I.
Tujuan
1.
Menganalisis senyawa difenhidramin HCl menggunakan
metode spektroskopi inframerah
2.
Penentuan kadar senyawa difenhidramin
HCl dengan metode spektrofotometri UV
II.
Prinsip
1.
Spektroskopi
Inframerah
Spektroforometri infra merah
merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi
elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75-1.000 μm atau
pada bilangan gelombang 13.000-10 cm-1 dengan menggunakan alat
spektrofotometer infra merah (Giwangsara, 2009).
2.
Spektrofotometri
UV
Spektrofotometri UV adalah
pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang
tertentu (Day, 2002). Spektrofotometri UV menggunakan sinar ultraviolet (UV)
dengan panjang gelombang antara 200-400 nm (Rohman dan Gandjar, 2007).
3.
Hukum
Lambert Beer
Hukum Lambert-Beer menyatakan
hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan
berbanding terbalik dengan transmitan. Hukum
Lambert-Beer dinyatakan dengan
A = log (
Io / It ) = a b c
Keterangan : Io = Intensitas
sinar datang
It = Intensitas sinar yang
diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban (Rohman dan Gandjar, 2007).
III.
Teori
Dasar
Metode analisis
menggunakan spektrofotometer disebut spektrofotometri. Spektrofotometri
dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi suatu zat di dalam larutan
berdasarkan absorbansi terhadap warna dari larutan pada panjang gelombang
tertentu. Metode spektrofotometri memerlukan larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya. Larutan standarnya terdiri dari beberapa
tingkat konsentrasi mulai yang rendah sampai konsentrasi
tinggi (Khopkar,2003).
Spektrofotometri
merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar
monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik
dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor foto
tube. Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah panjang
gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200 – 380 nm), daerah visible (380 – 700
nm), daerah inframerah (700 – 3000 nm) (Khopkar,1990).
Spektrofotometer
adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitan/ absorbansi suatu sampel
sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu
panjang gelombang tunggal. Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat
yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar
dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang (Ernawaty, 2011).
Komponen
utama dari spektrofotometer dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Diagram komponen
utama spektrofotometer
Instrumentasi
dari spektrofotometer dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Sumber energi cahaya yang meliputi
daerah spektrum sesuai alat yang dirancang.
Untuk daerah
IR
-
Lampu Nerst,dibuat dari campuran zirkonium oxida (38%)
Itrium oxida (38%) dan erbiumoxida (3%)
-
Lampu globar dibuat dari silisium Carbida (SiC).
-
Lampu Nkrom terdiri dari pita nikel krom dengan
panjang gelombang 0,4 – 20 nm
Untuk spektrum
radiasi garis UV atau tampak
-
Lampu uap (lampu Natrium, Lampu Raksa)
-
Lampu katoda cekung/lampu katoda berongga
-
Lampu pembawa muatan dan elektroda (elektrodeless
dhischarge lamp)
-
Laser
2.
Monokromator, yakni sebuah piranti yang
berfungsi
untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang
dibutuhkan oleh pengukuran
Macam-macam
monokromator :
-
Prisma
-
kaca untuk daerah sinar tampak
-
kuarsa untuk daerah UV
-
Rock salt (kristal garam) untuk daerah IR
-
Kisi difraksi
Keuntungan
menggunakan kisi :
-
Dispersi sinar merata
-
Dispersi lebih baik dengan ukuran pendispersi yang
sama
-
Dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spektrum
3.
Wadah untuk sampel (kuvet)
Pada
pengukuran di daerah sinar tampak digunakan kuvet kaca dan daerah UV digunakan
kuvet kuarsa serta kristal garam untuk daerah IR.
4.
Detektor, berfungsinya
untuk merubah sinar menjadi energi listrik yang sebanding dengan besaran yang
dapat diukur.
Syarat-syarat
ideal sebuah detektor :
-
Kepekan yang tinggi
-
Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
-
Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
-
Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
Macam-macam
detektor : Detektor foto (Photo detector), Photocell, Phototube, Hantaran foto,
Dioda foto,dan Detektor panas
5.
