Pemeriksaan Fungsi Ginjal Dengan Tes Kreatinin Dalam Serum
I. Tujuan
1. Melakukan pemeriksaan
fungsi ginjal dengan tes kreatinin dalam serum
2. Menginterpretasikan hasil
pemeriksaan yang diperoleh
II. Prinsip
Reaksi antara kreatinin dengan asam pikrat dalam suasana
basa akan membentuk kompleks kreatinin-pikrat yang berwarna kuning jingga yang
kadarnya dapat diukur dengan spektrofotometer uv visible pada panjang gelombang
545 nm.
III. Teori
Ginjal
merupakan organ berbentuk kacang, dengan ukuran kepalan tangan. Ginjal
berada di dekat bagian tengah punggung, tepat di bawah tulang rusuk, satu di
setiap sisi tulang belakang. Setiap hari, proses ginjal seseorang sekitar
200 liter darah untuk menyaring sekitar 2 liter produk limbah dan air ekstra. Limbah
dan air ekstra menjadi urin, yang mengalir ke kandung kemih melalui tabung yang
disebut ureter. Kandung kemih menyimpan urin sampai melepaskannya melalui
air seni (NIDDK, 2009).
Fungsi ginjal yaitu sebagai sistem penyaringan alami tubuh, melakukan banyak fungsi
penting. Fungsi ini termasuk menghilangkan bahan ampas sisa metabolisme dari
aliran darah, mengatur keseimbangan tingkat air dalam tubuh, dan menahan pH
(tingkat asam-basa) pada cairan tubuh. Kurang lebih 1,5 liter darah dialirkan
melalui ginjal setiap menit. Dalam ginjal, senyawa kimia sisa metabolisme
disaring dan dihilangkan dari tubuh (bersama dengan air berlebihan) sebagai air
seni. Penyaringan ini dilakukan oleh bagian ginjal yang disebut sebagai
glomeruli. Selain
mengeluarkan limbah, ginjal merilis tiga hormon penting yaitu erythropoietin atau EPO, yang merangsang sumsum tulang untuk membuat sel-sel darah merah;
renin, yang mengatur tekanan darah; calcitriol, bentuk aktif vitamin D, yang
membantu mempertahankan kalsium untuk tulang dan untuk keseimbangan kimia yang
normal dalam tubuh (NIDDK, 2009).
Adanya
kerusakan dapat memengaruhi kemampuan ginjal kita dalam melakukan tugasnya.
Beberapa dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (akut); yang
lain dapat menyebabkan penurunan yang lebih lamban (kronis). Keduanya
menghasilkan penumpukan bahan ampas yang toksik (racun) dalam darah. National
Kidney Foundation merekomendasikan tiga tes sederhana untuk skrining penyakit
ginjal: tekanan darah pengukuran, cek spot untuk protein atau albumin dalam
urin, dan perhitungan laju filtrasi glomerulus (GFR) berdasarkan pengukuran
kreatinin serum. Mengukur urea nitrogen dalam darah memberikan informasi
tambahan (NIDDK, 2009).
Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati dan terdapat
dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin fosfat
(creatin phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi. Dalam sintesis
ATP (adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate),
kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin
kinase, CK). Seiring dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara
ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan
diekskresikan dalam urin (Riswanto, 2010).
Banyaknya kreatinin
yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total
daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya
juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika
terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan
kerusakan masif pada otot (Riswanto, 2010). Ginjal mempertahankan kreatinin
darah dalam kisaran normal. Kreatinin telah ditemukan untuk menjadi
indikator yang baik untuk menguji fungsi ginjal (Siamak, 2009).
Pada
orang yang mengalami kerusakan ginjal, tingkat kreatinin dalam darah akan naik
karena clearance/ pembersihan kratinin oleh ginjal rendah. Tingginya
kreatinin memperingatkan kemungkinan malfungsi atau kegagalan ginjal. Ini
adalah alasan memeriksa standar tes darah secara rutin untuk melihat jumlah kreatinin
dalam darah. Hal ini penting untuk mengenali apakah proses menuju ke disfungsi
ginjal (gagal ginjal, azotemia) akut
atau kronik. Sebuah ukuran yang lebih tepat dari fungsi ginjal dapat diestimasi
dengan menghitung berapa banyak kreatinin dibersihkan dari tubuh oleh ginjal,
dan ini disebut kreatinin clearance (Siamak, 2009).
