Analisis
Kualitatif dan Kuantitatif Boraks pada Sampel
Bakso Tahu
I.
Tujuan
Melakukan
identifikasi dan penetapan kadar boraks
pada sampel bakso menggunakan metode titrasi asidimetri.
II.
Prinsip
Titrasi asidimetri adalah titrasi larutan yang bersifat basa (basa bebas, dan
larutan garam-garam terhidrolisis yang berasal dari asam lemah) dengan larutan
standart asam.
III.
Reaksi
Na2B4O7·10H2O + 2 HCl → 4 B(OH)3 [atau H3BO3] + 2 NaCl + 5 H2O
IV.
Teori
Dasar
Monografi Natrium
Tetraborat
Boraks
Rumus Kimia : Na2B4O7·10H2O
Pemerian : hablur, transparan, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih,
tidak berbau.
Larutan bersifat basa terhadap
fenolftalein
Kelarutan : dalam air,mudah larut dalam air mendidih
dan dalam
gliserin,
tidak larut dalam etanol.
Wadah
dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
Boraks
adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu dan
tekanan normal. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat
(NaB4O710H20). Jika larut dalam air akan
menjadi hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau
asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen, mengurangi
kesadarahan air dan antiseptic (Wardayati, 2012).
Boraks
dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus serta
memiliki kekenyalan yang khas. Dengan kemampuan tersebut boraks sering
disalahgunakan oleh para produsen makanan yaitu digunakan sebagai bahan
pengawet pada makanan yang dijualnya seperti mie basah, bakso, lontong, cilok,
dan otak-otak dengan ciri-cirinya tekstur sangat kenyal, tidak lengket, dan
tidak mudah putus pada mie basah. Namun begitu boraks merupakan bahan tambahan makanan yang sangat berbahaya bagi manusia
karena bersifat racun (Hamdani, 2012).
Boraks
umumnya digunakan untuk mempercepat empuknya sayur mayur yang dimasak sekaligus
memberikan aroma sedap, serta mempertahankan warna hijau dari sayuran lebih lama.
Boraks dijual dipasarkan dengan label bleng, dengan maksud menyamarkan
identitas aslinya. Bleng ini dapat dibeli dengan harga murah dan didapat dengan
mudah, sehingga masyakat banyak menggunakan bahan berbahaya ini (Hamdani,
2012).
Boraks
beracun terhadap semua sel, bila tertelan boraks dapat mengakibatkan efek pada
susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Konsentrasi tertinggi dicapai selama
ekskresi. Ginjal merupakan organ paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan
orang lain. Dosis fatal untuk dewasa 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g (Simpus,
2005).
Analisis
Kualitatif Boraks
Analisis
Kualitatif boraks diantaranya adalah uji nyala, uji kertas kurkuma, dan uji
kertas tumerik (Roth, 1988).
Uji
Nyala
Uji nyala adalah salah satu metode
pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala
karena sampel yang digunakan dibakar, kemudian warna nyala dibandingkan dengan
warna nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api
berwarna hijau. Jika sampel yang dibakar menghasilkan warna hijau maka sampel
dinyatakan positif mengandung boraks. Prosedur dilakukan dengan
melarutkan senyawa uji dengan metanol dalam wadah (cawan penguap) kemudian
dibakar, warna api hijau menunjukkan terdapat senyawa boraks (Roth,
1988).
Kertas turmerik adalah kertas saring yang
dicelupkan ke dalam larutan turmerik (kunyit) yang digunakan untuk
mengidentifikasi asam borat. Uji warna kertas kunyit
pada pengujian boraks yaitu dengan cara membuat kertas tumerik dahulu yaitu:
a. Ambil
beberapa potong kunyit ukuran sedang
b. Kemudian
tumbuk dan saring sehingga dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning
c. Kemudian,
celupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan keringkan. Hasil
dari proses ini disebut kertas tumerik.
Selanjutnya,
buat kertas yang berfungsi sebagai kontrol positif dengan memasukkan satu
sendok teh boraks ke dalam gelas yang berisi air dan aduk larutan boraks.
Teteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan. Amati perubahan warna pada
kertas tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai
kontrol positif. Tumbuk bahan yang akan diuji dan beri sedikit air. Teteskan
air larutan dari bahan makanan yang diuji tersebut pada kertas tumerik. Apabila
warnanya sama dengan pada kertas tumerik kontrol positif, maka bahan makanan
tersebut mengandung boraks. Dan bila diberi uap ammonia berubah menjadi hijau-biru yang
gelap maka sampel tersebut positif mengandung boraks (Roth,
1988).