Amplifier (pengganda), berfungsi
untuk memperbesar arus yang dihasilkan oleh detektor agar dapat dibaca oleh
indikator
6.
Readout
dimana
diperagakan besarnya isyarat listrik yang ditangkap (Day dan Underwood, 1996).
Spektrofotometer digunakan terutama untuk
analisa kuantitatif, tetapi dapat juga
untuk analisa kualitatif. Penggunaan untuk analisa kuantitatif didasarkan
pada hukum Lambert-Beer,yaitu :
A = log ( Io / It
) = a b c
Keterangan : Io
= Intensitas sinar datang
It = Intensitas sinar yang
diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban
Serapan
yang optimum untuk pengukuran dengan spektrofotometri berkisar antara
0,2 – 0,8 (Rohman dan Gandjar, 2007).
Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan metode
spektrofotometri. Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus diperhatikan:
o
Pembentukan molekul yang dapat menyerap
sinar UV-Vis
o
Waktu operasional (operating time)
o
Pemilihan panjang gelombang
o
Pembuatan kurva baku
o
Pembacaan absorbansi sampel (Rohman dan
Gandjar, 2007).
Spektrofotometri Infra Merah
merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi
elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau
pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1. Radiasi elektromagnetik
dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya
secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor
listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah
rambatan (Christian, 1994).
Spektrokopi IR digunakan untuk
penentuan struktur, yakni informasi penting tentang gugus fungsional suatu
molekul. Penentuan struktur ini dilakukan dengan melihat plot spektrum IR yang
terdeteksi oleh alat spektrofotometer IR. Spektrum ini menyatakan jumlah
radiasi IR yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi atau
bilangan gelombang. Perlu diketahui bahwa atom-atom dengan massa rendah
cenderung lebih mudah bergerak dibanding atom dengan massa atom lebih tinggi,
contohnya adalah vibrasi yang melibatkan atom hidrogen sangat berarti
(Hendayana, 1994).
Setiap
molekul memiliki harga energi yang tertentu. Bila suatu senyawa menyerap energi
dari sinar infra merah, maka tingkatan energi di dalam molekul itu akan
tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan tingkatan
energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan
energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi (Giwangsara, 2009).
Vibrasi molekul dapat digolongkan
atas dua golongan besar, yaitu vibrasi regangan (stretching) dan vibrasi
bengkokan (bending). Vibrasi bengkokan terbagi menjadi empat jenis, yaitu
Vibrasi Goyangan (Rocking - unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi
masih dalam bidang datar), Vibrasi Guntingan, Vibrasi Kibasan, dan Vibrasi
Pelintiran (Harvey, 2000).
Vibrasi yang digunakan untuk
identifikasi adalah vibrasi bengkokan, khususnya goyangan (rocking), yaitu yang berada di daerah bilangan
gelombang 2000 – 400 cm-1. Karena di
daerah antara 4000 – 2000 cm-1 merupakan daerah yang khusus yang
berguna untuk identifkasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorbsi
yang disebabkan oleh vibrasi regangan. Dalam daerah 2000 – 400 cm-1 tiap
senyawa organik mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering
juga disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint region) (Giwangsara, 2009).
Monografi
Pemerian :
serbuk hablur, putih, tidak berbau, jika kena cahaya,
perlahan-lahan
warnaya jadi gelap. Larutannya
praktis
netral
terhadap kertas lakmus
Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam
etanol dan dalam kloroform,
agak sukar larut dalam aseton, sangat sukar
arut dalam
benzene dan dalam eter.
Baku
pembanding : Difenhidramin Hidroklorida BPFI, lakukan pengeringan
dalam suhu 105o selama 3 jam
sebelum diguankan
Wadah
dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus
cahaya (Dekpkes RI, 1995).
IV.
ALAT
DAN BAHAN
a.
Alat dan gambar alat
1.
Alat spektroskopi IR
2.
