Mohon Maaf, Artikel Ini Tidak Bisa di-COPAS, Silakan Download Link Dibawah Ini :
Analisis Sampel Tablet Difenhidramin HCl Menggunakan Metode Spektrofotometeri UV
I.
Tujuan
1. Menentukan kadar senyawa Difenhidramin HCl
dalam tablet Otede 50 mg dengan metode instrumen spektrofotometri UV-Vis
II.
Prinsip
1.
Spektrofotometri UV
Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi
ultraviolet pada panjang gelombang yang sesuai, maka molekul tersebut akan
mengabsorpsi cahaya UV yang mengakibatkan transisi elektronik yaitu
promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar berenergi lemah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang
gelombang saat absorpsi yang terjadi bergantung pada kekuatan elektron
yang terikat dalam molekul
(Gandjar, 2007).
2.
Hukum Lambert Beer
Hukum
Lambert-Beer menyatakan hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi
larutan analit dan berbanding terbalik dengan transmitan. Hukum
Lambert-Beer dinyatakan dengan :
A = log
= a b c
Keterangan : Io = Intensitas
sinar datang
It = Intensitas sinar yang
diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban (Rohman dan Gandjar, 2007).
III.
Teori Dasar
Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer sesuai
dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu
dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan
sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan
fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan
ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis
(Khopkar,
2003).
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau
absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat
optik dan elektronika serta sifat-sifat kimia fisiknya dimana detektor yang
digunakan secara langsung dapat mengukur intensitas dari cahaya yang
dipancarkan (It) dan secara tidak lansung cahaya yang diabsorbsi (Ia),
jadi tergantung pada spektrum elektromagnetik yang untuk diabsorb oleh benda.
Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada
senyawaan atau warna terbentuk (Khopkar, 2003).
Secara garis besar spektrofotometer terdiri
dari 4 bagian penting yaitu :
1.
Sumber
Cahaya
Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki
pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya
yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah
sebuah lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu
ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang adalah 350 –
2200 nanometer (nm) (Day, 2002).
Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu, i = K Vn, i = arus cahaya, V =
tegangan, n = eksponen (3-4 pada lampu wolfram), variasi tegangan masih dapat
diterima 0,2% pada suatu sumber DC, misalkan : baterai. (Gandjar, 2007).
Di bawah kira-kira 350 nm, keluaran lampu wolfram itu tidak memadai
untuk spektrofotometer dan harus digunakan sumber yang berbeda. Paling lazim
adalah lampu tabung tidak bermuatan (discas) hidrogen (atau deuterium) 175 ke
375 atau 400 nm. Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber
pada daerah ultraviolet (UV) .
Kelebihan lampu wolfarm adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak
bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Sumber cahaya untuk
spektrofotometer inframerah, sekitar 2 ke 15 m menggunakan pemijar Nernst (Nernst glower) (Day,
2002).
2.
Monokromator
Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat
berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang
diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah
posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan
λ yang diinginkan (Gandjar, 2007).
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya
polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu
(monokromatis) yang bebeda (terdispersi). Ada
2 macam monokromator yaitu :
1)
Prisma
2)
Grating (kisi difraksi)
(Khopkar,
2003)
Keuntungan menggunakan kisi difraksi :
-
Dispersi sinar merata
-
Dispersi lebih baik dengan ukuran
pendispersi yang sama
-
Dapat digunakan dalam seluruh
jangkauan spectrum
Cahaya monokromatis
ini dapat dipilih panjang gelombang tertentu yang sesuai untuk kemudian
dilewatkan melalui celah sempit yang disebut slit. Ketelitian dari monokromator
dipengaruhi juga oleh lebar celah (slit width) yang dipakai (Khopkar, 2003).
3.
Sel
Absorpsi
Kuvet
spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat contoh atau
cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet harus memenuhi syarat- syarat sebagai
berikut (Day, 2002) :
1)
Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan
semua cahaya.
2)
Permukaannya secara optis harus benar- benar
sejajar.
3)
Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan-
bahan kimia.
4)
Tidak boleh rapuh.
5)
Mempunyai bentuk (design) yang sederhana.
