleh benzodiazepin adalah :
- Toleransi dan ketergantungan cepat timbul menyangkut
sifat menidurkannya pada dosis berulang laki dan lebih ringan mengenai
khasiat anti-epilepsinya.
- Stadium REM (dengan mimpi) dipersingkat, yang
berefek pasien mengalami tidur kurang nyaman.
- Efek paradoksal dapat terjadi dalam dosis rendah
pada keadaan nyeri, yakni justru eksitasi dan kegelisahan
- Overdise barbital menimbulkan depresi sentral,
dengan penghambatan pernapasan berbahaya, koma, dan kematian.
Akibat
induksi-enzim barbital juga mempercepat perombakan obat-obat lain, yang
metabolisasinya berlangsung oleh sistem enzim yang sama, misalnya derivat
kumarin, antikonseptiva oral, dan siklosporin. Sebaliknya efek barbital diperkuat oleh
asam valproat.
A.
Depresan Sistem Syaraf Pusat
Depresan
adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh. Kumpulan obat depresan (penekan) sistem saraf pusat
merupakan sekumpulan obat yang bertindak terhadap sistem otak sehingga membuat
orang yang mengkonsumsinya tidak sedarkan diri secara berlebih.
Umumnya,
obat jenis ini dibagi dalam empat kelompok utama yaitu golongan anestesia umum,
golongan alkohol alifatik (seperti arak), golongan obat penahan sakit narkotik,
dan golongan obat sedatif/hipnotik. Antara empat kelompok ini, golongan obat
penahan sakit narkotik dan sedatif/hipnotik merupakan obat penekan sistem saraf
pusat yang seringkali disalahgunakan. Salah satu jenis obat depresan yang
sangat populer adalah NAPZA.
Jenis
NAPZA dapat dibedakan menurut efeknya pada sistem syaraf pusat pemakai, yaitu :
{ Opioda/Opiat
Suatu zat, baik yang alamiah, semi
sintetik maupun sintetik yang diambil dari pohon poppy (papaver somniferum).
Opiat (narkotika) merupakan kelompok obat yang bersifat menenangkan saraf dan
mengurangi rasa sakit.
Turunan Opioda/opiat adalah:
Ø Opium yang diambil dari getah
pohon poppy yang dikeringkan dan ditumbuk menjadi serbuk /bubuk berwarna putih
Ø Morfin dibuat dari hasil
percampuran antara getah pohon poppy (opium) dengan bahan kimia lain. Jadi semi
sintetik. Dalam dunia kedokteran, zat ini dipakai untuk mengurangi rasa sakit.
Tetapi karena efeknya yang negatif, maka penggunaannya diganti dengan
obat-obatan sintetik. Morfin digunakan dalam pengobatan medis karena dapat
menawarkan rasa nyeri, dapat menurunkan tekanan darah, dapat menimbulkan efek
tidur. Pengaruh fisik morfin adalah mual, mengecilnya pupil mata, beratnya rasa
kaki, gatal-gatal pada muka dan hidung, seringnya menguap, panas pada perut,
berkeringat, berkurangnya pernafasan, merinding, dan menurunnya suhu badan.
Efek psikologis yang terasa adalah mengantuk, terganggunya fungsi mental,
berkurangnya nafsu makan dan seks, apatis, dan sulit berkonsentrasi. Morfin
juga menghilangkan rasa cemas dan takut.
Ø Heroin diambil dari morfin
melalui suatu proses kimiawi. Heroin tidak dipakai di dunia kedokteran karena
menimbulkan efek ketergantungan yang sangat berat, dan kekuatannya jauh lebih
besar daripada morfin. Jumlah yang sedikit saja sudah menimbulkan efek. Heroin
biasa berbentuk bubuk berwarna agak kecoklatan. Turunan heroin yang sekarang
banyak dipakai adalah Putaw yang mengakibatkan ketergantungan sangat berat bagi
pemakainya. Heroin biasanya digunakan dengan cara menyuntik melalui pembuluh
darah (berbeda dengan morfin) karena efeknya jauh lebih cepat terasa dan lebih
lama tertahan. Ada pula yang menggunakannya dengan cara menghirup lewat hidung.
Seperti morfin, heroin dapat mengurangi rasa sakit, mengurangi kecemasan ,
menenangkan dan memberikan rasa aman. Seperti opiat lainnya, heroin menimbulkan toleransi,
ketergantungan fisik dan ketergantungan psikologis.