Alat spektrofotometri UV-Vis
3.
Bulb pipet
4.
Gelas kimia
5.
Gelas ukur
6.
Kaca arloji
7.
Kertas perkamen
8.
Kuvet
9.
Labu ukur
10.
Mortar
11.
Neraca
12.
Oven
13.
Pipet tetes
14.
Press hidrolik
15.
Spatula
16.
Stamper
17.
Timbangan digital
18.
Tisu lensa
19.
Voume pipet
b.
Bahan
1.
Aquadest
2.
BPFI difenhidramin HCl
3.
Kbr
4.
Sampel difenhidramin HCl
V.
PROSEDUR
a. Spekrtofotometri UV
Pembuatan larutan baku
Pertama dibuat larutan
stok difenhidramin HCl BPFI 250 ppm dengan cara ditimbang sebanyak 5 mg
difenhidramin HCl BPFI, dimasukkan ke dalam labu ukur 20 ml lalu dilarutkan
dengan aquadest dan di-add hingga
tanda batas volume. Dari larutan stok baku tersebut dilakukan 5 kali
pengenceran agar terbentuk konsentrasi baku bertingkat yaitu 100 ppm; 87,5
ppm; 75 ppm; 62,5 ppm; dan 50 ppm. Setelah pengenceran selesai dilakukan
pengukuran absorbansi. Kelima larutan dimasukkan kedalam kuvet yang berbeda
sampai ¾ dari kuvetnya lalu diukur absorbansi dan panjang
gelombang pada absorbansi maksimum ke dalam spektrofotometri UV. Selanjutnya
dibuat kurva baku di mana sumbu x sebagai konsentrasi dan sumbu y sebagai
absorbansi. Lalu didapat nilai r, b, dan a sehingga dapat dibuat persamaan y =
bx + a.
Pembuatan larutan sampel
Sampel difenhidramin
HCl digerus terlebih dahulu kemudian ditimbang sebanyak 5 mg secara seksama.
Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 20 ml, kertas perkamen wadah sampel
dialiri dengan aquadest. Sampel dilarutkan dengan aquadest lalu di-add hingga batas ukur labu. Labu dikocok
hingga sampel larut dan homogen. Konsentrasi larutan sampel tersebut sebesar 250
ppm. Uji spektrofotometri dilakukan dengan cara larutan sampel 250 ppm dipipet
dan dimasukkan ke dalam kuvet hingga volumenya ¾
bagian dari kuvet. Sebelum
dilakukan uji terhadap sampel, dilakukan uji blangko terlebih dahulu dengan
cara aquadest dimasukkan ke dalam kuvet lalu kuvet dimasukkan ke alat spektrofotometer
dan dilihat absorbansinya. Kuvet yang telah berisi larutan sampel dimasukkan ke
dalam alat spektro dan panjang gelombang maksimalnya diatur pada 253 nm.
Absorbansi larutan sampel dilihat dan dicatat. Kadarnya dihitung dengan
menggunakan persamaan dari kurva kalibrasi.
b. Spekrtofotometri Inframerah
Sampel difenhidramin HCl ditempatkan di kaca arloji dan dioven
selama 30 menit sebelum digunakan. Setelah 30 menit, sampel diangkat dan
ditimbang sebanyak 50 mg. Uji dengan spektro inframerah ini dilakukan dengan
metode pellet kbr. Kbr kering ditimbang sebanyak 250 mg. Pellet kbr dibuat
dengan cara kbr dan sampel yang telah ditimbang dicampur ke dalam mortir kecil
dan kedua zat digerus hingga tercampur dan homogen. Setelah itu, campuran zat
dimasukkan ke dalam alat pencetak sambil diratakan pada permukaannya. Alat
pencetak dihubungkan dengan mesin kompresi, mesin dinyalakan dan tekanan
kompresi diatur pada 70 N. Proses kompresi berlangsung selama 5 menit. Setelah
5 menit, mesin dimatikan alat pencetak dikeluarkan dan pellet kbr yang telah
terbentuk dikeluarkan dari alat pencetak. Pellet kbr dimasukkan ke dalam
spektrofotometri inframerah dan dilihat spektrum yang terbentuk.
