I.
Tujuan
1.
Menyiapakan pasien untuk pemeriksaan glukosa darah
2.
Menginterprestasikan hasil laboratorium yang
diperoleh.
II.
Prinsip
Glukosa diukur kadarnya
setelah dioksidasi secara enzimatis mengguunakan enzim GOD atau glukosa
oksidase. Peroksida (H2O2) yang terbentuk kemudian bereaksi dengan fenol dan
4-aminokuinon dengan katalis enzim peroksidase (POD) yang membentuk kuinonimin.
Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar glukosa dalam sampel.
III.
Teori Dasar
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi
hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (Khomsah, 2008). Tanda awal yang dapat
diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat
langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula
dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung
atau dikerubuti semut (Khomsah, 2008).
Tipe Penyakit
Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997)
sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:
2. Diabetes tipe II (Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]),
3.
Diabetes Melitus tipe lain
4.
Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional
Diabetes Mellitus [GDM]) (Cyber Nurse, 2009).
Patofisiologi
Diabetes Melitus
1.
Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel b pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan) (Brunner &
Suddarth, 2002).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria).
Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner & Suddarth, 2002).
2.
Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (Brunner & Suddarth, 2002).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin
yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika
sel-sel b tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
tipe II (Brunner & Suddarth, 2002).
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena
itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes
tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit
yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur (Brunner & Suddarth, 2002).
Terjadi pada wanita yang tidak menderita
diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat
sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah
pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal (Brunner & Suddarth, 2002).
Persiapan pasien secara umum
Berbagai persiapan penderita yang perlu
diberitahukan secara baik dan mendetail pada penderita antara lain :
1.
Persiapan pasien untuk pengambilan spesimen pada keadaan basal/dasar :
- Untuk pemeriksaan tertentu pasien harus puasa selama 8-12 jam sebelum diambil darah.
- Glukosa Puasa, TTG (Tes Toleransi Glukosa), Glukosa kurva harian, Asam Urat,
- VMA, Renin (PRA)
- Trigliserida, Gastrin, Aldosteron, Homocystine, Lp (a), PTH Intact Puasa 12 jam
- Apo AB dan Apo B Dianjurkan Puasa 12 jam
2.
Pengambilan spesimen sebaiknya pagi hari antara pukul 07.00 – 09.00.
3.
Menghindari obat-obatan sebelum spesimen di ambil
- Untuk pemeriksaan dengan spesimen darah, tidak minum obat 4-24 jam sebelum pengambilan specimen
- Untuk pemeriksaan dengan spesimen darah, tidak minum obat 48-42 jam sebelum pengambilan darah
- Apabila pemberian pengobatan tidak memungkinkan untuk di hentikan, harus di informasikan kepada petugas laboratorium
4.
Menghindari aktifitasfisik/olahraga sebelum spesimen di ambil.
Aktifitas fisik berlebihan akan menyebabkan
terjadinya perubahan pada komponen darah dan spesimen lain, sehingga dapat
mempengaruhi ke paramater yang akan diperiksa.
5.
Memperhatikan efek postur.
Untuk menormalkan keseimbangan cairan tubuh dari
pisisi berdiri ke pisisi duduk, dianjurkan pasien duduk tenang
sekurang-kurangnya 15 menit sebelum di ambil darah.
6.
Memperhatikan variasi diurnal ( perubahan kadar analit sepanjang hari)
Pemeriksaan yang di pengaruhi variasi diurnal perlu di perhatikan waktu
pengambilan darahnya, antara lain pemeriksaan ACTH, renin dan aldosteron (Pfizer, 2010).
IV.
Alat dan Bahan
A.
Alat
1.
Kuvet
2.
Pipet piston
3.
Spektrofotometer
B.
Bahan
1.
Larutan Reagensia
(GOD-PAP + Buffer)
a.
GOD-PAP :
4-aminofenazon + peroksidase + glukosa oksidase
b.
Buffer : buffer fosfat
+ fenol
2.
Larutan sampel (serum)
3.