Klirens kreatinin adalah laju bersihan kreatinin menggambarkan volume plasma darah yang
dibersihkan dari kreatinin melalui filtrasi ginjal per menit. Bersihan
kreatinin biasanya dinyatakan dalam mililiter per menit. Karena
kreatinin dieliminasi dari tubuh terutama melalui filtrasi ginjal, maka
menurunnya kinerja ginjal akan menyebabkan peningkatan kreatinin serum akibat
berkurangnya laju bersihan kreatinin.
1. Uji
Kreatinin
Jenis
sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan
3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau
tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan
serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapt
meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau
minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan
untuk tidak mengkonsumsi daging merah. Kadar kreatinin diukur dengan metode
kolorimetri menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi
(Riswanto, 2010).
Pengujian
kreatinin dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ginjal. Kreatinin
dikeluarkan dari tubuh sepenuhnya oleh ginjal. Jika fungsi ginjal normal, kadar
kreatinin akan meningkat dalam darah (karena kreatinin kurang dilepaskan
melalui urin Anda). Tingkat kreatinin juga bervariasi berdasarkan ukuran
seseorang dan massa otot (National Institutes of Health, 2007).
Bersihan
kreatinin penting diketahui karena banyak obat yang dieliminasi oleh ginjal.
Jika fungsi ginjal pasien menurun, laju eliminasi obat untuk disekresikan di
urin juga akan menurun, disertai dengan peningkatan konsentrasi plasma.
Peningkatan konsentrasi obat dalam plasma yang signifikan dapat menyebabkan
obat mencapai kadar toksiknya; oleh karena itu, dosis mungkin perlu disesuaikan
dengan berkurangnya eliminasi obat (Ansel, 2006).
Kadar
normal kreatinin berdasarkan umur yaitu sebagai berikut :
Kadar
normal kreatinin pada orang dewasa adalah :
Laki-laki
: 0,6-1,3 mg/dl.
Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl
(Wanita sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih
rendah daripada pria) (Riswanto, 2010).
Kadar normal kreatinin pada anak adalah :
Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl.
Bayi : 0,7-1,4 mg/dl.
Anak (2-6 tahun): 0,3-0,6 mg/dl.
Anak yang lebih tua: 0,4-1,2 mg/dl.
Kadar agak meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
akibat pertambahan massa otot (Riswanto, 2010).
Kadar normal kreatinin pada lansia adalah :
Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot
dan penurunan produksi kreatinin (Riswanto, 2010).
2. Apabila
kadar lebih tinggi, maka dapat menunjukkan:
Akut tubular nekrosis
Dehidrasi
Diabetes nefropati
Eklamsia (suatu kondisi kehamilan yang meliputi
kejang)
· Glomerulonefritis
· Gagal
ginjal
· Penyakit
otot menyusun
· Preeklampsia (kehamilan-induced
hipertensi)
· Pielonefritis
· ginjal
Berkurangnya aliran darah (syok, gagal jantung kongestif)
· Rhabdomyolysis
· Obstruksi
saluran kemih
· Sedangkan
bila lebih rendah dari normal dapat menunjukkan:
· Muscular
dystrophy (tahap akhir)
· Myasthenia
gravis
(National Institutes of Health, 2007).
Beberapa
factor yang bisa mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium diantara adalah
obat tertentu (lihat pengaruh obat) yang dapat meningkatkan kadar
kreatinin serum, kehamilan, aktivitas fisik yang berlebihan, dan konsumsi
daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium
(Riswanto, 2010)
IV. Alat
dan Bahan
Alat
1. Beaker glass
2. Disposable Tips
3. Kuvet
4. Mikropipet
5. Spektrofotometer UV-Vis
6. Stopwatch
Bahan
1. Aquadest
2. Asam Pikrat (Reagen 2)
3. Kreatinin 2 mg/dL (Standar)
4. NaOH (Reagen 1)
5. Serum (Sampel)
V.