VI.
DATA
PENGAMATAN
Spektrofotometri UV
a. Absorbansi difenhidramin HCl Baku Pembanding
Farmakope Indonesia diukur pada panjang gelombang maksimum 253 nm
No
|
Konsentrasi
|
Absorbansi
|
1
|
62,5
ppm
|
0,103067
|
2
|
75
ppm
|
0,106133
|
3
|
87,5
ppm
|
0,1141
|
4
|
100
ppm
|
0,138567
|
b. Absorbansi parasetamol sampel
No
|
Konsentrasi
|
Absorbansi
|
1
|
250
ppm
|
0.1229
|
VII.
PERHITUNGAN
Pembuatan Larutan Baku
Difenhidramin HCl
-
Larutan
stok 250 ppm :
-
Pengenceran
bertingkat :
a)
100 ppm
V1
. N1 = V2
. N2
V1
. 250 ppm = 10 ml . 100 ppm
V1 = 4 ml
Dibutuhkan
sebanyak 4 ml larutan baku Difenhidramin HCl BPFI dan 16 ml aquadest.
b) 87,5
ppm
V1 . N1
= V2 . N2
V1 . 250 ppm = 10 ml . 87,5
ppm
V1 = 3,5 ml
Dibutuhkan
sebanyak 3,5 ml larutan baku Difenhidramin HCl BPFI dan 16,5 ml aquadest.
c)
75 ppm
V1
. N1 = V2
. N2
V1
. 250 ppm = 10 ml . 75 ppm
V1 = 3 ml
Dibutuhkan
sebanyak 3 ml larutan baku Difenhidramin HCl BPFI dan 17 ml aquadest.
d)
67,5 ppm
V1
. N1 = V2
. N2
V1
. 250 ppm = 10 ml . 62,5 ppm
V1 = 2,5
Dibutuhkan
sebanyak 2,5 ml larutan baku Difenhidramin HCl BPFI dan 17,5 ml aquadest.
-
Persamaan
regresi linier
Dimana x adalah konsentrasi dan y
adalah absorbansi.
y = bx + a
r = 0.9186
b = 0.0009157
a = 0.0410632
Sehingga y = 0.0009157 x + 0.0410632
-
Perhitungan
kadar
A sampel (y) =
0.1229
0.1229 = 0009157 x + 0.0410632
x = 89.37 ppm
Persentase kadar sampel
% = x 100% = 35,748 %
VIII.
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini tujuan untuk menganalisis
senyawa difenhidramin HCl secara kuantitatif menggunakan instrument. Metode
instrument yang diguanakan adalah spektrofotometer UV dan spektroskopi
inframerah. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat diketahui konsentrasi dan
kadar difenhidramin HCl dalam sampel.
Metode analisis menggunakan
spektrofotometri didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh
suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan
monokromator dan detektor foto tube. Alat yang digunakan adalah
spektrofotometer yaitu suatu alat yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa
baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur transmitan ataupun
absorbansi dari suatu cuplikan atau sampel sebagai fungsi dari konsentrasi.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu. Pada percobaan, digunakan spektrofotometer yang
menghasilkan spectrum pada daerah serapan UV (panjang gelombang 200 – 380 nm)
dan daerah inframerah (700 – 3000 nm). Spektrofotometer dapat digunakan
untuk melakukan anlisis secara kuantitatif karena memnghasilkan spectrum yang menunjukkan banyaknya sinar yang
diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul
yang menyerap radiasi.
Metode
spektrofotometri dipilih pada percobaan karena metode ini sederhana dan
memiliki tingkat ketelitian yang baik. Adapun prinsipnya yaitu
radiasi elektromagnetik dapat menyebabkan senyawa yang memiliki gugus kromofor
akan tereksitasi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi dengan energi yang
lebih tinggi karena menyerap radiasi elektromagnetik.