Uji warna kertas kurkuma pada
pengujian boraks yaitu sampel ditimbang
sebanyak 50 gram dan di oven pada suhu 1200 C, setelah itu di
tambahkan dengan 10 gram kalsium karbonat. Kemudian masukkan ke dalam furnance hingga menjadi abu selama 6 jam dan
dinginkan. Abu kemudian tambahkan 3 ml asam klorida 10%, celupkan kertas
kurkumin. Bila di dalam sampel terdapat boraks, kertas kurkumin yang berwarna
kuning menjadi berwarna merah kecoklatan (Rohman, 2007).
Analisis
Kuanitatif Boraks
Semua senyawa organik dihilangkan
pada proses pengarangan, kemudian sisa-sisa senyawa organik (C) dijadikan
karbonat pada proses pengabuan setelah diberi air kapur. Semua karbonat
diendapkan dalam keadaan alkalis dengan air kapur. Sisa-sisa karbonat dalam
larutan diikat dengan H2SO4 sambil dipanaskan. Asam
borat bebas direaksikan dengan manitol yang memberikan H yang dapat ditentukan
secara acidimetri. (Hamdani, 2012).
Titrasi
Asidimetri
Titrasi asidimetri adalah titrasi larutan yang
bersifat basa (basa bebas, dan larutan garam-garam terhidrolisis yang berasal
dari asam lemah) dengan larutan standart asam.
Dalam proses titrasi ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
1. Indikator titrasi
yaitu zat kimia lain, analit atau titran yang
sengaja ditambahkan pada proses titrasi untuk mengetahui titik ekivalen. Indikator
yang digunakan harus memberikan ketentuan yang jelas saat terjadinya titik
akhir titrasi, misalnya perubahan warna atau terjadinya pembentukan endapan.
2. Titik Ekivalen/titik akhir teoritis
yaitu saat dimana reaksi tepat berlangsung
sempurna. Pada saat tercapainya
titik setara atau ekivalen, di dalam larutan harus terjadi perubahan yang
jelas, baik dalam sifat fisik maupun sifat kimianya
3. Titik Akhir titrasi
yaitu suatu peristiwa dimana indikator telah
menunjukkan warna dan titrasi harus dihentikan.
4. Reaksi
harus sederhana sehingga mudah dituliskan dengan persamaan reaksi kimianya. Zat
yang akan ditentukan harus bereaksi secara kuantitatif dengan larutan standar
atau larutan pereaksi dalam perbandingan yang setara atau secara stokiometri.
5. Reaksi
harus terjadi dengan cepat, apabila perlu untuk mempercepat reaksi dapat
ditambahkan suatu katalisator (Hamdani, 2012).
Dalam titrasi juga perlu diperhatikan larutan
standart primernya dan larutan standart sekundernya.
·
Larutan standart primer
yaitu suatu zat yang sudah diketahui kemurniannya dengan pasti,
konsentrasinya dapat diketahui dengan pasti dan teliti berdasarkan berat zat
yang dilarutkan.
·
Larutan standart sekunder
yaitu suatu zat yang tidak murni atau kemurniannya tidak diketahui,
konsentrasi larutannya hanya dapat diketahui dengan teliti melalui proses
standarisasi, standarisasi dilakukan dengan cara menitrasi larutan tersebut
dengan larutan standart primer. Serta faktor yang paling penting adalah
ketepatan dalam pemilihan indikator agar kesalahan titrasi yang terjadi
menjadi sekecil mungkin (Underwood,1996).
Di dalam pembuatan larutan standart asam yang
biasa dipakai adalah HCl dan H2SO4. Asam nitrat (HNO3)
tidak dipakai karena mempunyai sifat yang tidak stabil dan mudah mengeluarkan
gas NO, lagipula HNO3 adalah suatu oksidator kuat, sehingga dapat
merusak indikator. Untuk titrasi yang memerlukan pemanasan, lebih baik memakai
H2SO4, sebab asam ini tidak mudah menguap pada pemanasan,
tetapi dalam beberapa hal misalnya dengan air kapur dan air barit dapat
membentuk endapan, sehingga sering menyulitkan. Dengan HCl kurang baik, karena
HCl sering keluar sebagai gas pada pemanasan. Namun demikian, titrasi yang
terbanyak adalah memakai HCl, sebab umumnya HCl membentuk garam yang mudah
larut dalam air. Larutan standart yang diinginkan biasanya dibuat dengan mengencerkan
asam yang pekat. Tetapi dalam pengenceran sering diperoleh konsentrasi yang
tidak tepat, hanya mendekati saja, oleh sebab
itu perlu distandarisasikan (Underwood,1996).