Kuvet biasanya terbuat dari kwars, plexigalass,
kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5
cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau plexiglass,
sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV.
Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak
(visible) (Day, 2002).
4. Detektor
Peranan
detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda elektron yang
digunakan prinsip kerjanya telah diuraikan (Khopkhar, 2003).
Syarat-syarat
ideal sebuah detektor (Yoki, 2009):
1)
Kepekan yang tinggi
2)
Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
3)
Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
4)
Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
5)
Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga
radiasi
Sebagai detektor untuk Spektrofotometer UV - Vis biasanya
digunakan:
1)
Photo tube
2)
Barrier Layer Cell
Photo Multiplier Tube; Arus listrik yang
dihasilkan oleh detektor kemudian diperkuat dengan amplifier dan akhirnya
diukur oleh indikator biasanya berupa recorder analog atau komputer (Yoki,
2009).
Cara Kerja
Spektrofotometer
Cara kerja spektrofotometer secara singkat adalah sebagai berikut.
Tempatkan larutan pembanding, misalnya blanko dalam sel pertama sedangkan
larutan yang akan dianalisis pada sel kedua. Kemudian pilih fotosel yang cocok
200 nm - 650 nm (650 nm – 1100 nm) agar daerah λ yang diperlukan dapat
terliputi. Dengan ruang fotosel dalam keadaan tertutup “nol” galvanometer
dengan menggunakan tombol dark-current. Pilih
yang diinginkan, buka fotosel dan lewatkan berkas cahaya pada blanko dan “nol”
galvanometer didapat dengan memutar tombol sensitivitas. Dengan menggunakan
tombol transmitansi, kemudian atur besarnya pada 100%. Lewatkan berkas cahaya
pada larutan sampel yang akan dianalisis. Skala absorbansi menunjukkan
absorbansi larutan sampel (Khopkar, 2003).
Monografi
Dyphenhidramin Hidrochloridum
Pemerian :
serbuk hablur, putih, tidak berbau, jika kena cahaya,
perlahan-lahan
warnaya jadi gelap. Larutannya
praktis
netral
terhadap kertas lakmus
Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam
etanol dan dalam kloroform,
agak sukar larut dalam aseton, sangat sukar
arut dalam
benzene dan dalam eter.
Baku
pembanding : Difenhidramin Hidroklorida BPFI, lakukan pengeringan
dalam suhu 105o selama 3 jam
sebelum diguankan
Wadah
dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus
cahaya (Dekpkes RI, 1995).
OTEDE merupakan obat yang
mengandung Difenhidramin HCl 50 mg dengan indikasi antiemetik, rinitis alergika, urtikaria
(biduran/kaligata), hay fever. Difenhidramin
banyak digunakan dengan obat penurun panas (antipiretik) sehingga pasien dapat tidur
dengan nyaman. Diphenhydramine adalah obat anti histamin yang bekerja memblok
reseptor H1 dengan efek samping sedasi, gangguan saluran pencernaan, efek anti muskarinik,
efek kardiovaskular & susunan saraf pusat. Otede termasuk obat keras,
dengan dosis
yaitu dewasa : 3-4 kali sehari ½ tablet dan anak berusia 6-10 tahun : 3-4 kali
sehari ¼ tablet (Sanbe, 2012).
IV.
ALAT
DAN BAHAN
a. Alat
1.
Beaker
Glass
2.
Bulb
pipet
3.
Gelas
Ukur
4. Kertas Perkamen
5. Kuvet
6. Labu Ukur 10 ml, 20 ml, dan 25 ml
7. Neraca
8. Pipet
9. Spatel
10. Spektrofotometer UV-Vis
11. Volume pipet
b. Bahan
1. Aquadest
2. BPFI difenhidramin HCl
3. Tablet difenhidramin HCl “otede”
V.
PROSEDUR
Pembuatan
Sampel :
Tablet sebanyak 20 butir digerus
hingga homogen, kemudian ditimbangkan serbuk sebanyak 500 mg secara seksama.
Serbuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Kemudian dilarutkan
dalam aquadest dan di add hingga 50 ml.
Pembuatan
Baku :
Baku Difenhidramin HCl ditimbang sebanyak
5 mg secara seksama. Serbuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu ukur 25
ml. Kemudian dilarutkan dalam aquadest dan di add hingga 25 ml, sehingga diperoleh larutan baku dengan
konsentrasi 200 ppm.