Senyawa difenhidramin
HCl mempunyai gugus kromofor sehingga bisa dianalisis menggunakan
spektrofotometeri. Gugus kromofor merupakan
gugus dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar
tampak, contohnya adalah senyawa yang memiliki gugus benzene seperti difenhidramin
HCl. Absorpsi radiasi uv oleh senyawa yang memiliki cincin benzena bergeser ke
panjang gelombang yang lebih panjang dengan bertambahnya cincin, karena
bertambahnya konjugasi dan membesarnya stabilitas resonansi dari keadaan
tereksitasi.
Analisis spektrofotometri yang dilakukan dalam
percobaan menggunakan metode kurva kalibrasi. Tahap pertama dalam analisis
spektrofotometri UV metode kurva kalibrasi yaitu melakukan preparasi larutan
baku difenhidramin HCl. Larutan baku stok Difenhidramin HCl dibuat dengan konsentrasi
250 ppm. Caranya yaitu sebanyak 5000 µg (5mg)
BPFI difenhidramin ditimbang secara seksama kemudian dimasukkan ke dalam labu
ukur 20 ml dan ditambah pelarut air. Larutan tersebut dikocok supaya partikel
difenhidramin HCl terdispersi sempurna dan larut di dalam pelarut air. Setelah
larut, di-add aquadest hingga batas
labu ukur.
Selanjutnya, dilakukan pengenceran dengan
berbagai konsentrasi yaitu 100 ppm; 87,5 ppm; 75 ppm; 62,5 ppm; dan 50 ppm. Tujuannya yaitu untuk melihat variasi absorbansi
dari variasi konsentrasi larutan baku sehingga dapat dibuat kurva baku larutan Difenhidramin
HCl yang linier dengan nilai akurasi dan
presisi yang lebih. Berdasarkan kurva kalibrasi tersebut dapat diperoleh
panjang gelombang maksimumnya. Panjang gelombang dipilih karena di sekitar
panjang gelombang maksimum, bentuk kurva serapannya linear sehingga hukum
Lambert-Beer akan terpenuhi dengan baik. Absorbansi larutan baku yang baik
adalah 0,2-0,8 sehingga kesalahan yang ditimbulkan panjang gelombang maksimum
dapat diperkecil.
Setelah melakukan pengenceran, maka dilakukan
pengukuran absorbansi dengan menggunakan alat spektrofotometri UV. Sebelum
melakukan pengukuran, dilakukan blanko terlebih dahulu. Blanko yaitu pengukuran
absorbansi pelarut yang digunakan, yaitu aquadest. Tujuannya adalah supaya alat
mengenali pelarut sebagai pengotor. Absorbansi dari pelarut tersebut dinolkan.
Dengan demikian, pengukuran absorbansi sampel difenhidramin HCl tidak akan
dipengaruhi oleh absorbansi pelarutnya.
Setelah itu dilakukan pengukuran terhadap
larutan baku. Sebelumnya, kuvet yang akan digunakan dibilas terlebih dahulu
agar tidak ada pengotor yang menempel pada dinding kuvet. Kemudian larutan baku
dimasukkan ke dalam kuvet hingga ¾ bagian kuvet. Kuvet tidak boleh dipegang
pada bagian yang bening supaya tidak ada pengotor dari tangan seperti minyak,
lemak yang dapat mempengaruhi absorpsi sampel. Kuvet lalu diletakkan
ditempatnya dan absorbansi larutan sampel diukur pada rentang panjang gelombang
253 nm. Panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang maksimum difenhidramin
HCl dimana senyawa tersebut memberikan absorbansi maksimum juga. Absorbansi
pada lmaks dan
bukan lmaks akan
memberikan hasil yang berbeda. Pada lmaks, kurva
kalibarasi yang dihasilkan akan berbentuk linear, sedangkan tidak pada
lmaks kurva
kalibrasi cenderung membentuk garis nonlinear.