Ø Kodein dan berbagai turunan
morfin. Kodein banyak dipakai dalam dunia kedokteran antara lain untuk menekan
batuk (antitusif) dan penghilang rasa sakit (analgetik). Karena efeknya bisa mengakibatkan
ketergantungan maka penggunaan obat-obatan ini masih diawasi oleh
lembaga-lembaga kesehatan. Metadon, jenis opiat sintetika, dengan kekuatan
seperti morfin, tetapi gejala putus obat tidak sehebat morfin, sehingga metadon
digunakan dalam pengobatan pecandu morfin, heroin, dan opiat lainnya.
{ Alkohol
Adalah cairan yang mengandung zat
Ethyl-alkohol. 3. Alkohol digolongkan sebagai NAPZA karena mempunyai sifat
menenangkan sistem syaraf pusat, mempengaruhi fungsi tubuh maupun perilaku
seseorang, mengubah suasana hati dan perasaan. Alkohol bersifat menenangkan,
walaupun juga dapat merangsang. Alkohol mempengaruhi sistem syaraf pusat
sedemikian rupa sehingga kontrol perilaku berkurang. Efek alkohol tidak sama
pada semua orang, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, mental, dan
lingkungan. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa bahaya alkohol jauh lebih
besar daripada obat lainnya. Hal ini ada benarnya juga, karena dibandingkan
obat-obatan lain alkohol mempunyai sifat sebagai berikut: merangsang,
menenangkan, menghilangkan rasa sakit, membius, membuat gembira. Apabila
ketergantungan sudah terjadi, keadaan ini secara lebih khusus disebut
alkoholisme Menurut beberapa ahli, alkohol merupakan zat psikoaktif yang paling
berbahaya.
{ Trankuiliser atau obat
penenang
Obat ini mula-mula dibuat untuk
menenangkan orang tanpa membuat orang tidur, sebagai pengganti berbiturat yang
dianggap menimbulkan efek samping. Dalam bahasa sehari-hari obat ini disebut
sebagai obat penenang untuk menghilangkan kecemasan tanpa menimbulkan rasa
ingin tidur. Trankuiliser Mayor antara lain digunakan untuk mengobati orang
sakit jiwa agar dapat menenangkan (contoh : largactil, serenal, laponex,
stelazine) . Trankuiliser Minor digunakan untuk mengurangi kecemasan dan
memberikan ketenangan pada orang yang menderita stress, gangguan neurosa atau
gangguan psikosomatis. Secara farmakologi, ada 3 kelompok trankuiliser mayor,
yaitu benzodiazepin, meprobamate, dan antihistamin. Golongan benzodiazepin
termasuk golongan yang paling banyak disalahgunakan (contoh : Activan,
Mentalium, Diazepin, Frisium, Sedatin (BK), Lexotan, Valium). Dibandingkan
sedativa, trankuiliser dianggap kurang berbahaya, tetapi bila dicampur dengan
alkohol, akan sangat berbahaya.
{ Sedativa atau sedatif-hipnotik
Merupakan zat yang dapat mengurangi
fungsi sistem syaraf pusat. Sedativa dapat menimbulkan rasa santai dan
menyebabkan ngantuk (sering disebut obat tidur). Biasanya sedativa digunakan
untuk mengurangi stress atau sulit tidur. Karena toleransi dan ketergantungan
fisik, maka gejala putus obat bisa jauh lebih hebat daripada putus obat dengan
opiat. Zat-zat ini juga mudah membuat ketergantungan psikologis. Secara
farmokologi sedativa dapat dibedakan antara barbiturat dan bukan barbiturat.
Barbiturat adalah jenis obat sintetik yang digunakan untuk membuat orang tidur,
mengurangi rasa cemas, dan mengontrol kekejangan, mengurangi tekanan darah
tinggi. Beberapa jenis barbiturat yang sering disalahgunakan adalah: Dumolid,
Rohypnol, Magadon, Sedatin, Veronal, Luminal. Non-narbiturat, contohnya Methaqualone
yang berbentuk pil putih (misalnya Mandrax/MX). Sedativa bisa mengakibatkan koma
bahkan kematian bila dipakai melebihi takaran.
Hipnotika sedativa seperti juga antipsikotika termasuk
dalam kelompok psikoleptika yang mencakup obat-obat yang menekan atau
menghambat fungsi-fungsi SSP tertentu. Sedativa berkhasiat menurunkan
aktivitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi
juga merupakan efek samping dari banyak obat yang khasiat utamanya tidak
menekan SSP, seperti kolinergika. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk,
mempercepat tidur, dan sepanjang malam mempertahankan keadaan tidur yang
menyerupai tidur alamiah mengenai sifat-sifat EEG nya. Selain sifat-sifat ini,
secara ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas sisa pada keesokan harinya.