Pembuatan larutan standar adisi :
Sebanyak 6 ml larutan sample 10.000
ppm dimasukkan ke dalam 5 labu ukur. Kemudian ke dalam masing-masing labu ukur
dimasukkan larutan baku sebanyak 0 ml, 2 ml, 4 ml, 6 ml, dan 8 ml. Setelah baku
dimasukkan kemudian di add aquadest
hingga batas labu ukur masing-masing yaitu 20 ml. Kemudian dilakukan
perhitungan absorbansi pada panjang gelombang maximum 245 nm. Langkah terakhir
adalah diplotkan data dan dihitung kadar dari Difenhidramin HCl.
VI.
DATA PENGAMATAN
Absorbansi
Larutan Standar Adisi dengan variasi voulmr standar
Sample
|
Baku
|
Aquadest
|
Absorbansi
|
6 ml
|
0 ml
|
14 ml
|
0.540033
|
6 ml
|
2 ml
|
12 ml
|
0.586433
|
6 ml
|
4 ml
|
10 ml
|
0.5695
|
6 ml
|
6 ml
|
8 ml
|
0.6054
|
6 ml
|
8 ml
|
6 ml
|
0.6485
|
Kurva Standar Adisi
r = 0.9579
a = 0.01179505
b = 0.5479113
y = ax + b
y = 0.01179505 x + 0.5479113
VII.
PERHITUNGAN
-
Jumlah
tablet = 20 tablet (Otede – Difenhidramin HCl 50 mg)
Berat total tablet = 5208.2 mg
Berat tiap tablet =
= 260.5 mg
-
Jumlah
zat yang ditimbang = 500
mg
Berat zat aktif Difenhidramin
HCl
-
Konsentrasi
obat
awal
-
Pengenceran
Larutan Standar Adisi
Jadi sampel (10,000 ppm) yang dimasukkan adalah 6 ml
untuk memperoleh konsentrasi larutan standar adisi 3000 ppm (konsentrasi yang
diharapkan setelah optimasi dengan rentang absorbansi 0,2-0,8).
-
Kadar Difenhidramin HCl yang seharusnya
-
Perhitungan Kadar
Sample
=
= 1548, 42 ppm
% = (1548.42/1919.4) X 100% = 80.67%
VIII.
PEMBAHASAN
Praktikum berjudul “Analisis Difenhidramin
HCl Sediaan Obat Di Pasaran Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis” ini bertujuan
untuk menentukan kadar difenhidramin HCl dalam sediaan obat yang di pasaran
dengan metode spektrofotometri. Sediaan obat yang dipakai dalam analisis adalah
tablet difenhidramin HCl dengan merek “Otede” . Prinsip dari analisis sampel
adalah pengukuran difenhidramin HCl pada panjang gelombang maksimum yang
ditentukan yaitu 245 nm, setelah larutan sampel yang mengandung difenhidramin
HCl dilakukan pengenceran. Penentuan difenhidramin HCl dibagi menjadi beberapa
tahapan. Tahapan tersebut antara lain pembuatan larutan baku, pengenceran
larutan sampel, pembuatan larutan standar adisi dan pengukuran dengan
spektrofotometer UV. Prinsip
kerja spektrofotometer adalah menggunakan instrumen obat atau molekul dengan
radiasi elektromagnetik, yang energinya sesuai. Interaksi tersebut akan
meningkatkan energi potensi elektron pada tingkat aksitan. Apabila pada molekul
yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada suatu macam gugus
maka akan terjadi suatu absorbsi yang merupakan garis spektrum.
Metoda
spektrofotometri uv-vis adalah salah satu metoda analisis kimia untuk
menentukan unsur, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Analisis
secara kualitatif berdasarkan pada panjang gelombang yang ditunjukkan oleh
puncak spektrum (190 nm s/d 900 nm), sedangkan analisis secara kuantitatif
berdasarkan pada penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media.