Larutan standar
(larutan glukosa 5,55 mmol/Liter)
V.
Prosedur
Sampel
serum dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian sampel dipipet menggunakan mikropipet dan dimasukkan
ke dalam kuvet yang telah disiapkan,
dengan ketentuan sebagai berikut:
Kuvet
|
Blangko (µl)
|
Standar (µl)
|
Sampel (µl)
|
Larutan serum
|
-
|
-
|
10
|
Larutan standar
|
-
|
10
|
-
|
Aquadest
|
10
|
-
|
-
|
Reagensia
|
1000
|
1000
|
1000
|
Masing-masing larutan dalam kuvet dicampurkan dan diinkubasikan selama 20’ dalam suhu ruangan (37°C). Setelah diinkubasi, kuvet yang berisi larutan-larutan di atas dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer dan dibaca absorbansinya kemudian hasilnya dianalisis. Prosedur tersebut dilakukan secara dulpo.
Keterangan:
· Larutan standar dan
reagen merupakan larutan yang dijual secara umum dan telah siap digunakan.
· Larutan sampel
merupakan larutan yang berasal dari hasil sentrifugasi darah untuk memisahkan
plasma darah dari zat-zat lain di dalam darah.
VI.
Data Pengamatan dan
Perhitungan
Tabel 1. Absorbansi
sampel
No
|
A Standar
|
A Sample 1
|
A Sample 2
|
Rata Rata
|
1
|
0.0290
|
0.1700
|
0.1620
|
0.1660
|
2
|
0.0290
|
0.2050
|
0.1810
|
0.1930
|
3
|
0.0290
|
0.0670
|
0.0760
|
0.0715
|
VII.
Pembahasan
Pada
praktikum sebelumnya, dilakukan prosedur
untuk pengujian kadar glukosa darah dengan metode GOD-PAP. Metode GOD-PAP itu
sendiri merupakan suatu metode yang prinsipnya berdasarkan reaksi antara sisa
hidrogen peroksida dengan aseptor oksigen seperti amonofenazon. Seperti yang
kita ketahui, hidrogen peroksida adalah produk lain terbentuk dari hasil
perombakan glukosa menjadi asam glukonat dengan katalisasi enzim glukosidase.
Hidrogen peroksida yang terbentuk adalah sebanding dengan glukosa yang menjadi
prekursor awalnya. Kemudian dengan menambahkan aseptor oksigen kedalam
reaksinya, dalam hal ini aminofenazon, kadar glukosa dapat diukur dengan
melihat reaksi yang terjadi pada hidrogen peroksida yang dikatalisasi enzim
peroksidase, pengamatan dibantu oleh indikator merah-violet.
Terdapat
empat macam perlakuan untuk menetapkan
kadar glukosa, yaitu pemeriksaan sewaktu, pemeriksaan setelah makan (postpradial), pemeriksaan saat puasa, dan pemeriksaan setiap 3 bulan. Pemeriksaan
yang dilakukan pada praktikum sebelumnya adalah jenis pemeriksaan sewaktu,
karena pemeriksaan yang dilakukan tidak memperhatikan kondisi pasien setelah
makan atau sedang tidak mengonsumsi makanan (fasting). Pemeriksaan sewaktu
digunakan untuk memeriksa kadar glukosa darah saat diperiksa dan diambil
sampelnya. Pemeriksaan sewaktu berbeda dengan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya,
karena pemeriksaan sewaktu hanya dapat melihat bagaimana kerja daripada kerja
insulin pada saat itu juga. Sedangkan pemeriksaan untuk pemeriksaan post
pradial, dan puasa digunakan untuk melihat kerja insulin pada metabolisme
glukosa untuk dibandingkan dengan satu sama lainnya. Pemeriksaan tiga bulan
dapat dilakukan untuk memeriksa dan mengontrol kerja insulin terhadap kadar
glukosa. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil darah pasien melalui
pembuluh darah vena, tepat nya pembuluh darah vena yang terdapat pada tekukan
siku tangan kiri. Darah yang diambil adalah sebanyak 3 ml, kemudian dipisahkan
plasma dengan serumnya dengan metode sentrifugasi.