Ada
indikasi kuat bahwa terjadinya toleransi dan ketergantunga berkaitan erat
dengan aktivasi dari sistem dopaminerg di otak. Semua zat yang bersifat adiksi
berkhasiat meningkatkan jumlah dopamin secara akut yang dihubungkan dengan efek
eufori, labilitas emosional, kekacauan dan histeri. Lebih dari sepuluh
neurotransmiter lain antaranya noradrenalin dan serotonin, memegang peranan
pula pada adiksi tetapi pengaruhnya jauh lebih ringan. Kadar dopamin yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan halusinasi dan psikosis akut.
§ Kafein
-
Khasiat :
kafein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar
dan mengantuk juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi dipertingg,prestasi
otak dan suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan dan
singkat daripada amfetamin. Kafein juga berefek inotrop positif terhadap
jantung, vasodilatasi perifer dan diuresis.
-
Efek samping : bila diminum lebih dari 10 cangkir kopi dapat berupa debar jantung,
gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah, ingatan berkurang dan sukar tidur.
-
Dosis :
pada rasa letih 1-3dd 100-200 mg, sebagai adjuvans bersama analgetik 50 mg
sekali, bersama ergotamin pada migrain 100 mg.
Obat Depresan Sedatif/Hipnotik
dan Jenis-jenisnya
Menurut definisinya, obat sedatif bekerja
mengurangi tahapan aktivitas mental seseorang, dan memberikan efek menenangkan
pikiran. Obat jenis hipnotik juga dapat membuat orang yang
mengkonsumsinyamerasa kantuk. Obat dalam kumpulan sedatif/hipnotik ini terdiri
daripada beberapa jenis, diantaranya adalah golongan barbiturat, benzodiazepin,
dan yang lain-lainnya seperti kloral hidrat, glutetimid, metakualon, serta
meprobamat. Obat jenis ini sebenarnya amat berguna untuk mengurangi rasa resah,
panas, ketegangan jiwa, dan insomnia (keadaan susah tidur). Dalam sesetengan sadar,
zat ini juga memberikan efek halusinasi.
Di
antara obat depresan sedatif/hipnotik yang menimbulkan efek ketagihan adalah
kumpulan barbiturat, benzodiazepin, kloral hidrat, glutetimid, metakualon, dan
meprobamat.
{ Kumpulan Barbiturat
Obat barbiturat merupakan satu
kumpulan obat yang seringkali dipreskripsikan oleh doctor untuk menciptakan
rasa tenang dan membuat penderita merasa mengantuk agar mudah tidur. Sebanyak
lebih kurang 2500 terbitan asid barbiturik telah dapat disintesiskan, tetapi
hanya lebih kurang 15 sahaja yang berguna untuk tujuan pengubatan. Dosis
terapeutik yang kecil dapat menenangkan perasaan resah, dan untuk dosis yang
lebih besar dapat membantu sesorang untuk tidur selam 20 hingga 60 menit.
Namun, apabila dosis ditingkatkan lagi, maka akan terjadi koma dan kemudian
pernafasan akan terhenti.
{ Kumpulan Benzodiazepin
Benzodiazepin, yang merupakan
satu lagi kumpulan depresan dikenali sebagai trankuilizer (penenang) ringan
atau minor, sedatif, hipnotik, atau antigelugut. Zat ini mempunyai kemampuan
mengurangi rasa resah, tegang, dan kejang otot, serta dapat menghasilkan sedasi
dan mencegah atau menghentikan gelugut. Benzodiazepin yang digunakan secara
luas adalah klordiazepoksid (librium), klonazepam (Clonopin), klorazepat
(Dalmane), lorazepam (Ativan), oksazepam (Serax), dan prazepam (Verstam).
Obat
ini masuk dalam golongan benzodiazepin. Obat ini bukan merupakan depresan umum,
turunan obat ini mempunyai profil farmakologi yang sangat serupa, tetapi
berbeda dalam selektivitas sehingga pemakaian kliniknya berbeda. Diazepam
terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus.
Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya
bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter terhadap terapi lazim.