Dari hasil pengukuran, diperoleh data absorbansi
larutan baku dengan variasi konsentrasi yaitu 0,103067 untuk konsentrasi 62,5
ppm; 0,106133 untuk konsentrasi 75 ppm; 0,1141 untuk konsentrasi 87,5 ppm;
0,138567 untuk konsentrasi 100 ppm. Dari 5 konsentasi yang dibuat, satu
konsentrasi tidak dimasukkan ke dalam data karena berbeda jauh dengan data
lainnya. Sehingga hanya digunakan 4 absorbansi untuk membuat kurva kalibrasi.
Berdasarkan hasil tersebut, semakin besar
konsentrasi larutan maka semakin besar pula absorbansi larutan. Hal ini sesuai
dengan hukum Lambert-Beer yang dikenal dengan persamaan A=abc dimana absorbansi
dinyatakan dengan A dan konsentrasi dinyatakan dengan c. Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi, dengan kata
lain semakin besar nilai konsentrasi maka semakin besar absorbansinya.
Setelah diperoleh absorbansi pada variasi
konsentrasi tersebut, kemudian dibuat kurva kalibrasi untuk mendapatkan
persamaan liniernya yaitu : y
= 0.0009157 x + 0.0410632 dengan r = 0,9186. Koefisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa
persamaan garis tidak linear. Koefisien korelasi yang bagus untuk sutu
persamaan garis liner adalah 0,999. Persamaan garis yang tidak linear biasanya
diakibatkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu, dan rekasi lain yang
terjadi. Selain itu kemungkinan diakibatkan oleh absorbansi yang diperoleh
tidak sesuai karena terdapat zat lain yang mempengaruhi. Kuvet yang telah
digunakan, seharusnya dibilas menggunkan larutan yang akan digunakan
selanjutnya sehingga konsentrasi larutan sebelumnya tidak mempengaruhi
absorbansi sampel. Selain itu, kuvet yang digunakan tidak boleh terkena
kontaminasi dari tangan terutama pada bagian kuvet yang bening karena dapat
juga mempengaruhi pergeseran panjang gelombang dan absorbansi dari cuplikan
sehingga konsentrasi yang didapat menjadi tidak akurat. Pada praktikum
kemungkinan ada kontaminasi tersebut mengingat kuvet yang tersedia hanya satu
buah untuk digunakan bersama-sama.
Variable lain yang mempengaruhi absorbansi
adalah jenis pelarut, suhu, dan konsentrasi yang tidak sesuai. Absorbasni yang
baik berada pada rentang 0,2-0,8 sehingga bisa memperkecil kesalahan pengukuran
pada panjang gelombang maskimum. Namun pada percobaan, absorbansi yang
dihasilkan tidak berada pada rentang tersebut karena konsentrasi larutan baku
terlalu rendah. Seharunya apabila terjadi hal demikian, dibuat lagi konsentrasi
yang lebih tinggi supaya memperoleh absorbansi pada rentang 0,2-0,8.
Selanjutnya dilakukan preparasi larutan sampel.
Larutan sampel dibuat dengan konsentrasi 250 ppm. Caranya yaitu sebanyak 5 mg
sampel difenhidramin HCl ditimbang secara seksama kemudian dimasukkan ke dalam
labu ukur 20 ml dan ditambah pelarut air. Larutan tersebut dikocok supaya
partikel difenhidramin HCl terdispersi sempurna dan larut di dalam pelarut air.
Setelah larut, di-add aquadest hingga
batas labu ukur. Sampel tersebut kemudian diukur absorbansinya menggunakan alat
spektrofotometer UV. Larutan sampel dimasukkan ke dalam kuvet hingga ¾ bagian
kuvet menggunkaan pipet tetes kemudian diletakkan ditempatnya dan absorbansi
larutan sampel diukur pada panjang gelombang 258 nm. Dalam
analisis spektrofotometri UV, larutan akan menghasilkan warna komplementer yang dapat
menyerap cahaya. Warna-warna ini ditimbulkan oleh adanya panjang gelombang yang
dimiliki larutan tersebut. Setiap warna memiliki panjang gelombang yang
berbeda-beda dengan interval tertentu. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh
absorbasi sampel yaitu 0,1229.