Prosedur
Larutan
Blanko dibuat terlebih dahulu. Aquadest 50 μL dimasukan ke dalam kuvet kemudian
ditambahkan 1000 μL reagen 1 (NaOH). Campuran Diinkubasikan selama 5 menit.
Setelah itu, ditambahkan 250 μL reagen 2 (Asam Pikrat). Spektrofotometer ditara
dengan blanko pada panjang gelombang 546 nm.
Selanjutnya, dibuat larutan
standar. Kreatinin standar (2 mg/dL) sebanyak 50 μL dimasukan ke dalam kuvet
kemudian ditambahkan 1000 μL reagen 1 (NaOH). Campuran Diinkubasikan selama 5
menit. Setelah itu, ditambahkan 250 μL reagen 2 (Asam Pikrat) lalu
diinkubasikan selama 1 menit. Setelah diinkubasi, absorbansi standar diukur
pada spektrofotometer yang telah ditara dengan panjang gelombang 546 nm.
Kemudian didapatkan nilai absorbansi 1 standar. Setelah itu, campuran diinkubasikan
kembali selama 2 menit kemudian absorbansinya diukur lagi pada spektrofotometer
yang telah ditara dengan panjang gelombang 546 nm. Kemudian, didapatkan nilai
absorbansi 2 standar.
Selanjutnya,
dibuat larutan sampel. Serum sebanyak 50 μL dimasukan ke dalam kuvet kemudian
ditambahkan 1000 μL reagen 1 (NaOH). Campuran Diinkubasikan selama 5 menit.
Setelah itu, ditambahkan 250 μL reagen 2 (Asam Pikrat) lalu diinkubasikan
selama 1 menit. Setelah diinkubasi, absorbansi standar diukur pada spektrofotometer
yang telah ditara dengan panjang gelombang 546 nm. Kemudian didapatkan nilai
absorbansi 1 ssampel. Setelah itu, campuran diinkubasikan kembali selama 2
menit kemudian absorbansinya diukur lagi pada spektrofotometer yang telah
ditara dengan panjang gelombang 546 nm. Kemudian, didapatkan nilai absorbansi 2
sampel. Pengujian sampel dilakukan secara duplo.
Setelah itu, dari data yang telah didapatkan, kadar
kreatinin dalam sample dihitung.
VI. Data Pengamatan
Kelompok
|
Sampel
|
A1
|
A2
|
∆A
|
1
|
1
|
0,026
|
0,032
|
0,007
|
2
|
0,029
|
0,035
|
0,006
|
|
2
|
1
|
0,039
|
0,049
|
0,01
|
2
|
0,038
|
0,048
|
0,01
|
|
3
|
1
|
0,035
|
0,047
|
0,012
|
2
|
0,033
|
0,042
|
0,009
|
|
4
|
1
|
0,044
|
0,053
|
0,009
|
2
|
0,038
|
0,045
|
0,007
|
A1 standar = 0,011
A2 standar = 0,017
∆A standar = 0,006
VII.
Pembahasan
Pertama,
disiapkan kit untuk test kreatinin, yaitu reagen I, reagen II,
dan standar kreatinin. Selain itu, disiapkan juga sampel yang akan diperiksa.
Test kreatinin ini dilakukan untuk mengetahui kadar kreatinin dalam darah,
dimana merupakan salah satu parameter pada penyakit gagal ginjal. Kreatinin
adalah sisa metabolisme otot yang hanya dikeluarkan dari ginjal, pada ginjal
rusak kreatinin akan ditahan bersama nitrogen nonprotein di darah, sehingga
terjadi penurunan kadar kreatinin di urin dan peningkatan kadar kreatinin di
darah.