Diazepam dapat efektif pada bangkitan lena karena menekan tiga gelombang paku
dan ombak yang terjadi dalam satu detik. Untuk mengatasi bangkitan status
epileptikus, disuntikkan 5-20 mg diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat
diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Diazepam
dapat mengendalikan 80-90 % pasien bangkitan rekuren. Pemberian per rektal
dengan dosis 0,5 mg atau 1mg/kg BB diazepam untuk bayi dan anak dibawah
11 tahun dapat menghasilkan kadar 500 g/ml dalam waktu 2-6 menit. Bagi anak
yang lebih besar dan orang dewasa pemberian rektal tidak bermanfaat untuk
mengatasi keadaan kejang akut, karena kadar puncak lambat tercapai dan kadar
plasmanya rendah. Walaupun diazepam telah sering digunakan untuk mengatasi
konvulsi rekuren, belum dapat dipastikan kelebihan manfaatnya dibandingkan obat
lain, seperti barbiturat atau anestetik umum, untuk ini masih diperlukan suatu
uji terkendali perbandingan efektivitas. Efak samping berat dan berbahaya yang
menyertai penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah,
akibat relaksasi otot. Disamping ini dapat terjadi efek depresi nafas sampai
henti nafas, hipotensi, henti jantung kantuk.
{ Meprobamat
Meprobamat yang pertama kali disintesis dan digunakan
secara besar-besaran terjadi pada tahun 1950. Obat yang diedarkan dengan nama
seperti Miltown, Equanil, Kesso-Bamate, dan Sk-Bamate digunakan dalam perubatan untuk mengurangi rasa
resah, tegang, dan juga gangguan kekejangan otot. Dari segi panampakan efek
awal, zat ini mempunyai persamaan dengan
barbiturat dalam penggunaan jangka tengah. Namun begitu, perbedaannya dari
barbiturat adalah kemampuannya mengendurkan otot, tidak mengakibatkan tidur
pada dosis biasa, dan secara relatif tidak membahayakan. Walau bagaimanapun,
penggunaan yang berlebihan dapat mengakibatkan ketergantungan psikologi dan
fisikal.
B. Stimulan, Merangsang Sistem Syaraf Pusat
Stimulan adalah berbagai jenis zat yang dapat
merangsang syaraf pusat dan meningkatkan kegairahan (segar dan bersemangat) dan
kesadaran Obat perangsang (stimulan) bekerja mengurangi kantuk karena
kelelahan, mengurangi nafsu makan dan menghasilkan insomnia, mempercepat detak
jantung, tekanan darah dan pernapasan, serta mengerutkan urat nadi, membesarkan
biji mata. Obat perangsang yang paling banyak dipakai adalah: nikotin (dari
nikotin tembakau), kafein (terdapat dalam kopi, teh, cokelat, minuman ringan),
amfetamin, kokain (dari erythroxylum pohon koka), dan crack (kristalisasi
bentuk dasar kokain).
Adapun zat yang termasuk stimulan adalah :
Sejenis
obat yang mempunyai kemampuan untuk memperlambat fungsi sistem saraf pusat dan
otonom. Obat antidepresan memberikan perasaan melambung tinggi, memberikan rasa
bahagia semu, pengaruh anastesia (kehilangan indera perasa), pengaruh analgesia
(mengurangi rasa sakit), penghilang rasa tegang dan kepanikan, memperlambat
detak jantung dan pernapasan serta dapat berfungsi sebagai obat penenang dan
obat tidur. Contoh: obat penenang hipnotis, alkohol, benzodiazepines, obat
tidur, analgesik narkotika (opium, morfin, heroin, kodein), analgesik
nonnarkotika (aspirin, parasetamol), serta anastesia umum seperti ether, oksida
nitrus.
{
Kafein
Zat
yang dapat ditemukan pada kopi, teh, coklat dan minuman soda (seperti coca
cola). Dalam dosis rendah kafein tidak berbahaya melainkan dapat menyegarkan.
Tetapi dalam dosis tinggi, kafein dapat menyebabkan gugup, tidak dapat tidur,
gemetar, naiknya kadar gula dalam darah, koordinasi hilang, nafsu makan
berkurang, bahkan bisa keracunan. Efek kafein, seperti juga pada obat-obatan
lainnya, akan sangat tergantung pada jumlah pemakaian dan individunya.
FARMAKODINAMIK
Orang yang minum cofein merasakan
tidak begitu mengantuk, tidak begitu lelah, dan daya pikirnya lebih cepatrdan
lebih jernih, tetapi kemampuannya berkurang dalam pekerjaan yang memerlukan
koordinasi otot halus, ketepatan waktu atau ketepatan berhitung. Efek di atas
timbul pada pemberian cofein 85-250 mg. Coffein dosis rendah dapat merangsang
SSP yang sedang mengalami depresi. Misalnya dosis 0,5 mg/kg BB cofein sudah
cukup untuk merangsang napas pada individu yang sama dengan 10 mg morfin.