Untuk menghitung konsentrasi sampel, dapat
dilihat dari absoransinya karena berdasarkan hukum Lambert Beers, konsentrasi
sampel berbanding lurus dengan absorbansinya. Cara menghitung konsentrasi
sampel yaitu dengan mensubstitusikan absorbansi sampel yang diperoleh ke dalam
persamaan garis kurva kalibrasi. Konsentrasi sampel yang akan dicari diletakkan
sebagai fungsi x dan absorbansi sampel difenhidramin HCl yang diperoleh
diletakkan sebagai fungsi y. Dengan demikian diperoleh konsentrasi sampel
difenhidrmin yaitu 87, 37 ppm dengan persentase kadarnya yaitu 35,748%.
Persentase kadar sampel difenhidramin tersebut
kemungkinan tidak sesuai dengan persentase kadar sebenarnya dikarenakan persamaan
garis pada kurva kalibrasi tidak linear dan absorbansinya tidak berada pada
rentang 0,2-0,8 sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran pada
panjang gelombang yang telah ditentukan, lebih besar. Anjuran rentang tersebut
berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan adalah 0,005 (kesalahan
fotometrik). Factor lain yang dapat mempengaruhi absorbansi adalah kekurangcermatan
dalam pembuatan larutan sampel maupun baku difenhidramin HCl yang memungkinkan
tidak terdistribusinya serbuk secara merata pada larutan. Sehingga distribusi
senyawa yang kurang merata ini dapat menyebabkan konsentrasi difenhidramin HCl tidak
sesuai dengan kadar normal.
Uji menggunakan spektrofotometer inframerah
digunakan untuk menguji kualitatif secara instrumental apakah sampel tersebut
benar benar mengandung difenhidramin HCl. Pada
prinsipnya, tingkat energi cahaya di daerah sinar infra merah sesuai dengan
energi vibrasi dan rotasi dari ikatan-ikatan yang ada di dalam molekul. Apabila
sinar infra merah mengenai ikatan yang ada di dalam molekul yang tingkat
energinya sesuai atau sama dengan tingkat energi tersebut, maka sinar infra
merah akan diserap. Karena setiap jenis ikatan mempunyai tingkat energi yang
berbeda, maka nilai bilangan gelombang sinar infra merah yang diserap juga akan
berbeda. Inilah yang menyebabkan spektrofotometri infra merah dapat
dipergunakan untuk menentukan gugus fungsi yang ada di dalam suatu molekul.
Sebelum
melakukan analisis, senyawa difenhidramin HCl dikeringkan terlebih dahulu.
Tujuannya adalah untuk menghilangkan kandungan air dalam zat tersebut karena
adanya air akan menyebabkan vibrasi molekul sehingga mengganggu spectrum
Inframerah. Zat dikeringkan dengan cara dimasukan ke dalam oven selama 30 menit
hingga massanya stabil.
Selanjutnya
dibuat cakram/pellet KBr. Dipilihnya KBr karena garam ini bersifat transparan
atau tidak memberikan vibrasi molekul sehingga tidak berpengaruh terhadap
spectrum yang dihasilkan. KBr juga harus dioven terlebih dahulu karena KBr merupakan zat yang bersifat higroskopis (suka air).
Tujuannya supaya KBr tetap kering dan terjaga kestabilannya.
Sampel
difenhdramin HCl ditimbang sebanyak 50 mg dan KBr kering sebanyak 250 mg. Kedua
zat tersebut dicampur dan digerus dalam mortir kecil. Tujuannya yaitu supaya
kedua zat tersebut tercampur homogen secara merata. Penggerusan dilakukan untuk memperkecil ukuran
molekul-molekul sehingga ketika ditembak dengan menggunakan sinar infra merah,
energi dari sinar infra merah dapat diserap langsung oleh gugus fungsi dan
ikatan-ikatan yang ada di dalamnya dengan mudah. Jika suatu molekul yang
ukurannya besar ditembak dengan menggunakan sinar infra merah, sinar itu juga
akan terhambur dan penyerapan yang terjadi tidak maksimal. Selain itu,
penggerusan juga dilakukan agar kedua zat yang digerus dapat tercampur secara
merata atau homogen.