Kedua,
dilakukan pembuatan larutan uji (blanko, standar, dan sampel) yang akan
diperiksa absorbansinya menggunakan spektrofotometri Uv/ Vis. Instrument ini
digunakan karena larutan uji merupakan larutan berwarna yang memiliki gugus
kromofor sehingga dapat menyerap cahaya visible yang dilewatkan larutan saat
dianalisis dengan instrument. Untuk pembuatan larutan uji, disiapkan 3 buah
kuvet. Pada kuvet 1 (blanko) dimasukkan 10 µl aquadest, kuvet 2 (standar)
dimasukkan 10 µl kreatinin standar, kuvet 3 (sampel) dimasukkan µl
sampel. Pada penanganan, kuvet yang berbentuk balok dengan
sisi buram dan bening, hanya boleh dipegang pada sisi buram, karena pada sisi
bening akan dilewati sinar visible didalam instrument, sehingga adanya bekas
noda atau pengganggu lain dikhawatirkan mengubah serapan zat. Selanjutnya, pada
setiap kuvet ditambahkan 500 µl reagen I, dan dibiarkan 5 menit agar
terjadi reaksi antara kreatinin dengan reagen I. Setelah itu, pada setiap kuvet
ditambahkan 500 µl reagen II, dibiarkan selama 1 menit, agar reaksi antara
kreatinin, reagen I, dan reagen II sempurna. Setiap penambahan larutan
menggunakan mikropipet karena alat ini memiliki ketelitian hingga 1 µl
sehingga presisi dan akurasinya baik.
Ketiga,
larutan blanko diukur absorbansinya dengan instrument
spektrofotometer Uv/ Visible yang diatur panjang gelombangnya pada 520 nm.
Pengaturan panjang gelombang 520 nm karena kreatinin akan memberikan serapan
paling besar pada panjang gelombang maksimal tersebut. Hasil absorbansi awal
dicatat, lalu larutan blanko dibiarkan selama 2 menit untuk diuji kembali
absorbansinya. Alasan pengukuran dilakukan 2 kali untuk mengetahui selisih
absorbansi pada konsentrasi awal (pengukuran pertama) dengan absorbansi pada
konsentrasi akhir (pengukuran kedua), sebab kreatinin akan bereaksi, berbanding
lurus dengan waktu, dengan persamaan reaksi
Sehingga
ada selisih konsentrasi pada pengukuran pertama dan kedua yang nanti digunakan
untuk pengukuran kadar kreatinin. Hasil absorbansi larutan blanko dijadikan
dasar untuk pengukuran larutan standar dan sampel yang berarti apabila blanko
memberikan serapan, serapan dua larutan yang lain dikurangi dengan serapan
blanko. Setelah itu, dilakukan pula pengujian absorbansi larutan standar dan
larutan sampel dengan prosedur yang sama seperti pengujian larutan blanko.
Pada sampel 1, nilai kreatininnya adalah 3 mg/dl atau
265,5 μmol/l, sedangkan pada sampel 2 diperoleh nilai kreatinin sebesar 2,33
mg/dl atau 206,5 μmol/l. Nilai ini diperoleh dari rumus berikut ini:
Konsentrasi
kreatinin dalam serum =
dimana konsentrasi
standard adalah 2 mg/dl dan 177 μmol/l. Berdasarkan nilai konsentrasi kreatinin
hasil pengukuran pada percobaan kali ini, disimpulkan bahwa nilai tersebut
berada di atas nilai normal kreatinin, dimana nilai normal kreatinin adalah
0,6-1,1 mg/100 ml atau 53-97 μmol/l untuk pria, sedangkan untuk wanita adalah
0,5-0,9 mg/100 ml atau 44-80 μmol/l. Nilai hasil pengukuran sampel pada
percobaan kali ini yang berada di atas nilai normal kreatinin, menunjukkan
bahwa ada kemungkinan terjadi gangguan pada ginjal. Ada kemungkinan terjadi
gangguan pada fungsi filtrasi glomerulus.
VIII. Kesimpulan
1. Pemeriksaan fungsi ginjal
dengan tes kreatinin dalam serum dapat dilakukan dengan alat spektrofotometer
uv-visibel pada panjang gelombang 546 nm.
2. Kadar kreatinin dalam
sampel serum adalah 236 µmol /L dan hal ini menunjukkan kadar kreatinin
yang tidak normal (lebih tinggi dari normal).
Daftar Pustaka
Davey,
P. 2005. At a Glance Medicine. Penerbit Erlangga. Jakarta.
NIDDK.
2009. The Kidneys and How They Work. Tersedia di
http://kidney.niddk.nih.gov/Kudiseases/pubs/yourkidneys/ [diakses tanggal 21 April 2013]
Sacher,
R. A., dan R. A, McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.