Plasma
darah yang telah terpisah kemudian diambil, dipreparasi untuk kemudian
ditambahkan reagen yang mengandung enzim GOD, aminofenazon dan indikator.
Standar dan blanko juga disiapkan untuk perbandingan, standar terdiri dari
larutan glukosa, sedangkan blankonya adalah reagen didalam nya. Preparat sampel
disiapkan secara kuantitatif dengan menggunakan mikropipet dengan volume yang
telah ditentukan, yaitu :
a.
Sampel terdiri dari : 100 μL sampel + reagen ad 1000 μL
b.
Blanko terdiri dari : reagen 1000 μL
c.
Standar terdiri dari : 100 μL larutan standar + reagen ad 1000 μL
Pengukuran
sampel, blanko, dan standar dilakukan dengan instrumen spektrofotometer UV-Vis
sebanyaka dua kali (duplo) pada panjang gelombang 546 nm sehingga nantinya akan
didapatkan data berupa absorbansi sampel. Hal yang harus diperhatikan disini
adalah bahwa cara memegang kuvet, harus pada bagian kuvet yang buram, karena
jika dipegang pada bagian bening kuvetnya, maka dikhawatirkan akan mengganggu
absorbansi disebabkan adanya protein yang mungkin tertinggal pada kuvet.
SpektrofotometerUV-Vis terletak pada daerah ultra violet dan sinar tampak dengan rentang
panjang gelombang dari 380 nm sampai dengan 780 nm, atau 400 nm sampai dengan
800 nm. Konsentrasi suatu senyawa dapat diukur pada panjang gelombang maksimum
yang ditentukan dan memberikan hasil absorbansi tertentu juga.Berdasarkan teori
dasar, rentang 250~600 nm merupakan transisi electron ŋ→π*, panjang
gelombang digunakan 505 nm berarti pada larutan standard dan sampel percobaan
molekul mengalami transisi electron ŋ→π* pada saat penyinaran.
Berdasarkan teori dasar yang tercantum gugus yang mengalami transisi
electron ŋ→π* ialah gugus karboksilat, yang terdapat pada sampel (serum)
yaitu gugus karboksilat berasal dari hasil reaksi dasar oksidasi glukosa yang
menghasilkan senyawa gugus fungsi asam karboksilat.
Pengukuran
dilakukan pada panjang gelombang maksimum 546 nm karena pada panjang gelombang
ini, hasilnya akan terdeteksi, sesuai dengan teori, bahwa hasil yang terjadi
adalah warna merah-violet. Tujuan penetapan panjang gelombang maksimum yaitu
untuk mengetahui panjang gelombang yang merupakan serapan terbesar, yaitu pada
saat senyawa berwarna yang terbentuk telah optimum, sehingga diperoleh kepekaan
yang maksimum. Serapan dibaca pada panjang gelombang 500nm sesuai dengan panjang
gelombang reagen GOD-PAP.
Parameter
stabil yaitu jika pada waktu tertentu lerutan menunjukkan serapan yang bernilai
sama berturut-turut. GOD-PAP merupakan enzim yang memerlukan waktu tertentu
untuk bereaksi optimum, sehingga dibutuhkan waktu inkubasi. Jika waktu inkubasi
kurang dari waktu inkubasi optimum / operating
time-nya, maka enzim tidak akan bereaksi sempurna. Sedangkan apabila waktu inkubasi lebih dari
waktu inkubasi optimum / operating time,
maka senyawa yang terbentuk akan terdegradasi.Hasil absorbansi yang telah
diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar dengan sumbu x
merupakan panjang gelombang, dan sumbu y merupakan absorbansi (A) sehingga
dapat diperoleh kadar glukosanya.
Sebelum
melakukan pengukuran absorbansi serum sampel pada spektrofotometer, dilakukan
pengukuran terlebih dahulu untuk baku. Tujuan pengukuran baku ini untuk melihat
apakah reagen yang dipakai murni atau tidak terkontaminasi oleh zat lain.