FARMAKOKINETIK
Cofein cepat diabsorpsi setelah
pemberian oral, rektal atau parenteral. Sediaan bentuk cair atau tablet tidak
bersalut akan diabsorpsi secara cepat dan lengkap. Cofein didistribusikan ke seluruh
tubuh. Eliminasi cofein terutama melalui metabolisme dalam hati. Sebagian besar
diekskresi bersama urin dalam bentuk asam metilurat. Waktu paruh plasma cofein
antara 3-7 jam, nilai ini akan 2x lipat pada wanita hamil. Pada manusia
kematian akibat keracunan jarang terjadi. Gejala yang mencolok dari penggunaan
cofein dosis berlebihan adalah muntah dan kejang. Kadar cofein yang menimbulkan
kematian antara 80g sampai 1 mg/ml. Gejala permulaan berupa sukar tidur,
gelisah dan eksitasi yang dapat berkembang menjadi delirium ringan. Gangguan
sensoris dapat beerupa tinitus dan kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka
menjadi tegang dan gemetar, sering pula ditemukan takikardia ekstrasistol, dan
pernapasan menjadi lebih cepat.
KEGUNAAN
Kombinasi cofein dengan analgetik
seperti aspirin digunakan untuk pengobatan sakit kepala. Cofein juga
dikombinasikan dengan alkaloid ergot untuk pengobatan migren, ini disebabkan
kemampuan cofein menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah serebral. Minuman
cofein paling populer ialah kopi, coklat, the, dan minuman cola. Tidak dapat
disangkal minuman yang mengandung cofein ditentukan oleh daya stimulasinya,
sedangkan tiap individu berbeda daya stimulasi yang dialami. Anak-anak lebih
mudah peka terhadap rangsangan cofein daripada orang dewasa. Psien dengan tukak
peptik yang aktif dan hipertensi sebaiknya tidak minum yang mengandung cofein.
IV. ALAT
DAN BAHAN
Hewan
percobaan: Mencit putih jantan dengan berat badan antara 20-25 gram.
Bahan: - Obat depresan atau stimulan yang diuji.
- Larutan
NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-2 %.
Alat:
- Alat suntik 1 mL.
-
Sonde oral mencit
-
Stopwatch
-
Timbangan mencit
-
Alat roda putar (Wheel cage)
V.
PROSEDUR PERCOBAAN
Pengujian
dilakukan dengan “metode roda putar” (Wheel cage method) yang dimodifikasi,
dengan prosedur sebagai berikut:
-
Hewan dibagi atas dua kelompok, yang
terdiri atas:Kelompok controlKelompok obat uji (dua dosis) Setiap kelompok terdiri dari 3 ekor
hewan.
Semua hewan dari
setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya.
T Kelompok
kontrol diberi larutan NaCl fis atau larutan susp gom arab 1-2 %
T Kelompok
uji diberi obat depresan atau stimulan.
Pemberian zat / obat dilakukan secara oral.
-
Tiga puluh menit kemudian mencit
dimasukkan ke dalam alat “roda putar”.
-
Aktivitas mencit dicatat selama 30 menit dengan interval 5 menit.
-
Data yang diperoleh dianalisis secara
statistik berdasarkan analisis variasi dan kebermaknaan perbedaan lama waktu
tidak bergerak antara kelompok kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan Student’st-test.
-
Data disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik.
VI. DATA
PENGAMATAN, PERHITUNGAN DAN GRAFIK
Kelompok
|
Mencit
|
t = 5'
|
t = 10'
|
t = 15'
|
t = 20'
|
t = 25'
|
t = 30'
|
Jumlah
|
Kontrol Negatif
|
1
|
15
|
25
|
17
|
16
|
21
|
5
|
99
|
2
|
21
|
4
|
-
|
5
|
3
|
4
|
37
|
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
4
|
10
|
4
|
4
|
10
|
22
|
20
|
70
|
|
Jumlah
|
46
|
33
|
21
|
31
|
46
|
29
|
206
|
|
Rata-rata
|
15.33
|
11
|
10.5
|
10.33
|
15.33
|
9.67
|
68.67
|
|
Uji I (Diazepam)
|
1
|
14
|
53
|
17
|
13
|
11
|
6
|
114
|
2
|
20
|
15
|
28
|
1
|
3
|
1
|
68
|
|
3
|
1
|
0
|
0
|
0
|
5
|
1
|
7
|
|
4
|
20
|
5
|
3
|
4
|
0
|
0
|
32
|
|
Jumlah
|
55
|
73
|
48
|
18
|
19
|
8
|
221
|
|
Rata-rata
|
13.75
|
18.25
|
12
|
4.5
|
4.75
|
2
|
55.25
|
|
Uji II (Kaffein)
|
1
|
32
|
70
|
75
|
69
|
72
|
34
|
352
|
2
|
24
|
18
|
12
|
15
|
16
|
3
|
88
|
|
3
|
74
|
62
|
52
|
68
|
76
|
80
|
412
|
|
4
|
30
|
38
|
18
|
41
|
42
|
38
|
207
|
|
Jumlah
|
160
|
188
|
157
|
193
|
206
|
155
|
1059
|
|
Rata-rata
|
40
|
47
|
39.25
|
48.25
|
51.5
|
38.75
|
264.75
|
|
TOTAL
|
261
|
294
|
226
|
242
|
271
|
192
|
1486
|
PERHITUNGAN
1. Dosis
:
C Mencit
1 = 0,65 ml
C Mencit
2 = 0,5 ml
C Mencit 3 = 0,5125 ml
2.