Intensitas ini sangat tergantung pada tebal tipisnya media dan konsentrasi
warna spesies yang ada pada media tersebut. Metode yang dipakai dalam analisis
kali ini adalah metode standar adisi. Metode ini digunakan untuk analit dalam
matriks yang kompleks, yg mengakibatkan terjadinya interferensi dalam respon
instrumen (RI). Contohnya antara lain darah, sedimen,serum, dll. Metode ini
sering disebut juga sebagai metode SPIKING. Respon dari instrument harus
merupakan fungsi linear dari konsentrasi analit terhadap interval konsentrasi
dan jugaharus tidak mempunyai intersep.
Pada
umumnya metode adisi standar digunakan ketika hanya beberapa sampel yang
akandianalisis dalam matriks kompleks. Metode ini telah digunakan secara luas
dalam kimiaelektroanalitik untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat daripada
menggunakan kurva kalibrasi. Karena larutan yang tidak diketahui dan larutan
standar diukur dalam kondisi yangsama, teknik voltametrik sensitif maktriks
seperti anodic stripping voltammetry bergantung secara khusus pada adisi
standar untuk hasil yang kuantitatif. Absorpsi atomik dan spektrofotometri
emisi api menggunakan metode ini dengan sampel matriks kompleks, dimana
viskositas, tegangan permukaan, pengaruh api, dan sifat lain dari larutan
sampel tidak dapat secara akurat di dihasilkan dalam larutan kalibrasi.
Hasil dari adisi standar dapat jugamenyediakan cara (alat) sistematis untuk
mengidentifikasi sumber eror dalam analisis, sepertikekurangan uji reagen,
kerusakan instrument, atau larutan standar yang tidak akurat.
Larutan standar A difenhidramin HCl
dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5 mg difenhidramin HCl murni kemudian
melarutkannya dengan aquadest kemudian menambahkan aquadest sampai tanda tera
pada labu ukur 25 mL. larutan ini mengandung 200 ppm difenhidramin HCl.
Selanjutnya adalah pembuatan
larutan sampel. Larutan sampel dibuat dengan menggerus 20 tablet sampel obat.
Kemudian ditimbang sebanyak 500 mg serbuk, dilarutkan dalam 50 ml aquadest, dan
diencerkan konsentrasinya menjadi 30.000 ppm. Prosedur berikutnya adalah
pembuatan larutan standar adisi. Diawali dengan memipet larutan standar sampel
100.000 ppm sebanyak 6 ml, kemudian dimasukkan masing-masing kedalam 5 labu
ukur 20 ml yang berbeda. Kedalam masing-masing labu ukur yang berisi larutan
sampel tersebut ditambahkan larutan baku sebanyak 0 ml, 2 ml, 4, ml, 6 ml, dan
8 ml. masing-masing labu ukur ditambahkan aquadest ad 20 ml, Setelah itu
langkah selanjutnya yang dilakukan dalam percobaan ini adalah memilih panjang
gelombang maksimum. Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri biasanya
dilakukan pada suatu panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum
karena konsentrasi besar terletak pada titik ini, artinya serapan larutan encer
masih terdeteksi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 245 nm, karena pada panjang gelombang 245 nm, gugus kromofor
pada senyawa difenhidramin HCl memberikan serapan, sehingga dapat dilihat hasil
nya berupa output absorbansi pada alat spektrofotometer.
Panjang gelombang maksimum ini
bertujuan agar zat-zat yang mengganggu tidak ikut terserap ataupun memberikan
serapan, dalam hal ini yang akan memberikan serapan hanya senyawa yang
dianalisis (difenhidramin HCl) sedangkan senyawa lain tidak boleh memberikan
serapan. Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri biasanya dilakukan
pada suatu panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum karena
konsentrasi besar pada titik ini, artinya serapan larutan encer masih
terdeteksi.Sebelumnya, dilakukan dulu analisis terhadap blanko sampel. Blanko
dibuat untuk mengetahui besarnya serapan yang disebabkan oleh zat yang bukan
analat, baik hanya pelarut untuk melarutkan atau mengencerkan ataupun pelarut
dan pereaksi tertentu yang ditambahkan. Selisih nilai serapan analat (Aa)
dengan nilai serapan blanko (Ab) menunjukan serapan yang disebabkan oleh
komponen alat. Data yang didapat kemudian diplot dan dihitung kadar sampel nya.