V.
Alat dan Bahan
Alat
No
|
Alat
|
Gambar Alat
|
1
|
Beaker
glass
|
|
2
|
Blender
|
|
3
|
Buret
|
|
4
|
Cawan
Porselen
|
|
5
|
Erlenmeyer
|
|
6
|
Gelas
Ukur
|
|
7
|
Kaca
arloji
|
|
8
|
Klem
dan statif
|
|
9
|
Korek Api
|
Bahan
1. Air
Bebas CO2
2. Asam
Klorila (HCl)
3. Asam
Sulfat (H2SO4)
4. Boraks
BPFI
5. Indikator
Metil Merah
6. Methanol
7. Sampel
bakso tahu
VI.
Prosedur
Preparasi
Sampel
Sampel
bakso tahu dipotong-potong dan ditimbang sebanyak 1 gram secara seksama
kemudian ditambahkan aquadest 50 ml. Sampel kemudian diblender dan disaring
menggunakan kertas saring. Filtratnya diambil untuk dianalisis.
Uji Kualitatif
Sebanyak 5 ml sampel dimasukkan ke dalam cawan penguap dan dikisatkan.
Sampel kemudian ditambahkan asam sulfat dan methanol lalu dibakar. Nyala api
diamati.
Uji Kuantitatif
a. Pembakuan
HCl 0.1 N (Baku Sekunder)
·
Pembuatan HCl 0.1 N
Sebanyak 4.14 ml HCl 12 M diambil dan dilarutkan dalam 900 ml aquadest.
·
Pembuatan larutan Baku Primer
Boraks ditimbang sebanyak
1.9018 gram secara seksama, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur. Kemudian
dilarutkan dengan aquadest bebas CO2 dan di add hingga 100 ml.
·
Titrasi Pembakuan
Sebanyak 10 ml larutan baku primer boraks 0.1 N dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes indicator metil merah. Larutan analit
dititirasi hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda.
b. Titrasi
sampel dengan metode asidimetri
Sampel yang sudah dipreparasi diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan indicator metal merah. Lalu dititrasi
dengan HCl 0.1 N.
VII.
Data Pengamatan
Uji
Kualitatif
Perlakuan
|
Hasil
|
Sampel + H2So4 + methanol à bakar
|
Nyala api berwarna biru (-)
|
Uji
Kuantitatif
No
|
V analit
|
V titran
|
1
|
10 ml
|
2.7 ml
|
2
|
10 ml
|
2.7 ml
|
VIII.
Perhitungan
Konsentrasi
Larutan Baku Primer Na-Tetraborat
Massa Na-Tetraborat yang ditimbang = 1.9018 gram
Pembakuan
HCl
I. V1 x N1 = V2
x N2
0.0998 x 25
= 18.9 x N2
N2 = 0.0863 N
II. V1 x M1 = V2
x M2
0.0998 x 10 = 11.4 x N2
N2 = 0.0871 N
Noramlitas rata-rata = 0.0869 N
Perhitungan Kadar
IX.
Pembahasan
Pada
praktikum sebelumnya, dilakukan analisis terhadap sampel makanan yang diduga
mengandung bahan kimia natrium tetraborat, atau yang lebih dikenal dengan nama
boraks. Seperti yang kita ketahui, boraks merupakan senyawa kimia yang biasanya digunakan untuk mengawetkan mayat
ataupun specimen-spesimen biologi lainnya. Natrium tetraborat atau boraks,
menurut BPOM sendiri,sama sekali dilarang penggunaan nya dalam makanan ataupun
minuman. Penggunaan boraks dalam
dosis yang rendah tidak akan menyebabkan kerusakan namun akan terakumulasi di
otak, hati, lemak dan ginjal. Jika terakumulasi terus akan menyebabkan mal
fungsi dari organ-organ tersebut sehingga membahayakan tubuh. Penggunaan boraks
dalam dosis yang banyak mengakibatkan penurunan nafsu makan, gangguan
pencernaan, demam, anuria. Dan dalam jangka panjang akan menyebabkan radang
kulit merangsang SPP, apatis, depresi, slanosis, pingsan, kebodohan dan
karsinogen. Bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh sebab itu berdasarkan
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dilarang menggunakan
boraks sebagai bahan campuran dan pengawet makanan.