Uji
Anava
t = 3, r
= 4, N = t . r = 3 . 4 = 12
Hipotesis
Ho : t1 = 0,
artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap mencit.
H1 : t1
¹ 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang
berbeda terhadap mencit.
Tabel
Anava
Sumber Variasi
|
Dk
|
Jk
|
KT
|
Fhit
|
Rata-rata
|
1
|
30669,39
|
30669,39
|
Fhit =
|
Waktu (blok)
|
5
|
539,11
|
107,822
|
|
Pemberian obat (perlakuan)
|
2
|
19862,19
|
9931,095
|
|
Kekeliruan eksperimen
|
10
|
997,81
|
9,9781
|
|
Kekeliruan subsampling
|
54
|
17497,5
|
324,028
|
|
TOTAL
|
72
|
69566
|
Perhitungan
:
Dk
Rata-rata = 1
Waktu = (b-1) = 6
- 1 = 5
Pemberian obat =
(p-1) = 3 - 1 = 2
Kekeliruan eksperimen =
(b-1)(p-1) = 5 x 2 = 10
Total
= 3
x 4 x 6 = 72
Kekeliruan
subsampling = 72 - (1+5+2+10) =
54
Jk
Ey = Sb – (By+Py)
=21399,11 – (539,11+19862,19)
= 997,81
Sy = å y2 – Ry – Sb
= 69566 –
30669,39 – 21399,11
= 17497,5
Dengan α = 5% = 0.05
Ftabel = F(2.10) = 4,1
Fhitung =
Fhit > Ftabel , maka Ho ditolak. Artinya terdapat
perbedaan yang signifikan dari efek pemberian obat-obat tersebut.
% Aktivitas Stimulan
= 100% - 386,49%
= - 286,49%
% Aktivitas Depresi
= 100% - 80,65 %
= 19,35 %
VII. PEMBAHASAN
Dalam
percobaan ini ingin mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor mencit
yang dimasukkan ke dalam “roda putar” (wheel cage), berdasarkan pengamatan
jumlah putaran roda. Obat uji yang digunakan adalah diazepam (obat
antidepresan) dan kafein (obat stimulant). Diazepam termasuk golongan
benzodiazepin, obat yang bersifat hipnotik sedatif, selain itu juga merupakan
anestetik parenteral, pelemas otot, antiepilepsi dan anticemas (antiansietas).
Sedangkan kafein merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan
alkaloid. Kafein bekerja di dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosin
dalam sel saraf. Peranan utama kafein di dalam tubuh adalah meningkatan kerja
psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa
peningkatan energi.
Obat stimulan biasanya bekerja merangsang susunan saraf
pusat melalui 2 mekanisme yaitu mengadakan blokade sistem penghambatan dan
meningkatkan perangsangan sinaps. Kafein dapat berfungsi sebagai stimulan
(perangsang) karena kafein bekerja pada susunan saraf pusat dengan meningkatkan
perangsangan sinaps yaitu terutama pada korteks serebri. Selain itu, kafein
juga dapat memberikan rangsangan pada medula oblongata sehingga pusat vasomotor
dan pusat pernapasan pun ikut terangsang. Akan tetapi tekanan darah tidak naik,
hal ini terjadi karena pada saat bersamaan, terjadi juga dilatasi pembuluh
kulit, ginjal dan koroner, akibat kerjanya di sistem saraf perifer. Rangsangan
pada pusat vasomotor oleh kafein disebabkan adanya kostriksi pembuluh darah
otak dan turunnya tekanan liquor.