Setelah itu, campuran zat dimasukkan ke dalam alat pencetak sambil
diratakan pada permukaannya. Alat pencetak dihubungkan dengan mesin kompresi, dan
diberi tekanan kompresi 70 N. Proses kompresi berlangsung selama 5 menit. Setelah
terbentuk pellat KBr, kemudian dimasukkan ke dalam spektrofotometri inframerah untuk
diukur sehingga diperoleh spektrumnya.
Berdasarkan spectrum yang
terbentuk, senyawa yang dianalisis bisa diidentifikasi dengan menentukan gugus
fungsinya atau membandingkan spectrum yang dihasilkan dengan spectrum pada
literature. Pada percobaan, spectrum yang terbentuk merupakan %Transmitan. Spectrum
tersebut dianalisis gusus fungsinya dan dibandingkan dengan standar, yaitu
sebagai berikut :
Spektrum
Inframerah Sampel Difenhidramin HCl
Spektrum Inframerah
Difenhidramin HCl berdasarkan literatur
l
literatur (cm-1)
|
Perkiraan gugus fungsi
|
l
sampel (cm-1)
|
3035
|
aromatik CH (3035)
|
3000-3100
|
2489-2604
|
-N(CH3)2 –
HCl
|
2350-2700
|
1600, 1587, 1498, 1460
|
cicin aromatic
|
1650 - 1450
|
1472
|
CH2 bending
|
1470
|
1384
|
CH3 bending
|
1380
|
1119
|
C – O – C stretching
|
1100
|
760,717
|
CH (mono-substitusi fenil)
|
740-760
|
Spektrum hasil percobaan benar menunjukkan senyawa difenhidramin
HCl karena memiliki gugus fungsi yang sama dengan difenhidramin HCl pada
literature, meskipun intensitas puncaknya berbeda. Puncak pada literature lebih
tajam daripada hasil percobaan. Hasil tersebut dibandingkan
dengan struktur difenhidramin HCl berikut ini :
Gugus fungsi
yang teridentifikasi sama dengan gugus fungsi pada struktur difenhidramin HCl. Serapan
inframerahnya pun mirip walaupun tidak identik. Hal ini mungkin disebabkan oleh
perubahan kimia dan fisika yang terjadi pada saat penyimpan sampel.
IX.
KESIMPULAN
1.
Senyawa difenhidramin HCl dapat
dianalisis secara kualitatif menggunakan metode spektroskopi inframerah dengan
cara mengidentifikasi gugus fungsi yang dihasilkan pada spectrum inframerah.
3.
Kadar senyawa difenhidramin HCl dapat
ditentukan secara kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV pada panjang
gelombang 258 nm. Konsentrasi sampel difenhidramin HCl adalah 89,73 ppm dengan
persentase kadar yaitu 35,748%
Christian, G.D.
1994. Analytical Chemistry 5th Edition.
John Wiley and Sons, lnc. New York.
Depkes
RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan. Jakarta.
Day, R.A., A.L.
Underwood. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif.
Edisi kelima. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Giwangkara, S. 2007.
Spektrofotometri Inframerah. http://www.chem.is.try.org/
artikel-kimia-/kimia analisis/spektrofotometri-inframerah/
[diakses tanggal 20 April 2013]
Harvey, David.
2000. Chemistry: Modern Analitycal
Chemistry First Edition. The Mc-Graw Hill Company. USA.
Hendayana,
Sumar. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Erlangga. Jakarta.
Khopkar
S. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Rohman, Abdul dan
Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Tarigan,
Poris. 1986. Spektrometri Massa. Alumni. Bandung.