Boraks
(Na2B4O7) dengan nama kimia natrium tetra borat, natrium biborat, natrium
piroborat merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna putih dan
jika dilarutkan dalam air menjadi natrium hidroksida serta asam boraks. Natrium
hidroksida dan asam boraks masing-masing bersifat antiseptik, sehingga banyak
digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya : salep, bedak,
larutan kompres, dan obat pencuci mata. Penggunaan boraks di industri farmasi
ini sudah sangat dikenal. Hal ini dikarenakan banyaknya boraks yang dijual di
pasaran dan harganya yang sangat murah. Selain itu boraks bagi industri farmasi
memberikan untung yang besar. Boraks pada dasarnya merupakan bahan untuk
pembuat solder, bahan pembersih, pengawet kayu, pengontrol kecoa, dan bahan
pembuatan kaca. Dengan sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki, boraks
digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan benda-benda tersebut. Boraks
sedikit larut dalam air, namun bisa bermanfaat jika sudah dilarutkan dalam air.
Analisis yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui adanya boraks dalam makanan secara kualitatif, dan apabila sampel
makanan positif mengandung boraks, dilakukan uji kuntitatif untuk mengetahui
kadar boraks yang terkandung dalam makanan tersebut. Dalam hal ini, sampel yang
digunakan adalah sampel siomay yang didapat dari kantin Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran.
Analisis
diawali dengan preparasi sampel siomay yang didapat. Preparasi sampel diawali
dengan menimbang sampel sebanyak 2 gram, ditambahkan H2O sebanyak 50 ml,
kemudian diblender. Tujuannya agar sampel tersebut dapat hancur menjadi
partikel yang lebih kecil daripada sebelumnya, sehingga memudahkan dalam
analisis kualitatif maupun kuantitatif nanti nya. Setelah sampel cukup halus,
maka sampel disaring dengan kertas saring, kemudian filtrate nya dipisahkan.
Tahap preparasi sampel telah selesai dilakukan dan siap untuk dianalisis secara
kualitatif maupun kuantitatif.
Pertama-tama,
dilakukan pembuatan larutan HCl 0,1 N. pembuatan larutan dilakukan dengan
mengambil larutan HCl pekat dengan konsentrasi nya sebesar 12 M sebanyak 4,14
ml, kemudian dilarutkan dalam 900 ml aquadest, sehingga didapatlah HCl dengan
konsentrasi sebesar 0,1 N.
Selanjutnya,
dilakukan analisis kualitatif terhadap
sampel yang telah menjadi liquid tersebut (filtratnya). Analisis kualitatif
diawali dengan mengambil filtrate sebanyak 5 ml, kemudian dikisatkan dengan
cara dipanaskan dengan menggunakan pemanas listrik hingga volume filtrate berkurang
dari volume asalnya, agar konsentrasi sampelnya lebih pekat seiring dengan
berkurangnya volume solvent nya (dalam hal ini aquadest), sehingga memudahkan
dalam proses analisis kualitatif nantinya. Sampel yang telah dikisatkan
tersebut kemudian ditambahkan asam sulfat (H2SO4) 0,1 N beberapa tetes, dan
ditambahkan methanol secukupnya untuk pembakaran sampel. Sampel yang telah
ditambahkan methanol kemudian dibakar, dan dilihat nyala api sampel. Apabila
nyala api menunjukkan warna hijau, hal tersebut merupakan penanda bahwa
terdapat boraks dalam sampel makanan yang dianalisis. Sampel siomay yang dianalisis
ternyata tidak menunjukkan nyala api berwarna hijau, sehingga dapat disimpulkan
bahwa sampel siomay tersebut tidak mengandung boraks. Diluar pernyataan tadi,
kemungkinan sampel siomay yang dianalisis mengandung boraks, akan tetapi dalam
konsentrasi yang sangat sedikit, sehingga saat dianalisis kualitatif, tidak
menunjukkan hasil positif, sehingga menunjukkan hasil negative palsu (false
negative). Akan tetap, akan lebih baik
lagi jika analisis dilanjutkan ke tahap analisis kuantitatifnya.