Meningkatnya perangsangan sinaps oleh kafein
mengakibatkan kondisi tubuh menjadi siaga dan kemampuan psikis pun akan
meningkat. Dengan pemberian secara per oral, kafein akan diabsorpsi dengan
cepat dan sempurna sehingga efek kafein dapat dengan cepat dirasakan.
Sedangkan obat antidepresan biasanya bekerja
pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor
Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang
tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan
dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis.
Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin
dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin,
afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA
akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka
sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel.
Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan
dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Sebagai
hewan percobaan mencit yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan
yaitu: bersifat homogen baik dari segi galur, berat, umur dan jenis kelaminnya
karena akan mempengaruhi dosisnya. Jenis kelamin mencit yang digunakan pada
percobaan ini adalah mencit jantan karena mencit betina tidak stabil. Mencit
betina mengalami menstruasi dan pada saat menstruasi maka hormonnya akan
meningkat sehingga mempengaruhi kondisi psikologisnya. Kenaikan hormon ini juga
akan berpengaruh pada efek obat. Dengan alasan inilah mencit betina jarang
digunakan sebagai hewan percobaan.
Pada
percobaan ini akan mencit dibagi menjadi tiga kelompok. Pertaman-tama ketiga
kelompok mencit ditimbang bobot badannya, hal ini dilakukan untuk perhitungan
dosis obat yang nantinya akan diberikan kepada masing-masing mencit. Kelompok
pertama adalah mencit yang hanya diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 1-2
% saja tanpa penambahan obat-obatan yang lain, kelompok ini digunakan sebagai
kelompok kontrol. Kelompok yang kedua adalah kelompok mencit yang diberikan
obat diazepam secara per oral. Kelompok ketiga adalah kelompok mencit yang
diberi obat kafein secara per oral pula.
Pada
awalnya untuk mencit diberikan obat diazepam dan kafein masing-masing untuk
mencit II dam III secara per oral, kemudian didiamkan selama 30 menit sebelum
dimasukan ke dalam roda putar dan diamati jumlah putaran roda selang 5 menit
selama 30 menit waktu pengamatan. Proses didiamkannya mencit setelah diberikan
obat adalah agar obat tersebut dapat diabsorpsi terlebih dahulu oleh mencit,
sehingga efeknya akan lebih terlihat pada saat mencit diletakkan ke dalam roda
putar.
Pada
kelompok pertama (I), yaitu kelompok kontrol, pada kelompok ini mencit hanya
diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 3
% saja, sehingga mencit pada kelompok ini bekerja alami tanpa ada
pengaruh obat, sehingga kelompok-kelompok yang lain dapat dibandingkan dengan
kelompok kontrol ini.. Pada kelompok kedua adalah kelompok mencit yang telah
diberikan obat diazepam, sedangkan pada kelompok ketiga, mencit diberikan obat
kafein sehingga mencit pada kedua kelompok ini bergerak dipengaruhi oleh obat.
Diharapkan dapat terlihat hasil yang yang berbeda dengan adanya perbedaan pada
pemberian jenis obat yang diberikan kepada mencit.
Berdasarkan
percobaan kali ini dapat dilihat pengaruh pemberian obat diazepam maupun kafein
pada mencit. Berdasarkan pengujian data secara statistika, dapat dilihat bahwa
pemberian diazepam ataupun kafein memberikan efek terhadap mencit apabila
dibandingkan dengan kontrol.
Banyak
sekali faktor yang dapat mempengaruhi jumlah putaran. Yang sangat mempengaruhi
dari absorpsi obat adalah berat badan mencit, karena berpengaruh pada luasnya
daerah absorpsi dan tentu saja sangat mempengaruhi absorpsi obat. Perbedaan
jumlah pada tiap bagian ini dipengaruhi bagaimana ketersediaan obat dalam
mencit. Semakin lama obat dalam mencit akan bekerja sampai puncaknya dan
kemudian lama-lama efeknya akan menurun karena ketersediaan obat makin
berkurang.
Pada
percobaan kali ini, mencit yang tidak diberikan obat uji tidak terlalu
memberikan efek atau pengaruh yang signifikan terhadap perubahan aktivitas yang
ditunjukkan dengan peningkatan atau penurunan jumlah putaran roda putar.