Selanjutnya dibuat kurva standar
adisi berdasarkan analisis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis sampel
difenhidramin HCl tersebut. Dibuat kurva standar adisi dengan sumbu x mewakili
volume, sedangkan sumbu y nya adalah absorbansi. Kurva standar adisi yang
terbentuk adalah seperti yang disajikan dalam grafik berikut:
Regresi(r) : 0,9579
Slope (a) : 0,01179505
Intercept(b) : 0,5479113, bila y: ax+b maka
persamaan
linearnya adalah y = 0,01179505x + 0,5479113
Setelah persamaan garis diperoleh
maka kadar difenhidramin HCl dapat dihitung. Pengukuran konsentrasi obat dalam
sampel berdasarkan hukum lambert-beer. Hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan
linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding
terbalik dengan transmitan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa
pembatasan, yaitu : Sinar yang digunakan dianggap monokromatis; penyerapan
terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang yang sama; senyawa yang
menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam
larutan tersebut; tidak terjadi fluorensensi atau fosforisensi ; serta indeks
bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
Regresi linear (r) yaitu 0,9579, menunjukkan bahwa hasil analisis ini mempunyai
ketelitian yang kurang baik dan tidak presisi. Hal tersebut kemungkinan besar
disebabkan oleh :
1.
Kesalahan dalam penempatan sampel.
2.
Kurang teliti dalam melakukan pengenceran sampel.
3.
Alat dan bahan kurang steril dan telah terkontaminasi.
Hasil regresi linear yang tidak
akurat tersebut akan berpengaruh pada hasil perhitungan kadar sampel obat
difenhidramin HCl tersebut.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar sampel obat
difenhidramin HCl berdasarkan kurva hasil standar adisi. Perhitungan kadar
sampel dilakukan dengan menggunakan rumus
Dengan : Cx = Konsentrasi sampel
b
= Intercept(b) : 0,5479113
m
= Slope (a) : 0,01179505
Vx
= volume sampel
Setelah didapat hasil konsentrasi
sampel, kemudian dihitung % kadar sampel difenhidramin HCl yang dianalisis.
Hasilnya ternyata adalah sebesar 80,67%. Hasil tersebut dibawah hasil yang
seharusnya ditetapkan dalam farmakope Indonesia, yaitu 90-110%. Hal ini
membuktikan bahwa analisis yang dilakukan terhadap sampel difenhidramin HCl
pada sediaan obat yang ada di pasaran kurang akurat. Karena kadar difenhidramin
HCl dalam sediaan obat yang beredar dipasaran haruslah ada pada rentang
90-110%, karena jika tidak memenuhi kriteria tersebut, obat tidak boleh
dilempar ke pasaran.
Persentase kadar sampel difenhidramin hasil
perhitungan tersebut dipengaruhi oleh kurva standar adisi yang tidak linear. Persamaan
garis yang tidak linear menyebabkan perhitungan kadar sampel tidak akurat. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi adalah kekurangcermatan dalam pembuatan larutan sampel
maupun baku difenhidramin HCl yang memungkinkan tidak terdistribusinya serbuk
secara merata pada larutan sehingga menyebabkan konsentrasi difenhidramin HCl
yang dianalisis tidak sesuai dengan kadar sebenarnya. Selain itu, bisa juga
disebabkan oleh adanya kontaminan seperti matriks dalam tablet yaitu pengikat,
pelincir, dan sebagainya, ikut memberikan serapan pada panjang gelombang
pengukuran sehingga mempengaruhi absorbansi difenhidramin HCl.
IX.
KESIMPULAN
1. Kadar difenhidramin HCl pada
sediaan obat “Otede” dapat ditentukan
secara kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV pada panjang gelombang 245
nm. Konsentrasi sampel tablet difenhidramin HCl adalah adalah
80,67%.
DAFTAR
PUSTAKA
Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
Kelima. Diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana P., Ph.D. Erlangga. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007.
Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Khopkar S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press.
Jakarta.
Sanbe,
2012. Otede. Tersedia di http://m.medicastore.com/index.php?mod= obat&id=4427 (diakses pada tanggal 1 Mei 2013).