Setelah
dilakukan analisis kualitatif terhadap sampel, dilakukan pembakuan larutan baku
sekunder HCl 0,1 N yang akan digunakan untuk titrasi nantinya. Titrasi natriumtetraborat menggunakan prinsip titrasi asidimetri. Alasan penggunaan titrasi
asidimetri adalah karena sampel yang dianalisis bersifat basa, oleh sebab itu,
titrant nya haruslah merupakan suatu larutan baku sekunder yang bersifat asam (titrasi
asidimetri). Pembakuan HCl 0,1 N diawali dengan membuat larutan baku primer
yang tidak lain merupakan larutan boraks. Larutan baku primer boraks dibuat
dengan menimbang sebanyak 190,61 gram boraks, dimasukkan dalam labu ukur 100
ml, kemudian ditambahkan aquadest ad tanda batas 100 ml. setelah larutan baku
boraks dibuat, maka diambil larutan boraks tersebut sebanyak 10 ml, yang
nantinya akan digunakan sebagai analit dalam pembakuan larutan baku sekunder
(HCl 0,1 N). Larutan boraks 10 ml tadi ditambahkan indicator metil merah hingga
warna larutan yang bening berubah menjadi berwarna kekuningan. Larutan yang
telah berubah warna menjadi kekuningan tersebut kemudian dititrasi dengan
larutan HCl 0,1 N hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan
perubahan warna larutan yang tadinya berwarna kuning, menjadi berwarna merah
muda. Dari hasil pembakuan larutan HCl 0,1 N, ternyata didapat konsentrasi
larutan HCl yang sebenarnya, yaitu konsentrasinya adalah sebesar 0,0869 N.
Setelah
pembakuan larutan titrant (HCl), maka dilakukan analisis kuantitatif terhadap
larutan sampel yang diduga mengandung boraks. Analisis diawali dengan mengambil
larutan sampel sebanyak 10 ml, dimasukkan dalam Erlenmeyer, kemudian
ditambahkan larutan spike yang tidak diketahui konsentrasinya, dan ditambahkan
larutan indicator metil merah beberapa tetes hingga larutan yang berwarna
bening berubah menjadi berwarna kekuningan. Kemudian dilakukan titrasi hingga
mencapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi asidimetri dengan menggunakan
indicator metil merah ditandai dengan berubahnya warna larutan yang tadinya
kekuningan, menjadi berwarna merah muda pada titik akhir titrasi nya. Reaksi
antara Natrium tetraborat dengan HCl akan menghasilkan garam NaCl dan asam tetraborat
yang sifatnya asam. Alasan penggunaan indicator metil merah adalah karena
indicator metil merah merupakan salah satu indicator dalam titrasi asidimetri,
yang akan menunjukkan perubahan warna pada rentang pH yang agak asam (4,5-6),
sehingga cocok digunakan sebagai indicator dalam analisis volumetric yang
menggunakan metode titrasi asidimetri. Titrasi ini dilakukan sebanyak 2 kali (duplo),
dan volume HCl yang digunakan dalam titrasi adalah rata-rata sebanyak 2,7 ml.
Volume hasil titrasi ini kemudian dimasukkan dalam perhitungan untuk menentukan
kadar boraks. Hasil perhitungan kadarnya adalah 223,615 mg/50 ml.
KESIMPULAN
1. Analisis
Kualitatif menunjukkan hasil negative untuk pemeriksaan sampel siomay yang
didapat di kantin Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Analisis
kuantitatif menunjukkan bahwa kadar boraks dalam sampel yang dispike dengan
larutan baku natrium tetraborat adalah 223,615 mg/50 ml
DAFTAR PUSTAKA
Depkes
RI. 1995. Farmakope
Indonesia Edisi IV. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.
Hamdani, 2012. Boraks. Tersedia di http://catatankimia.com/catatan/
boraks-dalam-makanan.html [diakses
tanggal 25 Mei 2013]
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka
Pelajar. Yogyakarta
Roth, H. J. 1988. Analisis
Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Simpus. 2005. Bahaya Boraks. Tersedia di
http://catatankimia.com/catatan/
boraks-dalam-makanan.html [diakses tanggal 25
Mei 2013]
Underwood, A. L dan R. A. Day, JR. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Wardayati,
Tatik. 2012. Boraks. Tersedia di http://intisari-online.com/read/bahan-kimia-berbahaya-pada-makanan
[diakses tanggal 25 Mei 2013]