Sedangkan untuk mencit yang diberikan obat uji berupa diazepam, seiring dengan
berjalannya waktu pengamatan ternyata aktivitas mencit perlahan mengalami
penurunan, hal tersebut di tunjukkan dengan berkurangnya jumlah putaran roda
putarnya. Penurunan aktivitas pada mencit ini disebabkan karena diazepam termasuk golongan benzodiazepin, obat yang
bersifat hipnotik sedatif sehingga mengakibatkan mencit perlahan mengalami rasa
sedasi yang cukup kuat dan apabila
dosisnya ditingkatkan maka kemungkinan mencit tersebut akan tertidur atau tidak
melakukan aktivitas apapun. Untuk mencit yang diberikan obat kafein ternyata
mengalami peningkatan aktivitas yang cukup signifikan ditandai dengan peningkatan
jumlah putaran rodanya. Kafein meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh
tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Dengan
demikian maka mencit akan terus aktif bergerak selama efek obat tersebut masih
ada namun seiring dengan berjalannya waktu pengamatan maka lama-lama efeknya
akan menurun karena ketersediaan obat makin berkurang di dalam tubuh mencit.
Hal ini ditandai dengan berkurangnya jumlah putaran roda.
Pada grafik mencit dengan pemberian kafein, terlihat
bahwa grafik meningkat sampai puncak kemudian menurun kembali. Hal tersebut
dapat diartikan bahwa pada grafik yang meningkat mencit mulai mersakan efek
kafein yaitu adanya peningkatan kondisi fisik dan psikis mencit, namun pada
grafik yang menurun setelah puncak, mencit mulai kelelahan sehingga jumlah
putaran rodanya menjadi semakin sedikit.
Sedangkan pada grafik mencit dengan pemberian diazepam
terlihat bahwa grafik semakin menurun. Hal tersebut dapat diartikan bahwa efek
sedasi dan hipnosis yng diberkan diazepam pada mencit semakin meningkat
sehingga putaran rodanya semakin sedikit.
Data
pengamatan yang didapat
diolah berdasarkan statistika melalui metode analisis variansi (ANAVA).
Hipotesis nol (H0) ialah bahwa ketiga perlakuan memberikan efek yang
sama pada mencit. Statistik uji ialah f = P/E yang kemudian akan dibandingkan
dengan f tabel. Dari perhitungan dengan menggunakan kekeliruan 5 % didapat
bahwa jika H0 ditolak artinya
terdapat perbedaan yang signifikan dari efek pemberian obat-obat tersebut
sedangkan jika H0 diterima maka perlakuan memberikan
efek yang sama pada mencit.
Berdasarkan
perhitungan anava, F hitung < F tabel dan menunjukkan H0 ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan dari efek pemberian
obat-obat tersebut. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan yang seharusnya
terjadi, dimana pemberian zat stimulan dan depresan pada hewan uji akan
memberikan efek yang signifikan terhadap hewan uji yang digunakan sebagai
kontrol negatif berdasarkan perbedaan jumlah putaran yang dilakukan oleh hewan
uji.
Karena ingin diketahui kebermaknaan masing-masing
obat uji terhadap lama waktu gerak mencit maka dilakukan uji lanjut menggunakan
metode Student’s t-test.
Uji tersebut dilakukan berdasarkan nilai derajat kebebasan, t antara obat uji dan kontrol melalui
perhitungan dari nilai rata-rata dan simpangan baku.
Dari
uji didapat bahwa t obat uji diazepam
hampir signifikan terhadap kontrol sehingga perbedaan lama waktu tidak bergerak
kontrol dengan obat uji diazepam ialah signifikan dilihat dari jumlah putaran
yang dilakukan oleh mencit kontrol negatif dan mencit obat uji diazepam. Dari
uji didapat pula bahwa t obat uji
Caffein sangat signifikan terhadap
kontrol sehingga perbedaan lama waktu tidak bergerak kontrol dengan obat uji
Caffein sangat signifikan dilihat dari jumlah putaran yang dilakukan oleh
mencit kontrol negatif dan mencit obat uji Caffein.
VIII.
KESIMPULAN
Diketahui bahwa obat stimulan (kafein) dapat meningkatkan
aktivitas mencit dilihat dari %
stimulasi sebesar 286,49%
dan diketahui pula bahwa obat anti depresan (diazepam) dapat menurunkan
aktivitas mencit dengan %
depresi sebesar 19,35 %.
DAFTAR
PUSTAKA
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2002. Farmakologi Dan Terapi Edisi 4. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Ganiswarna, SG.
1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi
4. Jakarta: Gaya baru.
Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung: Penerbit ITB
Panitia Farmakope
Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia
Edisi ke 4. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Panitia Farmakope
Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia
Edisi ke 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Tjay,
Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat
Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi kelima.
Cetakan kedua. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.