Kemudian,
dilakukan pengukuran terhadap larutan standar. Konsentrasi larutan standar yang
digunakan adalah sebesar 5.55 mmol/L atau 100 mg/dl. Adapun batasan nilai normal konsentrasi glukosa standar yakni dari skala 60-110 mg/dl atau 3,3-6,10 mmol/l. Larutan standar berisi 0.01 ml standar dan 1 ml reagen (buffer dan
GOD-PAP).
Absorbansi dapat diukur karena pada pengukuran glukosa metode GOD – PAP
dihasilkan suatu derivat senyawa 4 – (-p-benzoquinone-mono-imino) fenazon yang
berwarna merah violet. Hasil absorbansi untuk larutan standar adalah sebesar
0.029.
Adapun hasil absorbansi pada sampel yang diuji oleh kelompok 1 nilainya
bervariasi karena dilakukan secara duplo yakni 0.170 dan 0.162. Rata-rata nilai
absorbansi sampel adalah 0.166. Hasil absorbansi sampel yang diuji oleh
kelompok 2 adalah 0.205 dan 0.181 dengan nilai rata – rata sebesar 0.193. Dan
hasil absorbansi sampel yang diuji oleh kelompok 3 adalah 0.067 dan 0.076
dengan rata – rata sebesar 0.0715.
Setelah dilakukan
pemeriksaan nilai absorbansi terhadap sampel, maka selanjutnya dilakukan
perhitungan pada sampel. Hal ini dilakukan agar nilai glukosa dalam sampel
dapat diketahui. Panjang gelombang sampel mempunyai nilai sebesar 546,0 nm.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus, yakni:
Csampel =
x Cstandar
Maka nilai glukosa
yang didapat pada sampel kelompok 1 adalah sebesar 572.44 mg/dl. Sampel yang diuji oleh kelompok 2 memiliki
konsentrasi glukosa sebesar 665.52 mg/dl. Sampel yang diuji oleh
kelompok 3 memiliki nilai konsentrasi glukosa sebesar 246.55 mg/dl.
Semua sampel yang diuji memiliki nilai konsentrasi glukosa yang sangat
tinggi dengan rentang 246.55 mg/dl – 665.52 mg/dl. Konsentrasi glukosa serum
sampel jauh dari rentang batas normal nilai glukosa darah yakni 70 – 110 mg/dl.
Hal tersebut menandakan bahwa sampel menunjukkan kondisi hiperglikemia karena
nilai glukosa darah di atas 110 mg/dl.
Kesalahan yang mungkin terjadi pada pengukuran kadar glukosa darah
dengan metode GOD-PAP ini adalah pemipetan serum dan reagen yang kurang benar,
ketidakbersihan alat sehingga menyebabkan terjadinya kontaminasi, serta waktu dan
suhu inkubasi yang kurang tepat.
VIII.
Kesimpulan
1.
Untuk pemeriksaan kadar
glukosa dalam darah dilakukan persiapan terhadap pasien untuk menghindari
kesalahan dalam pemeriksaan kadar glukosa darah
2.
Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah sampel yang diuji adalah 13,68 mmol/liter atau 246,55 mg/dL .
Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar glukosa darah uji berada di atas batas
normal atau disebut hiperglikemia. Kadar glukosa normal sewaktu adalah < 180
mg/dL
DAFTAR
PUSTAKA
Cyber Nurse. 2009. Konsep Diabetes Melitus. Tersedia di http://forum.ciremai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7:konsep-diabetes-melitus&catid=7:keperawatan-medikal-bedah&Item
id=20. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].
Khomsah. 2008. Penyakit Diabetes Melitus (DM). Tersedia di http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-diabetes-mellitus-dm.html [Diakses tanggal 22 Maret 2013].
Pfizer. 2010. Diabetes Melitus. Tersedia di http://www.
pfizerpeduli.com/article_detail.aspx?id=26. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].